Mohon tunggu...
Arifin Ilham
Arifin Ilham Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Haruskah aku bunuh diri, atau minum secangkir kopi?

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Friedman: Simfoni Fisika dan Filosofi, Jejak Eksitensi dalam Ruang Waktu

4 Desember 2023   08:50 Diperbarui: 4 Desember 2023   08:59 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.sciencenews.org

Dalam getaran ruang dan waktu yang mengalun melalui abad, Alexander Friedman muncul sebagai nalar yang merobek tirai keabadian, membebaskan pemikiran manusia dari tebing kebingungan. Abad yang telah berlalu seolah menjadi satu jalan yang terang benderang menuju pemahaman yang lebih dalam tentang perluasan alam semesta. Dalam dirinya yang merangkak di antara rumus-rumus matematis, kita menemukan seorang filsuf eksistensialisme dan nihilisme yang menari dengan energi kosmos.

Dalam rancangan semesta ini, kita melihat diri kita mengembara di sepanjang jalur batas ketidakpastian, dan Friedman, seorang filsuf fisikawan, menandai tonggak keabadian itu. Penggalan kisah ini terbentang di atas kanvas ketidaktahuan, sebuah narasi yang menciptakan jejak langkah-langkah manusia menuju makna dan tujuan di tengah lautan kehampaan yang melingkupi eksistensi.

Pandangan astronimis Friedman tidak hanya sekadar sepuluh digit di belakang koma nol. Ia merancang sebuah simfoni matematika yang mengubah pandangan kita tentang batas-batas kosmos. Melalui lensa eksistensialisme, kita dapat melihat bahwa setiap rumus adalah not balok dalam simfoni keberadaan. Setiap planet, bintang, dan galaksi adalah kata-kata yang diukir dalam puisi universal.

Friedman tidak hanya menawarkan rumus-rumus, tetapi juga menyentuh makna eksistensi kita. Ia membayangkan alam semesta yang berkembang, tumbuh seperti benih kehidupan di taman kosmos. Dalam pemikiran eksistensialnya, perluasan alam semesta bukan hanya tentang galaksi yang menjauh, tetapi juga perjalanan roh manusia yang menjelajahi kekosongan tak terhingga.

Namun, seiring dengan visinya tentang perluasan alam semesta, Friedman juga membawa bayang-bayang nihilisme. Ia menyadari bahwa di antara bintang-bintang yang berdenting, makna adalah konstruk manusia. Dalam kosmos yang tak terbatas ini, apa arti kita? Pertanyaan itu seakan terdengar sebagai angin sejuk di malam gelap.

Sebagai fisikawan terkemuka, Friedman memadukan pandangan ilmiahnya dengan kebijaksanaan filsafat. Setiap rumusnya adalah petunjuk menuju jawaban dari pertanyaan-pertanyaan besar yang menggantung di atas kepala kita seperti bulan di malam yang sunyi. Dalam sudut pandang sainsnya, kita menemukan bahwa tidak ada yang kekal, termasuk makna itu sendiri. Tetapi, mungkin, dalam pencarian tanpa akhir ini, kita menemukan makna yang terletak di antara linimasa dan ruang waktu.

Seabad silam, Alexander Friedman membuka pintu menuju perluasan alam semesta, baik dalam dimensi fisika maupun filosofis. Dalam langkah-langkahnya, kita belajar bahwa eksistensi dan nihilisme adalah dua sisi dari koin kosmik. Dalam kekosongan yang menganga, kita mencari makna. Dalam rumus-rumus matematis yang kompleks, kita mencari jawaban. Seiring dengan perjalanan waktu yang meluncur ke depan, kita terus mengejar horizon eksistensi, karena di sana, di balik bintang-bintang, mungkin kita menemukan diri kita yang sejati. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun