Mohon tunggu...
Arifin Ilham
Arifin Ilham Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Haruskah aku bunuh diri, atau minum secangkir kopi?

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sisi Gelap Cokelat

27 November 2023   10:28 Diperbarui: 1 Desember 2023   20:19 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa disini yang suka cokelat? Makanan manis pembawa kebahagiaan ini digandrungi dari segala usia baik anak-anak maupun orang dewasa.  Nilai penjualan perusahaan cokelat di seluruh dunia pada tahun 2021 terhitung mencapai 0,98 triliun dolar AS, sebuah angka yang fantastis.

Tapi siapa sangka dibalik manisnya cokelat terdapat kekejian yang mengerikan. Pada tahun 2001 surat kabar Knight Rider memuat sebuah hasil investigasi yang mengungkap sisi gelap dari cokelat yang kita makan. Video investigasi ini menampilkan praktik perbudakan anak, perdagangan manusia, dan praktik perburuhan yang kejam pada perkebunan Kakao di negara-negara Afrika Barat [1]

Cokelat sendiri merupakan produk biji kakao yang tumbuh di daerah beriklim tropis; Amerika latin, Afrika Barat, dan Asia.  70% kakao dunia dipasok dari negara-negara afrika barat, sebagian besar di Ghana dan Pantai Gading. 

Bentuk Bentuk Perbudakan 

Menurut laporan BBC, diperkirakan saat ini terdapat 1,8 juta anak yang bekerja di perkebunan kakao. Anak-anak, yang berusia antara 10 hingga 15 tahun dan seringkali lebih muda, dijadikan budak untuk melunasi hutang keluarga mereka dan dipaksa melakukan pekerjaan berbahaya. Kadang-kadang mereka bahkan dicuri dari orang tuanya, dan tidak pernah terlihat lagi. Mereka kurang diberi makan dan dipukuli ketika mencoba melarikan diri. [2][3]

Pekerja anak di perkebunan kakao bekerja dengan waktu yang panjang, hingga 14 jam sehari. Mereka bekerja menggunakan gergaji mesin untuk menebangi hutan, dan sebagian lainnya memanjat pohon untuk memotong buah kakao menggunakan parang. Setelah itu, mereka memasukkan kakao ke dalam karung yang beratnya mencapai 100 pon jika penuh dan mereka akan membawanya melintasi hutan. [4]

Kemudian anak-anak tersebut harus memukul buah kakao dengan parang untuk mengambil bijinya. Setiap pukulan berpotensi mengiris daging mereka, dan dalam investigasi selalu ditemukan banyak bekas luka pada tubuh anak-anak tersebut.

Selain itu, perdagangan manusia dalam industri ini juga merupakan hal yang lumrah. Seorang jurnalis yang datang ke perkebunan Kakao di Ghana saat pembuatan film invisible hand mengatakan bahwa mereka menemukan praktik perdagangan manusia di setiap perkebunan yang mereka kunjungi [5]

Akankah Cokelat Masih Terasa Manis?

Bayangkan saja 70% cokelat yang kita makan dihasilkan dari perbudakan yang sangat tidak bisa diampuni. Banyak merek-merek ternama yang membeli kakao dari sumber-sumber ini secara sadar untuk memperoleh harga yang murah.

Pada tahun 2001, Protokol Harkin-Engel atau Protokol Kakao ditandatangani sebagai tanggapan atas berbagai laporan dan dokumenter tentang perbudakan anak di industri kakao. Ini adalah perjanjian internasional yang ditandatangani oleh semua orang yang terlibat dalam produksi kakao, termasuk 8 perusahaan coklat besar dan Duta Besar Pantai Gading . Hal ini dimaksudkan untuk mengakhiri bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak.

Sayangnya, setelah 11 tahun dan beberapa perpanjangan komitmen, masalah pekerja anak dan perbudakan di industri kakao masih terus berlanjut. [5]

Apa Yang Dapat Kita Lakukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun