Seorang Mubalig dari Surabaya pernah menyampaikan tausiah, "Siapa pun orangnya, sebengal kelakuannya, sekeras apapun tingkah lakunya, apabila sudah berada di depan Baitullah, dia bakal luluh hatinya. Iris kuping saya kalau dia tidak menangis".
Ungkapan tersebut menggambarkan betapa besar pengaruh Baitullah. Pesonanya luar biasa, sehingga membuat semua orang tergetar hatinya. Tak dapat dihindari butir-butir airmata menetes tanpa disadari. Saking hebatnya, Mubalig tersebut berani bertaruh.
Apalagi pada musim haji seperti sekarang ini. Ribuan manusia berjalan tertib mengelilingi Baitullah atau Kabah, sebuah bangunan mungil berbentuk kubus di tengah komplek Masjidil Haram.
Arus manusia mirip gelombang laut. Nyaris tidak pernah berhenti sepanjang putaran waktu, 24 jam. Datang silih berganti tanpa komando resmi, juga tanpa ada pengaturan. Sambil melantunkan puji-pujian kebesaran asma Allah Sang Pencipta Alam Semesta, mereka memutar, meliuk-liuk, dan kembali menyatu.Â
Itulah sekilas gambaran prosesi tawaf, yakni ritual mengelilingi rumah Allah yang namanya Baitullah. Gerakan berputar sebanyak tujuh kali dalam posisi berjalan ke arah kiri atau berlawanan dengan arah jarum jam. Berangkatnya di mulai dari garis "lampu hijau" dan berakhir di tempat yang sama, sudut Hajar Aswat. Begitu seterusnya. Sepanjang pagi-siang-malam-subuh hingga kembali ke pagi hari berikutnya.
Apabila sudah melaksanakan tawaf, para jemaah keluar lalu mencari tempat strategis di dekat Kabah untuk melaksanakan shalat sunah. Tempat strategis itu berada satu jalur, segaris lurus ke arah Multazam. Posisi Multazam sendiri berada di antara sudut Hajar Aswat dan pintu Kabah. Di sini tempat berdoa paling makbul dibandingkan lokasi mana pun di Masjidil Haram. Di sini tempat paling tepat menatap Baitullah. Di saat menatap itulah seketika jemaah berubah wajah, lalu menangis.
Orang pergi haji dengan niat tulus dan ikhlas tak akan pernah ada bosannya tawaf mengelilingi Baitullah, meskipun secara fisik sebenarnya cukup melelahkan. Namun rasa lelah itu lenyap seketika begitu merasakan dekat dengan-Nya. Pupus sudah segala penat di dalam raga.
Sentralnya posisi Baitullah dalam ibadah haji dan umrah menyebabkan tidak sedikit jemaah yang mengukir keinginan: ingin kembali ke Mekkah.Â
Semula, sebelum menunaikan ibadah haji dan berhadapan langsung dengan Baitullah, saya merasa heran. Mengapa jemaah haji sepulang dari Tanah Suci selalu mengemukakan keinginannya agar dapat kembali ke Mekkah. Berhaji lagi atau paling tidak ibadah umrah.Â
Tetapi itulah faktanya. Ketika semua orang (termasuk saya) sudah berhadapan langsung dengan Baitullah, Masya Allah, Subhanallah...meluaplah segala emosi. Semua rasa tumpah tak terbendung. Tidak bisa dilukiskan melalui kata-kata.Â
Sulit dipungkiri bahwa Baitullah memiliki aura magis luar biasa. Karena itu, setelah meninggalkan Tanah Suci dan kembali ke Tanah Air, masuk akal selalu terbersit rasa rindu, ingin kembali menatap langsung Baitullah.Â