Betapa menariknya seandainya bisa saya tuliskan sekembali dari sana. Saya ingin berbagi pengalaman. Bila perlu suatu saat -jika Allah berkehendak, tulisan itu disusun menjadi sebuah buku.Â
Soal buku menjadi penting sebab sedari awal, saya bersama Kepala Sekolah SMK Dr. Soetomo Surabaya, Julianto Hadi dan Abdul Adzim Irsad, staf pengajar Bahasa Arab Universitas Negeri Malang, serta Humoris Djadi Galajapo mempunyai niat yang sama. Membuat buku. Keberangkatan Umrah Plus Al Aqsa ini sepenuhnya atas inisiatif Pak Anton, panggilan akrab Juliantono Hadi. Beliau memberangkatkan kami.Â
Sebagai bahan bacaan, buku tersebut bisa mendorong generasi muda, generasi emas Indonesia memasuki wilayah apa yang saya sebut sebagai "solidaritas berbagi". Generasi lebih senior cukup ikut di belakang saja. Tut wuri handayani, tapi jangan lupa doanya. Generasi milenial, silakan dengan cara dan gayanya bisa berkontribusi saling berbagi.
Rakyat Palestina sangat membutuhkan solidaritas dan uluran tangan generasi muda. Baik generasi muda Indonesia, maupun generasi muda di seluruh belahan dunia. Palestina di bawah pendudukan Israel, lebih-lebih sikap presiden Amerika Serikat  Donal Trump yang seperti itu, tentu masih diselimuti kabut derita.
Sebuah organisasi non-pemerintah berbasis di Palestina memaparkan, selama bulan Januari 2018, enam warga Palestina tewas setelah bentrok dengan pasukan Israel. Sementara lebih dari 500 orang ditahan oleh pasukan Israel di seluruh wilayah Palestina.Pagar Merujuk Bulan Sabit Merah di Pakistan mencatat, sejak Amerika Serikat mengusulkan pengakuan Yerusalem sebagai ibu kota Israel (6/12/2017) jumlah orang terluka karena terlibat bentrok dengan aparat Israel mendekati angka 3.000.
Maha Abdullah, peneliti hukum dari Al Haq kepada Al Jazeera menyatakan aksi demonstrasi bakal semakin meningkat. Sebab, tahun ini, Palestina bakal memperingati 70 tahun Peristiwa Nakba, atau yang berarti "Bencana".
Peristiwa itu merujuk eksodus yang dilakukan 700.000 orang Palestina akibat Perang Palestina di 1948. Abdullah menyatakan, besar kemungkinan militer Israel bakal kembali menggunakan kekerasan untuk menghalau demonstran.
"Selama unjuk rasa ada kans bakal terjadi demonstran terluka, atau bahkan tewas," tutur Abdullah kembali.
Abdullah mengatakan, selama dua bulan terakhir, militer Israel menggunakan peluru tajam ketika berhadapan dengan demonstran dalam jarak dekat.
"Mereka juga menggunakan peluru karet, gas air mata, dan melancarkan serangan udara terhadap pengunjuk rasa di Jalur Gaza," tambah Abdullah (Source, kompas.com 01/02/2018).