Tidak banyak orang-orang dengan kemampuan terbatas berani terjun berusaha. Apalagi bagi seorang anak yang terbilang memasuki fase remaja. Namun tidak demikian bagi Amelia (29). Perempuan ini pukul 06.00 Wib sudah harus keluar rumah, menenteng barang dagangan mendatangi rumah-rumah langganannya.
"Permisiiiii...." adalah kalimat pembuka setiap kali datang di hari Selasa. Saya senantiasa hafal sebab kehadiran Amelia sudah berjalan hampir tujuh tahun.Â
Selebihnya, dia buka keranjang bawaannya untuk kemudian satu demi satu dikeluarkan macam-macam makanan dalam kemasan plastik.
Dari rumahnya di Wiguna, wilayah timur Surabaya, menyusuri jalan adalah perjuangan hidupnya. Setidaknya usaha yang dilakoni sejak sembilan tahun silam itu tidak lah sia-sia. Amelia ikut menopang keuangan keluarganya.Â
Beberapa waktu lalu, dalam perbincangan dia mengaku kakaknya sudah berkerja di Banyuwangi, sedang adiknya bekerja di sebuah komplek pertokoan Surabaya.
Dia bercerita, dagangan yang dibawa itu merupakan titipan tetangga rumah. Ada keripik singkong, keripik pisang, dan aneka jajanan ringan dengan berat rata-rata 250 gram.
Saya enggan bertanya berapa jauh dia berjalan setiap hari. Karena suatu saat saya pernah dapati Amelia berjalan kaki di sekitar Kawasan Surabaya Industri Rungkut.Â
Terkadang saya melihat dia masuk-keluar di perumahan YKP dan perumahan-perumahan lainnya. Sekalipun demikian dia sudah dipesan oleh kedua orangtuanya, siang hari harus balik pulang.
Dengan kemampuan berkomunikasi terbatas (maaf, bicaranya terbata-bata) lulusan Sekolah Luar Biasa~SLB Kalibokor ini toh selalu tegar. Amelia tidak pernah merasa minder.Â
Amelia menapaki hidup dan kehidupannya penuh selalu optimis. Sukses menurut dia, Â senantiasa ada batasnya juga. Tetapi dalam segala keterbatasan sukses layak disyukuri.