Brigadir Polisi Bambang Irawan (32), anggota Satlantas Polres Trenggalek, dengan wajah sumringah (Jawa: berseri) mengatur puluhan ribu massa penonton “Pesta Rakyat Trenggalek Berani” yang berlangsung serentak di empat titik lokasi, mulai Stadion Menak Sopal, Karangan, Lapangan Sumber Gedong, lalu malamnya disambung wayang kulit di Mbagong.
Bagi Brigadir Bambang Irawan pesta rakyat ini punya arti penting. Ada sekitar 400 polisi, termasuk Satuan Lantas diterjunkan membantu kelancaran acara. Jika saat ini anggota kepolisian Polres Trenggalek secara total jumlahnya sekitar 700 personil, itu berarti separo lebih anggota terjun mengamankan warganya.
Seorang petugas polisi berkisah, kalau ada kunjungan dari Polda Jawa Timur biasanya hanya berhenti sampai di Kabupaten Tulungagung saja. Kesatuan dari Trenggalek terpaksa mengalah untuk merapat mendatangi Tulungagung. Cerita tersebut seolah-olah menggambarkan betapa Kabupaten Trenggalek selama ini dianggap daerah “pinggir”. Kabupaten Trenggalek boleh dibilang sepi kegiatan, lebih-lebih acara yang melibatkan masyarakat secara luas.
[caption caption="Petugas kepolisian berbaur bersama penonton Pesta Rakyat Trenggalek"][/caption]
Penduduk Trenggalek hari Sabtu (5/12/2015) lalu seakan-akan tumpah menggenggam “sihir” baru. Seluruh penjuru desa, kecamatan dan kota bermunculan menenteng atribut “Pesta Rakyat Trenggalek Berani” yang berlangsung sejak pagi hingga malam. Ada penampilan komunitas reog, tampilan komunitas jaranan, sampai konser musik Band Kotak. Sementara itu malam harinya ada gelaran Wayang Kulit dalang Ki Sodron Sandha Bawana membawa lakon “Tumuruning Wahyu Makutoromo."
Pengunjung atau penonton pesta rakyat tidak sekadar dinikmati warga Trenggalek. Sebagian besar bahkan datang dari Surabaya, Tulungagung, Ponorogo, Blitar, Malang dan Pacitan. Semangat cerita tentang Kabupaten Trenggalek sebagai wilayah “pinggir” pelan-pelan pudar.
Rakyat Trenggalek mulai menggeliat sejak pertengahan bulan Juni lalu seiring dimulainya pendaftaran Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati Trenggalek, sebagai konsekuensi politik menuju Pilkada serentak 9 Desember 2015. Ada dua pasangan calon (paslon), mendaftar ke KPU, pertama adalah paslon Kholiq-Handoko. Paslon kedua, Emil Elestianto, Ph.D., MSc. berpasangan dengan Mochamad Nur Arifin.
Kholiq, saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Trenggalek sedangkan Priyo Handoko merupakan pengusaha di Papua Barat. Emil dan Arifin merupakan pasangan termuda diantara 269 pilkada seluruh Indonesia. Suami artis Arumi Bachsin, Emil “Dardak” Elestianto berusia 31 tahun sedangkan Mochamad Nur Arifin, pengusaha asal Trenggalek itu usianya 25 tahun.
Sejak resmi terdaftar menjadi pasangan calon, Emil-Arifin mengemas berbagai kegiatan yang secara terang-terangan melibatkan masyarakat Trenggalek. Emil-Arifin mendongkrak apresiasi berbagai elemen. Sebelumnya event-event berbasis kreatifitas boleh dibilang sepi, kalau enggan disebut jarang pernah ada.
Kagum
Rizki Rinaldy, seorang event Strategic Planer menilai, Trenggalek yang saat ini “dianggap” tak ada apa-apanya, bakal memiliki kekuatan baru. Rizki khusus datang dari Surabaya, ingin melihat tampilan “Pesta Rakyat Trenggalek Berani” merasa kagum.
“Mereka sukses menciptakan suasana gembira untuk seluruh lapisan masyarakat, tanpa embel-embel rasa takut melakukan ekspresi.” kata Rizki.