Mohon tunggu...
Achmad Arifin At Thobib
Achmad Arifin At Thobib Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Pribadi yang menyukai puisi dan sastra

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Peran Hukum Dalam Mengatasi Kekerasan Berbasis Gender

26 Desember 2024   20:43 Diperbarui: 26 Desember 2024   20:43 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kekerasan berbasis gender (KBG) adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang masih menjadi masalah serius di Indonesia. Berdasarkan laporan Komnas Perempuan tahun 2023, terdapat lebih dari 400.000 kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan fisik, seksual, psikologis, dan ekonomi. Data ini menunjukkan bahwa penanganan KBG memerlukan pendekatan hukum yang lebih efektif dan menyeluruh.

KBG tidak hanya merugikan individu tetapi juga menghambat kemajuan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, hukum memiliki peran krusial dalam memberikan perlindungan bagi korban, menegakkan keadilan, dan mencegah kekerasan di masa depan. Artikel ini akan membahas pengertian KBG, kerangka hukum di Indonesia, dan peran hukum dalam mengatasi permasalahan tersebut.

Kekerasan berbasis gender adalah tindakan kekerasan yang didasarkan pada jenis kelamin atau gender seseorang. Kekerasan ini mencakup berbagai bentuk tindakan, seperti kekerasan fisik yang melibatkan pemukulan, penganiayaan, atau tindakan lain yang menyebabkan luka fisik. Selain itu, kekerasan seksual juga menjadi salah satu bentuk paling serius, termasuk pelecehan, pemerkosaan, eksploitasi seksual, dan pelanggaran lain terhadap integritas seksual korban. Kekerasan psikologis pun kerap terjadi, melibatkan ancaman, intimidasi, atau tindakan yang merusak kondisi mental korban. Tidak kalah penting, kekerasan ekonomi juga sering kali dialami oleh korban, berupa pembatasan atau pengendalian akses mereka terhadap sumber daya keuangan atau materi.

Indonesia memiliki berbagai instrumen hukum untuk menangani KBG. Salah satu undang-undang yang relevan adalah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), yang mengatur perlindungan terhadap anggota keluarga dari segala bentuk kekerasan domestik dan menyediakan mekanisme pelaporan serta perlindungan bagi korban. Selain itu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memberikan definisi yang lebih luas tentang kekerasan seksual, sekaligus menjamin perlindungan korban termasuk pemulihan psikologis dan kompensasi. Kerangka hukum ini juga didukung oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mencakup pasal-pasal terkait tindak pidana seperti pemerkosaan dan penganiayaan. Di tingkat internasional, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984, yang menunjukkan komitmen negara dalam menangani diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan.

Hukum berperan penting dalam memberikan perlindungan bagi korban KBG melalui berbagai mekanisme yang telah disediakan. Korban berhak mendapatkan perlindungan fisik dan psikologis melalui lembaga seperti Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA) di kepolisian. Undang-Undang TPKS dan PKDRT memastikan adanya pendampingan hukum, akses ke rumah aman, serta layanan rehabilitasi untuk korban. Dalam penegakan hukum terhadap pelaku, hukum memberikan sanksi tegas yang meliputi denda hingga hukuman penjara. Proses peradilan berbasis gender atau gender-sensitive justice juga diterapkan untuk memastikan korban diperlakukan dengan adil dan bermartabat selama proses hukum berlangsung. Selain itu, pencegahan melalui edukasi dan sosialisasi menjadi elemen penting, di mana pemerintah dan organisasi masyarakat aktif melakukan kampanye kesadaran untuk mendidik masyarakat tentang bahaya KBG dan pentingnya melaporkan kasus tersebut. Sosialisasi hukum bertujuan mendorong masyarakat untuk aktif mencegah kekerasan serta mendukung korban.

Kekerasan berbasis gender adalah masalah serius yang memerlukan kolaborasi antara hukum, masyarakat, dan institusi terkait. Melalui UU PKDRT, UU TPKS, dan berbagai mekanisme perlindungan lainnya, hukum di Indonesia telah menyediakan kerangka yang memadai untuk melindungi korban dan menghukum pelaku. Namun, keberhasilan implementasi hukum sangat bergantung pada konsistensi pelaksanaannya serta dukungan dari masyarakat. Sebagai bagian dari masyarakat, kita dapat berkontribusi dengan tidak mendiamkan kekerasan, mendukung korban, dan terus mengedukasi diri mengenai pentingnya kesetaraan gender. Dengan langkah ini, kita dapat membangun lingkungan yang lebih aman, adil, dan bermartabat bagi semua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun