Dalam catatan saya, ada dua pernyataan Pak Menteri yang menimbulkan misinterpretasi dari sebagian warga. Pertama tentang deep learning dan kedua tentang kenaikan gaji guru.
Tentang deep learning, sebagian warga memahaminya sebagai konstruk pengganti Kurikulum Merdeka (Kurmer). Mereka meramaikan dunia maya dengan meme dan tulisan tentang rencana penggantian Kurmer dengan Kurikulum Ful-Ful. Kurikulum Ful-Ful ini muncul sebagai bentuk interpretasi mereka atas pernyataan Pak Menteri bahwa dalam deep learning itu ada tiga ful, yaitu mindful learning, meaningful learning dan joyful leaning.
Kehebohan ini baru berhenti setelah Pak Menteri menyampaikan klarifikasi bahwa deep learning bukanlah kurikulum, ia hanya sebuah pendekatan belajar. Deep learning merupakan hasil reinventing konsep pembelajaran yang sudah ada dan diangkat kembali sebagai alternatif pendekatan dalam belajar.
Kehebohan juga terjadi ketika Pak Menteri memberikan penjelasan tentang rencana pemerintah baru yang akan menaikkan gaji guru. Guru ASN akan dinaikkan gaji/tunjangannya sebesar satu kali gaji dan guru non-ASN akan menerima tambahan gaji sebesar Rp. 2 juta. Tentang nominal 2 juta ini kita semua memiliki memori masa kampanye, dimana ada janji menaikkan gaji guru sebesar Rp. 2 juta.
Ungkapan, “kenaikan satu kali gaji pokok bagi guru ASN” mengalami (mis)intrepretasi ketika diterima oleh warga, khususnya guru. Mereka mulai membuat intrepretasi bahwa guru ASN, baik yang sudah bersertifikat pendidik maupun yang belum, akan mendapatkan kenaikan satu kali gaji pokok. Guru ASN yang sudah sertifikasi pun membuat hitungan. Misalnya, jika guru ASN yang sudah bersertifikasi itu bergaji pokok Rp. 4 juta, maka setiap bulannya akan menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp.12 juta (gaji pokok + tunjangan sertifikasi + 1 kali gaji pokok).
Demikian pula dengan guru honorer, mereka pun memiliki (mis) interpretasi bahwa mereka akan menerima tambahan gaji sebesar Rp 2 juta. Jika sekarang mereka bergaji 2 juta, maka mereka akan memperoleh penghasilan sebesar Rp. 4 juta setelah ada penambahan gaji seperti yang disampaikan Pak Menteri.
Sebagai guru, saya berharap bahwa misintrepretasi para guru ini terbukti benar. Guru ASN yang sudah bersertifikasi akan menerima tiga kali gaji pokok dan yang belum sertifikasi juga mendapat dua kali gaji pokok. Guru non-ASN juga mendapatkan tambahan Rp. 2 juta sebagaimana dijanjikan di masa kampanye, bukan hanya sekadar omon-omon kosong.
Mengapa terjadi Misinterpretasi?
Misinterpretasi atau salah paham terjadi karena beberapa hal. Salah satu sebab terjadinya misinterpretasi adalah ketidakjelasan atau ambiguitas pesan yang disampaikan. Bisa jadi, pesan yang disampaikan oleh pengirim pesan masih bersifat umum, belum terperinci. Pengirim pesan hanya menyampaikan konten secara global. Inti dan rincian pesan tidak sepenuhnya tersampaikan sehingga menimbulkan ketidakjelasan/ ambiguitas. Pesan yang ambigu akan memunculkan banyak (mis)interpretasi dari penerima pesan.
Misinterpretasi juga bisa disebabkan oleh adanya informasi yang berlebihan. Banyaknya informasi mentah yang tergesa-gesa dishare ke luar akan memunculkan salah paham. Ide-ide atau pesan intinya tidak tertangkap dengan jelas oleh penerima pesan. Yang ditangkap hanya kulitnya atau judulnya saja. Apalagi kalau si penerima belum terlatih dalam kompetensi literasinya.