Himbauan KPU agar tidak melibat anak-anak perlu disikapi dengan bijak dan dicermati kasus perkasus. Dalam hari pencoblosan pemilu caleg tanggal 9 April 2014 misalnya, pasti ada para pemilih yang datang ke TPS dengan anak-anaknya. Memang tidak sampai menimbulkan masalah yang merepotkan pada saat orang tua memasuki bilik TPS. Anak-anak dapat dijaga oleh ayah atau ibunya yang melaksanakan hak pilihnya secara bergantian.
Bagi mereka yang datang tidak bersama suami atau isteri, dapat berbarengan dengan kerabat atau tetangga yang dapat dititipi anak-anak selama ditinggal ke bilik suara yang hanya berlangsung selama beberapa menit saja. Dengan perkataan lain tidak perlu KPPSÂ minta bantuan relawan misalnya, untuk menjaga anak-anak para pemilih yang akan masuk bilik suara. Dilain fihak tidak banyak para pemilih yang datang ke TPS dengan sejumlah anak-anak.
Realita ini dapat dijumpai di banyak TPS, paling tidak di TPS 38 yang berada di salah satu ruang kelas SDN Ragajaya Perumahan Rumpun Pertanian Citayam Rt 05 Rw 12 Desa Ragajaya Kec Bojonggede Kab Bogor Prop. Jawa Barat. Juga di TPS sekitarnya, sebagaimana konfirmasi awak media baranews.co dengan pak Haryono, salah seorang relawan pemantau pemilu RW12 yang dibenarkan melalui wawancara sekilas dengan salah seorang saksi parpol Nasdem, yang harus menjadi saksi di beberapa TPS karena keterbatasan kader mereka.
Kondisi ini tentu sangat berbeda dengan masalah keterlibatan anak-anak pada waktu kampanye selama 3 minngu yl. KPU menghimbau bahkan melarang anak-anak ikut kampanye meski bersama orang tuanya. Masalahnya tidak semudah itu pelaksanaa di lapangan, meski ada relawan yang siap membantu dengan tempat penitipan anak, misalnya. Orang tua tidak akan tega berpisah dengan anak dalam waktu beberapa jam pelaksanaan pemilu dan anak juga tidak serta merta mau bersama pengasuh yang baru dikenalnya.
Dilain fihak panitia kampanye hampir selalu menyelenggarakan hiburan untuk menarik kehadiran para konstituen dan simpatisan parpol ybs. Boleh jadi para orang tua dan orang dewasa lainnya juga lebih tertarik kepada hiburannya, dari pada mendengarkan pidato kampanye dengan program-program yang menjanjikan sekalipun. Dengan perkataan lain keberadaan anakanak dalam kampanya pemilu menjadi dilematis yang perlu dievaluasi lebih lanjut untuk diterapkan pada pereode lima tahun mendatang.
Beberapa masukan untuk itu antara lain, meniadakan kampanye terbuka untuk diganti dengan kampanye tertutup dalam diskusi interaktif yang disebar luaskan melalui media masa elektronik dan teleconference yang hanya dapat diikiuti oleh orang-orang dewasa. Penyelenggaraan kampanye tertutup ini pasti dapat diselenggarakan di banyak tempat dapil dengan menghadirkan caleg ybs. Strategi ini tentu akan lebih efektif dan efisien bagi para caleg untuk lebih memperkenalkan diri kepada para konstiuennya. Dilain fihak akan dapat mengurangi kasus-kasus politik uang yang mencolok vulgar, dengan mengalihkan penggunaan uang ini untuk penyelenggaraan kampanye tertutup.
Solusi alternatif lain perlu dipertimbangkan adalah membiarkan anak-anak mengikuti kampanye terbuka, namun dengan kemasan pengarahan yang lebih mendidik. Misalnya anak-anak harus menggunakan atribut sekolah, pramuka, komunitas seni budaya dan olahraga, karang taruna, dsb. Buatkan yel-yel dan slogan yang heroik, unik atau lain daripada yang lain dan tidak terkait dengan parpol tertentu. Hitung-hitung adalah pembelajaran informal dan non formal, bukan dalam hal politik praktis atau apapun namanya. Tetapi adalah pembelajaran wawasan nusantara, wawasan berbangsa dan bernegara yang baik dan benar. (M Arifin Basyir)
Tags : kampanye, pemilu caleg 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H