Mohon tunggu...
Arifin Basyir
Arifin Basyir Mohon Tunggu... pensiun pegawai negeri -

jujur aja n terus terang sebenarnya aq ini gaptek asli. awalnya ngenal komputer itu sebagai salah satu mainan anak (komidi puter). demikian juga tentang internet, dulunya ngenal itu sebagai makanan (instan mi, telur dan kornet). awal belajar ngenet didaftarin teman jadi anggota jamaah feisbukiyah (belakangan baru tahu kalau istilah yang bener feisbuker). ketika jadi feisbuker tiap buka akun koq ada tulisan apa yang kau pikirkan dan tuliskan sesuatu di dinding. iseng-iseng belajar nulis disitu. nulis lagi di dinding feisbuker artis tentang surat cinta dan puisi cinta. belajar terus baca koran kompas.com, disitu ada kolom komentar. iseng lagi nulis disitu. pada suatu hari mengenal kompasiana.com. ada kolom komentar yang cukup luas untuk belajar nulis. asyik juga jadi komentator. lama-lama terangsang pingin nulis artikel. waktu ada iklan blogshop, buru-buru ngedaftar. pernah ngikuti blogshop sampai 3 kali (cimart cikarang, kompas jakarta dan itb bandung). sekarang lumayan agak melek teknologi, bisa sedikit nulis n posting aja sudah untung. ya gapteknya masih ada juga sih. belum bisa membuat tautan link klik disini. semoga ada blogshop yang ngajarin gituan. kalau nggak semoga ada relawan yang mau ngajari. aku mau datangi rumahnya, hitung-hitung kopdar... gitu loh. lagian mungkin dapat kopi sungguhan....'kali

Selanjutnya

Tutup

Politik

Golput Hendak Dikemanakan, Siapa Peduli? (1)

20 April 2014   21:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:26 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari 190 surat suara yang masuk, paling tidak terdapat 17 surat suara yang dinyatakan tidak sah dalam penghitungan di TPS 38 pada Pemilu caleg 9 April 2014. Dengan berbagai alasan atau keadaan, yaitu surat suara tidak ada coblosan sama sekali, coblosan terdapat pada lebih satu lubang dalam kolom partai yang berbeda dan coblosan terdapat diluar kolom yang sudah ditentukan.  Selama ini surat suara tersebut dapat dikatagorikan berasal dari orang-orang yang disebut sebagai golput. Perlu dicermati bahwa golput tidak serta merta terjadi seperti kasus tersebut.

Seorang anggota KPPS di TPS 38 itu yang berlokasi disalah satu ruang kelas SDN Ragajaya dalam kawasan Perumahan Rumpun Pertanian Citayam RT 05 RW 12 Desa Ragajaya Kec Bojonggede Kab Bogor Prop Jawa Barat. Pak Syarifmusa begitu namanya sering disapa, terpaksa harus menolak calon pemilih yang tidak membawa undangan sebagai tanda terdaftar dalam DPT setempat. Orang ini membawa KTP DKI Jakarta dan seharusnya memilih disana.

Kasus semacam ini tentu banyak terjadi diberbagai TPS, meski hari H pemilu adalah hari libur resmi. Tidak menutup kemungkinan banyak orang melakukan perjalanan untuk berbagai keperluan dan bekera dalam sistem sift, kerumah sakit atau keadaan penting lain yang tidak dapat ditunda misalnya. Hampir dapat dipastikan bahwa orang-orang semacam ini akan mendapat lebel ‘golput’.

Dari penelusuan awak media baranews.co dalam wawancara singkat dengan anggota KPPS tersebut, mengatakan bahwa identitas KTP untuk memilih hanya berlaku bagi penduduk setempat sesuai KTP yang dibawanya, meski tidak terdaftar dalam DPT.  ‘Ini peraturan perundangan dari KPU’, bukan kebijaksanaan KPPS, begitu penjelasan lebih lanjut.

Penjelasan lebih lanjut lagi KPPS mengatakan bahwa orang-orang perantarauan semacam itu dapat memilih di TPS mana saja, sepanjang membawa surat keterangan mutasi TPS form tertentu dari daerah DPT asalnya terdaftar. Dengan perkataan lain orang harus mempersiapkannya dan harus melakukan perjalanan yang perlu ongkos, minimal transportasinya. Hal ini untuk menghindari seseorang memilih dilebih satu TPS, meski sudah diberi tanda pengaman tinta stempel dijarinya, begitu jelasnya lebih rinci.

Suatu alasan yang dapat diterima mengenai tanda tinta stempel dijari bagi orang yang sudah memilih. Karena dapat saja dengan segera tinta ini dicuci dengan thinner cat, alkohol absolut, aseton atau zat kimia lain, misalnya. Perlukah tanda ini perlu diubah dengan tinta tato temporer yang mungkin lebih tahan lama beberapa hari? Apakah tato temporer tidak dapat segera dihapus dengan bahan kimia tersebut diatas?

Terpaksa menjadi golput seperti kasus ini tentu banyak jumlahnya. Banyak urbanisator kalangan bawah, misalnya buruh pabrik, bangunan, pedagang asongan, kuli diberbagai tempat yang harus berpikir dua atau tiga kali untuk membayar transport demi melaksanakan hak pilihnya atau mengurus mutasi TPS. Bahkan golongan menengah sekalipun juga berfikir untuk kepentingan yang hanya beralangsung beberapa jam selama lima tahun sekali ini. Misalnya para pekerja transportasi dan mahasiswa yang kos di perantarauan, mewakili golongan menengah ini jumlahnya cukup banyak.

Golput paling tidak setiap lima tahun sekali, istilah ini muncul seiring dengan peleksanaan pesta demokrasi pemilu. Keberadaannya hampir dapat dipastikan menjadi masalah tersendiri, bagaikan duri dalam daging pada hidangan pesta demokrasi tersebut. Dicela disana sini sebagai orang yang tidak punya pilihan, tidak punya pendirian dan bahkan tidak punya kepercayaan diri. Lebih dari itu pernah pula terdengar isu fatwa MUI yang memberi lebel haram kepada perilaku mereka.

Sejelek itukah keberadaan golput dalam negara yang katanya menjunjung tinggi kearah demokrasi. Berbagai penyebab dan alasan seseorang menjadi golput dan belum ada kriteria atau definisi yang pas untuk golput. Ada yang mengatakan golput adalah hak azasi manusia yang dilindungi undang-undang. Hak untuk memilih atau menentukan sikap ‘tidak memilih’ atau independen (?)

Secara arti harafiah independen bagi golput yang mengacu pada arti bebas memilih, maka idealnya sama artinya dengan politisi atau caleg kutu loncat yang mempunyai hak dipilih. Bebas pindah kemana saja parpol yang mereka ikuti yang memungkinkan memberi kemenangan, kenyamanan dan keamanan dalam meniti karir politiknya. Sebaliknya bagi golput independen dapat berarti bebas tidak kemana saja, bebas tidak terikat dan bebas tidak memilih siapa saja.

Sebagaimana komitmen azas bebas dalam istilah pemilu atau lengkapnya luber dan jurdil, ‘langsung umum bebas, rahasia jujur dan adil’, perlu dipatuhi secara konsekuen dan konsisten. Keberadaan golput perlu dilihat kasus perkasus dan dicarikan solusi untuk mengurangi jumlahnya. Jangan hanya mencela, mengatasi masalah tanpa solusi dan apalagi mengharamkannya. KPU perlu mengevaluasi dan merubah sebagian peraturan mekanisme penyelenggaraan pemilu.

Salah satu yang perlu dieavaluasi adalah peraturan terkait pemilih yang menggunakan identitas KTP, baik yang terdaftar maupun tidak dalam DPT. KTP adalah dokumen identitas yang berlaku nasional, apalagi KTP elektronik yang lebih canggih manajemennya. Tidak adil kalau identitas KTP untuk pemilu hanya berlaku setempat atau regional. Kalaupun tanda pengaman tinta belum cukup aman, nomer induk kependudukan (NIK) pasti dapat sebagai perangkat elektronik pengaman. Banyak warnet diberbagai tempat yang dapat disewa untuk diberdayakan sebagai TPS khusus.

Seperti pemilu bagi pemilih yang berada diperantarauan luar negeri, suara mereka dapat ditampung satu arah yaitu  DKI Jakarta. Mereka dapat melaksanakan hak pilih mengirim suara lewat pos, email atau perangkat online dan onair, misalnya. Perantarauan atau urbanisator dalam negeri juga banyak jumlahnya, mereka masih punya hak dan kewajiban yang sama sebagai warga negara yang baik dalam pemilu. Maka kinerja PPLN perlu diterapkan didalam negeri untuk menampung aspirasi mereka.

Kalaupun belum dapat diterapkan pada pemilu capres-cawapres 9 Juli 2014 yang tinggal bebera bulan ini, maka mekanisme PPLN perlu diterapkan pada pemilu lima tahun mendatang dan seterusnya. Golput jangan hanya dipandang sebelah mata, apalagi dicela bahkan diharamkan. Mereka juga warga negara yang mempunyai hak dan kewajiban azasi yang dilindungi undang-undang. Potensi mereka cukup banyak, masalahnya pada sistem pemilu, bukan serta merta ideologi yang dianggap menyimpang.

Tags: "serbaserbipemilu"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun