Mohon tunggu...
Arifin Basyir
Arifin Basyir Mohon Tunggu... pensiun pegawai negeri -

jujur aja n terus terang sebenarnya aq ini gaptek asli. awalnya ngenal komputer itu sebagai salah satu mainan anak (komidi puter). demikian juga tentang internet, dulunya ngenal itu sebagai makanan (instan mi, telur dan kornet). awal belajar ngenet didaftarin teman jadi anggota jamaah feisbukiyah (belakangan baru tahu kalau istilah yang bener feisbuker). ketika jadi feisbuker tiap buka akun koq ada tulisan apa yang kau pikirkan dan tuliskan sesuatu di dinding. iseng-iseng belajar nulis disitu. nulis lagi di dinding feisbuker artis tentang surat cinta dan puisi cinta. belajar terus baca koran kompas.com, disitu ada kolom komentar. iseng lagi nulis disitu. pada suatu hari mengenal kompasiana.com. ada kolom komentar yang cukup luas untuk belajar nulis. asyik juga jadi komentator. lama-lama terangsang pingin nulis artikel. waktu ada iklan blogshop, buru-buru ngedaftar. pernah ngikuti blogshop sampai 3 kali (cimart cikarang, kompas jakarta dan itb bandung). sekarang lumayan agak melek teknologi, bisa sedikit nulis n posting aja sudah untung. ya gapteknya masih ada juga sih. belum bisa membuat tautan link klik disini. semoga ada blogshop yang ngajarin gituan. kalau nggak semoga ada relawan yang mau ngajari. aku mau datangi rumahnya, hitung-hitung kopdar... gitu loh. lagian mungkin dapat kopi sungguhan....'kali

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Orang Jadul yang Satu Ini Mungkin Bisa Jadi Termasuk Sosok Paling Indonesia

18 Mei 2011   04:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:31 763
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika terlahir di dunia seorang anak laki-laki ke tujuh dari sembilan orang bersaudara yang dua orang diantaranya perempuan itu, adalah anakdari seorang tua bernama H. Umar yang kala itu sedang menunaikan ibadah haji di tanah suci kota Mekah. Karenanya anak lelaki itu diberi nama Tumekah, yang berasal dari penggalan kata wektu atau waktu dan Mekah yang artinya waktu lahir orang tuanya berada di Mekah. Dikemudian hari setelah dewasa dan menikah Tumekah menyandang nama Muhammad Kasim mengikuti budaya jaman dahulu yang tradisinya memang seperti itu, yaitu mempunyai dua nama, ketika kecil dan nama dewasa serta belum lazim ada akta kelahiran. Atau mungkin hanya secarik kertas surat keterangan dari kepala desa yang memungkinkan seseorang mudah berganti nama. Bahkan pergantian nama seseorang bisa jadi berkali-kali terutama pada anak yang menderita sakit-sakitan.

Ketika itu masih dalam alam penjajahan Belanda yang dikalangan orang awam sering disebut Kumpeni Belanda atau kata singkat kumpeni begitu saja. Kata kumpeni berasal dari kata company dalam rangkaian kata VOC, verenedge ost indische company. Istilah VOC mungkin nama suatu perusahaan pemerintah Belanda atau nama pemerintahan rezim penjajah Belanda waktu itu, lebih jelasnya tengok lagi pelajaran sejarah anak sekolah. Di mata orang awam VOC maupun Belanda adalah sama saja, bangsa penjajah yang banyak menyengsarakan kehidupan rakyat.

Beranjak dewasa pemuda yang bernama Tumekah ini ternyata mempunyai pemikiran rasa nasionalisme yang cukup lumayan dan cerdas diantara saudara-saudaranya yang lain. Dari sembilan orang bersaudara yang dua orang diantaranya perempuan, Tumekah dapat menguasai baca tulis huruf jawa, melayu,latin, arab dan bahasa belanda yang pada waktu itu masih langka di kalangan penduduk pribumi. Sementara saudara-saudara lainnya hanya menguasai bahasa jawa dan baca tulis huruf arab yang dipelajari dari pesantren setempat. Dengan caranya tersendiri pemuda Tumekah memang mampu bergaul dengan siapa saja termasuk kalangan penjajah, meski sebenarnya sama sekali tidak suka dengan keberadaan para penjajah tersebut.

Dari segi ekonomi kehidupan pemuda Tumekah sebenarnya sudah lebih dari cukup, mengingat orang tuanya termasuk orang berada di desanya dengan usaha jual beli hasil bumi dan mempunyai sawah dan beberapa jenis hewan ternak.Dengan mengandalkan dan ikut mengurus usaha milik keberadaan orang tuanya pemuda sebenarnya Tumekah sudah cukup mampu untuk berdiri sendiri membina rumah tangga. Namun secara diam-diam pemuda Tumekah mampu mempengaruhi orang-orang Belanda dan kemudian bekerja di suatu pabrik gula yang tak begitu jauh dari tempat tinggalnya (kini bernama PG Soedhono yang berada di desa/kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur).

Dengan kemampuan autodikdak yang dimiliki pemuda Tumekah mampu menduduki jabatan penting yang umumnya banyak dipegang oleh orang-orang Belanda, antara lain menjadi mandor para pekerja pribumi dan suatu jabatan administrasi yang pada waktu itu disebut dengan istilah clerk atau mungkin semacam juru catat produksi suatu pabrik. Pada jamannya itu dapat bekerjasama dengan Belanda merupakan suatu keistimewaan tersendiri, antara lain mendapatkan fasilitasi dan penghasilan tinggi untuk ukuran orang desa. Namun sebenarnya bukan semata-mata hanya materi itu saja yang diharapkan oleh pemuda Tumekah, melainkan ingin mengetahui sepak terjang,seluk beluk dan liku-liku kehidupan para penjajah.

Kehidupan dalam suasana penjajahan tak ubahnya diseliputi keadaan yang mencekam, perang dan keadaan darurat bahaya udara dengan suara sirine meraung-raung serta desingan tembakan peluru di sana sini hampir selalu mewarnai gelapnya sepanjang malam. Pada keadaan seperti itu para penduduk diharuskan mematikan semua lampu dan penerangan lain serta berlindung didalam bunker yang harus selalu ada di setiap rumah tangga. Dengan alasan keamanan semua penduduk tidak boleh keluar rumah selepas waktu sholat maghrib sampai subuh.

Kejadian seperti itu sudah terlalu sering dialami pemuda Tumekah dan selalu dicermati, apakah sebenarnya yang terjadi? Apakah benar terjadi serangan tentara sekutu terhadap Belanda yang menjajah negeri orang nusantara ini? Pada suatu hari pemuda Tumekah dengan mengajak beberapa temannya yang sepaham sengaja keluar dari bunker mencari informasi dan menyelinap disemak-semak belukar memperhatikan ’suasana perang’ yang selalu mengusik ketenangan para penduduk. Pada waktu demikian memang terjadi hilir mudik truk militer Belanda yang tertutup terpal mungkin membawa pasukan atau persenjataan, begitu pikir Pemuda Tumekah dan teman-temanya.

Namun apa sebenarnya yang terjadi sesungguhnya? Hasil penyisiran dan penelusuran informasi lebih lanjut menunjukkan bukti bahwa yang diangkut oleh truk-truk militer Belanda sama sekali bukan pasukan dan persenjataan. Ternyata mengangkut rempah-rempah dan hasil bumi lainnnya termasuk gula dari pabrik tempat pemuda Tumekah bekerja. Semua itu diangkut menuju kota yang selanjutnya ke pelabuhan dan dikapalkan menuju negeri Belanda. Begitulah penjajah mengelabui menguras hasil bumi dengan manouver perang dan bahaya udara serta mengharuskan para penduduk masuk bungker dengan alasan keamanan dan keselamatan jiwa mereka.

Hal itulah semakin menimbulkan antipati pemuda Tumekah dan kawan-kawannya terhadap ulah para penjajah. Karena itu pula semangat anti penjajahan semakin membara dikalangan pemuda Tumekah dan kawan-kawannya. Semangat itu diwujutkan dengan spontanitas terbentuknya kelompok sukarelawan yang siap sedia membantu perjuangan Tentara Rakyat Indonesia (TRI) yang dikemudian hari menjadi cikal bakal terbentuknya Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Pernah pada suatu hari pemuda Tumekah, dkk yang membantu TRI menangkap beberapa orang serdadu (kata serdadu mungkin berasal dari kosa kata soldier) Belanda yang menyerah kehabisan amunisi persenjataannya. Diantara para serdadu itu pernah terdapat orang-orang yang masih berumur belia dan ketika ditangkap menangis sambil meronta-ronta memanggil-manggil papi dan maminya. Dari hasil interograsi pemuda Tumekah yang sedikit mengerti bahasa Belanda ternyata serdadu belia itu adalah hasil rekruitmen wajib militer di negerinya Belanda sana yang dilatih kemudian dikirim tugas ke tanah jajahan. Meskipun menimbulkan sedikit iba dan kasihan para pemuda militan sukarelawan tetap memperlakukannya sebagai musuh dan diserahkan kepada aparat TRI.

Sebagai pemuda, Tumekah, dkk tak lepas dari kenakalan remaja pada umumnya yang terkadang sok asal usil jahil iseng dan semacamnya. Pernah suatu ketika menyerahkan tawanan serdadu, para pemuda sukarelawan ini meskipun bukan menyiksa tapi paling tidak mengerjain para serdadu tawanan tersebut. Mengikat diantara tangandengan tangan serdadu lainnya dalam jarak teratur dan disuruh berjalan beberapa kilometer menuju pos penjagaan atau tangsi TRI untuk diserahkan. Selain itu pernah pula selain mengikat diantara tangan mengikat pula alat kelamin (penis) satu dengan lainnya diantara para serdadu tawanan tersebut. Meskipun dilakukan pada malam hari mungkin hal ini termasuk pelecehan seksual yang pada zaman itu tentu belum dimengerti. Bahkan pernah pula para tawanan itu disuruh berjalan mundur atau melangkah miring menuju pos penjagaan TRI.

Ketika masa penjajahan kolonial Belanda beralih ke zaman penjajahan Jepang seputar revolusi Indonesia merebut kemerdekaan, pengelolaan pabrik gula ditempat pemuda Tumekah bekerja secara otomatis juga beralih ke bangsa Jepang. Bersamaan itu pula pemuda Tumekah keluar dari pekerjaannya meskipun sudah mendapatkan kedudukan yang baik dan masih diperlukan oleh pengelola yang baru. Dalam benak pikiran pemuda Tumekah tetap membenci penjajahan, baginya bangsa Belanda maupun Jepang tentu sama saja sebagai penjajah.

Bagi pemuda Tumekah dan kawan-kawannya yang sehaluan dan seperjuangan sebagaimana cita-cita bangsa yang didengungkan para pemimpin waktu itu. Bangsa Indonesia memang cinta damai, tetapi lebih cinta kemerdekaan. Merdeka atau mati adalah adalah harga diri dan harga mati yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sadumuk batuk sanyari bumi ajining diri kudu dibelani tumekaning pati, kemerdekaan adalah harga diri bangsa yang harus dibela sampai mati.

Pemuda Tumekah memang tidak berlanjut menjadi pejuang, sejak keluar dari pabrik gula hijrah ke desa tetangga melanjutkan karir hidupnya sebagai petani dan berjualan hasil bumi untuk menghidupi keluarga yang waktu itu pemuda Tumekah telah menikah dan mempunyai beberapa anak. Di desa yang baru itu beliau mendapatkan bantuan dari teman sehaluan dan seperjuangannya dulu yang waktu itu telah berhasil kehidupannya dan menjabat sebagai kepala desa (waktu itu sebutannya adalah lurah). Pak lurah Kamari begitu biasa disapa adalah kepala desa Dempel Kecamatan Geneng Kabupaten Ngawi Propinsi Jawa Timur pada waktu itu, memberi bantuan pak Tumekah tempat tinggal rumah sederhana di desa pada umumnya dan menjalankan usaha pak lurah Kamari dalam berjualan hasil bumi dan petani yang banyak punya sawah yang sangat luas.

Dalam sejarah kehidupannya pak Tumekah tetap konsekuen dan konsisten dengan komitmennya membenci semua bentuk penjajahan oleh bangsa manapun. Sikap hidupnya itu diwujudkan dengan ’memboikot kepentingan atau yang menurut penuturannya berbau penjajajah’. Memang suatu pemahaman yang sangat sederhana bersahaja dan hanya untuk dirinya sendiri atau tidak berlaku bagi anggota keluarga yang lain dan teman-temannya. Antara lain adalah tidak mengkonsumsi atau memakai produk pabrikan atau hal-hal lain yang berhubungan dengan teknologi modern yang diyakini itu adalah buatan bangsa penjajah.

Pak Tumekah tidak mau mengkonsumsi gula putih atau gula pasir, selama hidupnya hanya mengenal gula merah untuk masak kolak maupun masakan lainnya termasuk menyeduh kopi dan teh kesukaannya (gula merah yang pada waktu tempoe doeloe disebut sebagai gula jawa). Dalam berpakaian hanya mengenal kain tenun tradisional yang dibuat dengan alat tenun bukan mesin yang waktu itu populer dengan sebutan kain kentel . Ketika sakit tidak mau dibawa ke rumah sakit atau dokter, tetapi hanya mau minum jamu-jamuan racikan dari tumbuh-tumbuhan atau kalaupun mau dibawa berobat adalah mendatangi atau mendatangkan dukun. Boikot lain adalah tidak mau difoto dan bahkan sampai-sampai tidak mau menunuaikan ibadah haji dengan alasan hanya karena harus naik kapal laut (kini dengan pesawat terbang) suatu bentuk alat transportasi modern yang diyakini buatan bangsa penjajah.

Sekali lagi tindakan perilaku biokot hanya berlaku untuk diri sendiri, bukan untuk anggota keluarga lainnya. Hal ini terbukti ketika ditunjukkan foto-foto anak-anak dan cucunya terkesan juga menikmati dengan memuji dan membanggakannya sebagai anak-anak atau cucu-cucu yang cantik, ganteng, gagah, dsb dan bahkan mengkoreksi misalnya pose kurang tersenyum, kurang bergaya, dsb. Demikian pula bila ada anggota keluarga yang sakit pak Tumekah selalu siap mengantarkan pergi ke tempat pelayanan kesehatan yang waktu itu beliau menyebutnya sebagai klinik Bekia, dengan kendaraan sepeda pancal atau naik dokar atau delman. (Bekiaberasal dari tulisan papan nama BKIA/Balai Kesehatan Ibu dan Anak yang kini bernama puskesmas).

Pak Tumekah memang hanya seorang rakyat jelata yang hidup sederhana di desa dan kini telah tiada, tetapi mampu mengajarkan dan meninggalkan suatu nilai-nilai nasionalisme dan bahkan heroisme serta memahami mencintai produk bangsanya sendiri. Beliau mengajarkan pula suatu pemahaman bahwa seseorang harus pandai atau berpendidikan agar tidak dibodohi atau dijajah oleh orang lain atau bangsa lain. Karena itu beliau selalu menganjurkan kepada anak-anak dan cucu-cucunya agar menuntut ilmu di sekolah setinggi mungkin. Dalam kehidupan beliau yang menikah dengan almarhum ibu Djumirah yang hanya sekali seumur hidupnya itu dikaruniai 12 orang anak yang terdiri 6 orang lelaki dan 6 orang perempuan.

Pak Tumekah memang bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa, bukan seorang bak pahlawan yang dikenal banyak orang. Tetapi beliau mampu menjadi pahlawan, paling tidak bagi anak-anak dan cucu-cunya. Kisah kehidupan masa lalu jadul yang masih sempat terekam dan terungkap sebagaimana di ceritakan langsung oleh salah seorang anaknya yang nomer sembilan bernama lengkap Muhammad Arifin Basyir.

Tags : ”telkomsel

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun