Mohon tunggu...
Arifiah Nurinda
Arifiah Nurinda Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

Saya Arifiah Nurinda, Umur 19 Tahun sebagai Mahasiswa di Universitas 17 Agustus 1945

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Penafsiran Tanda Larangan "Dilarang Parkir di Trotoar" di Sepanjang jalan A. Yani Surabaya

17 November 2024   19:34 Diperbarui: 17 November 2024   19:43 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanda larangan "Dilarang Parkir di Trotoar" yang terlihat dalam foto adalah aturan yang memiliki dasar kuat, baik secara hukum, moral, maupun agama. Pemasangan palang ini di sepanjang Jalan Ahmad Yani, Surabaya, menunjukkan upaya pemerintah untuk menciptakan ketertiban, kenyamanan, dan keselamatan bagi pengguna jalan, terutama pejalan kaki. Berikut adalah tafsiran dari berbagai perspektif serta alasan mendukung aturan tersebut.

Tafsiran Berdasarkan Kitab Suci

Dalam kitab suci berbagai agama, terdapat prinsip yang mengajarkan pentingnya keadilan, penghormatan terhadap sesama manusia, dan menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam Islam, misalnya, Al-Qur'an mengajarkan prinsip untuk tidak merugikan orang lain, seperti yang disebutkan dalam Surah An-Nisa (4:29), "Dan janganlah kamu memakan harta di antara kamu dengan jalan yang batil...". Larangan ini bisa diperluas ke prinsip lebih luas: tidak mengambil hak orang lain, termasuk hak pejalan kaki yang membutuhkan trotoar untuk berjalan dengan aman.

Dalam agama Kristen, terdapat ajaran dalam Matius 7:12 yang mengatakan, "Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka." Ini mengajarkan sikap empati terhadap sesama, termasuk memberikan ruang yang layak kepada pejalan kaki, tanpa mengambil hak mereka.

Dari kedua ajaran ini, dapat disimpulkan bahwa memarkir kendaraan di trotoar adalah tindakan yang melanggar nilai-nilai moral karena merampas hak pengguna trotoar, yang seharusnya diperuntukkan bagi pejalan kaki.

Tafsiran Berdasarkan Norma Sosial

Secara norma sosial, memarkir kendaraan di trotoar mengganggu ketertiban umum dan merugikan masyarakat. Trotoar adalah fasilitas yang dibangun untuk memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki. Ketika trotoar dipenuhi kendaraan yang diparkir, masyarakat, terutama anak-anak, lansia, atau penyandang disabilitas, terpaksa berjalan di badan jalan, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan.

Norma sosial mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan individu. Dengan menaati aturan ini, masyarakat menunjukkan rasa tanggung jawab dan solidaritas terhadap pengguna jalan lainnya.

Dasar Hukum Larangan Parkir di Trotoar

Larangan parkir di trotoar diatur secara tegas dalam Undang-Undang dan peraturan terkait:

  1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:
  • Pasal 131 ayat (1) menyebutkan bahwa pejalan kaki memiliki hak atas fasilitas pendukung seperti trotoar.
  • Pasal 275 ayat (1) mengatur bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengganggu fungsi fasilitas pejalan kaki dapat dikenakan sanksi berupa denda hingga Rp 250.000 atau kurungan paling lama satu bulan.
  1. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2014 tentang Pedoman Perencanaan, Penyediaan, dan Pemanfaatan Prasarana dan Sarana Jaringan Pejalan Kaki di Kawasan Perkotaan:
  • Trotoar adalah bagian jalan yang hanya diperuntukkan bagi pejalan kaki, dan penggunaannya untuk parkir kendaraan adalah pelanggaran.

Mengapa Saya Setuju dengan Aturan Ini?

Saya mendukung aturan larangan parkir di trotoar karena berbagai alasan. Pertama, trotoar dirancang khusus untuk melindungi pejalan kaki. Ketika fungsi ini terganggu oleh kendaraan yang parkir, risiko kecelakaan meningkat, terutama di jalan protokol seperti Jalan Ahmad Yani yang memiliki lalu lintas padat. Kedua, memarkir kendaraan di trotoar mencerminkan sikap egois dan tidak mematuhi norma sosial serta hukum yang berlaku. Ketiga, dengan menjaga trotoar tetap bebas dari kendaraan, kita menciptakan lingkungan yang lebih nyaman, aman, dan beradab bagi masyarakat luas.

Kesimpulan

Pemasangan tanda larangan parkir di trotoar di sepanjang Jalan Ahmad Yani, Surabaya, adalah upaya yang patut diapresiasi. Tidak hanya memiliki dasar hukum yang kuat, tetapi juga sejalan dengan prinsip moral dan norma sosial yang berlaku. Aturan ini harus dipatuhi oleh seluruh masyarakat demi kenyamanan dan keselamatan bersama. Dengan mematuhi aturan ini, kita berkontribusi menciptakan lingkungan yang lebih tertib dan menghormati hak pejalan kaki sebagai bagian penting dari pengguna jalan.

dilarang parkir di trotoar (dokpri)
dilarang parkir di trotoar (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun