Sebelumnya nama yang pernah tenar dengan Jamsostek ini melakukan transformasi pada 1 Januari 2014. Ya, PT Jamsostek (Persero) berubah menjadi Badan Hukum Publik yakni BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Ketenagakerjaan.
Awalnya program dari PT Jamsostek ialah untuk memberikan perlindungan dasar guna memenuhi kebutuhan minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya akibat risiko sosial. Risiko sosial yang terjadi ini dampak dari terjadi kecelakaan atau kematian yang menyebabkan hilangnya keberlangsungan penerimaan pendapatan.Â
BPJS Ketenagakerjaan terus melakukan upaya peningkatan baik dari segi pelayanan, program serta manfaat yang tidak hanya memberikan manfaat kepada karyawan/pekerja dan pengusaha, namun setiap penduduk Indonesia bisa mendaftar menjadi pesertanya.
Untuk programnya sendiri BPJS Ketenagakerjaan mencakup:
1. JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja)
2. JKM (Jaminan Kematian)
3. JHT (Jaminan Hari Tua)
4. JPK (Jaminan Pemeliharaan Kesehatan)
Di mana manfaatnya bisa diperoleh bagi pekerja maupun keluarganya.
Nah, saya sudah terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan sejak Maret 2015 sewaktu masih bekerja di perusahaan lama. Awalnya saya merasa ragu terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan ini, karena sebelumnya saya sudah mempunyai asuransi swasta yang saya bayar rutin setiap bulannya, manfaat yang saya dapatkan dari asuransi swasta dan BPJS Ketenagakerjaan hampir sama. Benefit yang saya dapatkan dari asuransi swasta ialah meliputi jaminan pemeliharaan kesehatan, jaminan kematian, dan dana investasi.
Namun setelah menimbang besarnya iuran yang harus saya bayar untuk asuransi swasta. Selain itu manfaat yang didapat hampir sama dengan BPJS Ketenagakerjaan, sayapun memutuskan utnuk mengakhiri asuransi swasta. Biaya yang saya bayarkan untuk asuransi swasta setiap bulannya lumayan juga, yakni sekitar Rp. 350.000. Dengan rincian 1/3 bagian untuk dana investasi dan 2/3 bagiannya untuk jaminan pemeliharaan kesehatan dan jaminan kematian.
Untuk dana investasinya baru bisa diambil kalau sudah 10 tahun kepesertaan di asuransi swasta tersebut atau bisa ditabung sampai nanti kita pensiun dari kerja.
Alhamdulillah saya masih diberikan kesehatan dan keselamatan. Hingga akhirnya saya tidak pernah menggunakan asuransi tersebut.
Meskipun BPJS Ketenagakerjaan tidak sepenuhnya mengcover seluruhnya jaminan kesehatan. Tetapi untuk program yang ada sudah cukup bagus karena saya juga memiliki BPJS Kesehatan guna jaminan kesehatan. Sehingga dua kartu tersebut saling melengkapi dan tentunya sangat bermanfaat.
Besarnya iuran yang saya bayarkan untuk BPJS Ketenagakerjaan yakni sekitar 5,7% dari penghasilan. Karena saya termasuk kategori penerima upah (pekerja) jadi pihak perusahaan yang membayar 3,7%nya dan saya hanya 2% dari penghasilan. Itupun dibayarkan langsung setiap bulannya dipotong dari penghasilan saya. Dengan begitu saya tidak perlu was-was untuk keterlambatan pembayaran iurannya, karena awal bulan sudah otomatis dibayarkan dari kantor.
Manfaat dari JHT sendiri sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan:Â
- Diambil maksimal 10% dari total saldo sebagai persiapan pensiun (karena pengunduran diri, PHK, atau meninggalkan wilayah Indonesia selamanya). Pengambilan sebagian hanya boleh dilakukan sekali selama menjadi peserta.Â
- Diambil maksimal 30% dari total saldo untuk perumahan. Pengalaman saya ketika dua tahun lalu saat berkunjung ke pameran perumahan. Banyak perumahan yang telah bekerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan dan menawarkan program di atas dengan manfaat yang di dapat sebagai peserta ialah ringannya uang muka. Sayang, karena belum ada perumahan yang cocok di hati waktu itu dan saya juga belum terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
BPJS Ketenagakerjaan juga akan memberikan informasi kepada peserta mengenai besarnya saldo JHT selain kita bisa mengecek saldo kita melalui websitenya.