Mohon tunggu...
Arif R. Haryono
Arif R. Haryono Mohon Tunggu... -

terkadang menulis, jarang bekerja, seringnya melamun dan bermimpi di siang bolong:....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Welcoming My Self to The Club 27

3 September 2010   04:11 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


Esok, secara resmi takdir menandaskan saya memasuki “Club 27” sebagai pertanda telah 27 tahun Sang Khalik menghadirkan saya di dunia fana ini. Secara filosofis, 27 adalah angka penanda waktu saya hidup. Sisi lainnya, 27 adalah waktu hitung mundur saya – dan kita semua – akan waktu penghitungan amal ibadah yang kita lakukan. Saya berharap dan berdoa, semoga baik semua adanya.

Jika banyak yang menyatakan “life begins at 40”, maka ijinkan saya menyatakan pada dunia dan alam bawah sadar saya bahwa “my life begins at 27!”.

Club 27 dalam terminologi industri musik Amerika adalah tempat berkumpulnya musisi yang menginspirasi. Mungkin anda tidak berpikir demikian, setidaknya saya begitu berpikirnya. Deretan nama-nama seperti Jim Hendrix, Kurt Cobain, Janis Joplin, Jim Morrison, Brian Jones, Mia Zapata, dan lain sebagainya bagi beberapa pihak adalah legenda. Inspirator yang kemudian menghiasi dunia kita dengan pesan perdamaian, anti-feodalistik, dan gaya hidup gypsi – yang saya tidak akan rekomendasikan untuk ditiru.

Lalu bukankah demikian cara kita mengenang mereka yang mendahului? Mengingat jasa, karya, perbuatan, tingkah-laku, canda, perkataan, dan warisan-warisan yang menginspirasi. Demikianlah kemudian mereka menjadi abadi. Raga mereka mungkin sudah tak tampak, tapi karya mereka tetap dikenang dan dibicarakan sebagai warisan bagi umat dunia.

27 adalah angka unik bagi saya. Ini bukan soal klenik-mistis dengan menambahkan dua angka tersebut dan membuahkan angka 9 – bilangan tertinggi dalam deret angka. Soal keberuntungan? Dari dulu saya beranggapan beruntung adalah bermain Russian Roulette tanpa peluru di dalamnya. Istri saya bahkan selalu berujar, tak ada keberuntungan. Itu adalah takdir Sang Ilahi.

Maka, singkirkan soal takhayul itu dari pikiran kita. Ini adalah soal berpikir untuk hidup yang abadi!

Chairil, salah seorang anggota Klub 27 pernah menyatakan demikian. Hidup abadi. Kita semua tahu itu tidak mungkin. Chairil meninggal di usia menjelang 27. Namun, bukankah puisinya tetap abadi hingga kini? Bahkan ia menginspirasi banyak orang dengan sajak-sajaknya. Membongkar setiap jerat kemapanan. Mendobrak tradisi kekakuan dunia sastra. Lalu berkata lantang menantang para penjajah.

“Aku
Jika telah tiba waktu ku
Takkan kubiarkan seorang pun menganggu
Begitu pun kau”

Gagah, meski tubuh itu selalu terlihat ringkih. Tetapi, bukankah para ulama selalu mengajarkan kita tentang kekuatan jiwa yang jauh lebih besar ketimbang raga.

Siapakah yang meragukan peran Chairil dalam perang kemerdekaan? Dia adalah mastermind slogan-slogan yang membakar semangat patriotik rakyat kebanyakan. Sajaknya tidak cengeng, karena ia tumbuh di masa kekacauan, maka tulisannya haruslah deras menyatukan setiap elemen bangsa. Lupakan dahulu soal kemampuan orasi Bung Karno, mari kita bicarakan warisan sang penulis bagi generasi kini. Tidak akan kalah!

Masanya Chairil selalu dikenang, dan hingga kini ia tetap dikenang. Dan melawan setiap pandangan awam mengenai konsepsi hidup-mati, bukankah kini ia sedang menapaki mimpinya untuk hidup 1000 tahun lagi?

Bukan nasihat sia-sia ketika Rasulullah mengajarkan kita untuk senantiasa bersilaturahim dengan sesama. Ajaran substantifnya adalah bahwa dengan berbuat demikian kita akan mengenang banyak orang, dan orang pun senantiasa mengenang kita. Ingat, manusia adalah mahluk pelupa nomor wahid.

Maka, jangan biarkan sejenak orang dapat melupakan kita.

Jika masyarakat AS mengenang para tokoh dengan membuat Club 27 sebagai memorial para musisi, maka kita harus membentuk memorial kita masing-masing. Sekumpulan orang hidup dengan karyanya, yang berpikir hidup 1000 tahun lagi!

“Ya, Rabb. Ijinkan kami….”

Ciputat, 3 September 2010

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun