Mohon tunggu...
Arif R. Haryono
Arif R. Haryono Mohon Tunggu... -

terkadang menulis, jarang bekerja, seringnya melamun dan bermimpi di siang bolong:....

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

The Expandable: Hanya Sebuah Film Aksi

3 September 2010   02:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:29 816
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

[caption id="attachment_248135" align="alignnone" width="194" caption="Source: search engine google.com"][/caption]

Apa yang kira-kira muncul di benak penikmat film ketika melihat deretan nama seperti Sylvester “Sly” Stallone, Jason Statham, Jet Li, Dulph Lundgren, Mickey Rourke, Gary Daniels, Steve “Stone Cold” Austin bermain dalam satu film? Jawaban bisa beragam, tapi bayangan saya benang merah keragaman tanggapan tersebut bisa jadi hanya satu, aksi!

Menceritakan sekumpulan prajurit bayaran profesional dan berpengalaman, di sewa untuk menggulingkan seorang diktator di sebuah negara di Amerika Selatan yang dianggap berbahaya bagi keamanan nasional Amerika Serikat akibat penguasaannya terhadap jalur narkoba ke AS. Alasan patriotisme? Tak perlu berpikir njlimet, alasannya sederhana: UANG dan kesempatan bersenang-senang menghabisi lawan. Sesuai dengan logo kelompok ini, burung gagak di atas tengkorak manusia, yang seakan berusaha menggambarkan bahwa di manapun mereka hadir hanya ada bau kematian yang menyertai.

Itulah yang berusaha disajikan dalam film The Expendables (2010). Ya, film ini memang film aksi yang berusaha memadu-padankan sekian banyak aktor laga menjadi satu paket aksi tiada henti. Dan ketika film mulai pun kita akan langsung disajikan dengan sekian banyak adegan laga, tembak-menembak, darah bercucuran, tubuh terpotong melayang. Awal hingga akhir.

Tetapi hanya itu saja.

Tidak ada tawaran lebih dari film yang dibesut secara langsung oleh Sly selain aksi, aksi dan aksi. Dialog terkesan janggal. Bumbu-bumbu komedi melalui percakapan antar aktor seakan hanya tempelan yang dipaksakan. Minim adegan yang membuat penonton menahan nafas. Akting para aktor pun sebelas-dua belas, average. Ayolah seumur hidup berakting, mereka hanya memainkan tokoh yang dekat dengan adegan pukul-menendang lawan, bukan yang menguras air mata. Bisa jadi filmnya menghasilkan jutaan dolar, tapi jauh untuk memikat hati para juri Academy Award – pengecualian untuk Mickey Rourke tentunya.

Bahkan beberapa aktor serasa memainkan kembali (reprise) tokoh yang pernah mereka perankan. Ambil contoh, Sylvester Stallone (Barney Rose). Ketika berdialog, dia adalah Rocky III dengan gayanya yang kemaki dan cuek. Namun ketka berperang dia tak ubahnya Rambo IV yang menembak-nembak hingga lawan tercerai-berai.

Jet Li (Yin Yang) – seseorang perlu menyadarkan dia mengenai buruknya peran-peran yang ia mainkan di pentas Hollywood – dengan mimik dan karakter di film Unleash, Danny. Kaku, dingin, dan mimik yang datar. Tetapi kemampuan akting kung-funya masih nyaman untuk dilihat. Tak lebih.

Jason Statham (Lee Christmas) – sebenarnya saya banyak menaruh harapan akan aktingnya, tetapi tidak banyak pula yang bisa diharapkan – tak jauh dari peran di Transporter dan Italian Job. Cool, penarik hati banyak wanita, dan kejam kepada lawan. Beberapa penonton wanita mungkin akan jatuh hati pada tokoh yang ia mainkan. Apalagi ketika ia mendatangi pacar mantannya untuk memberi pelajaran atas apa yang ia lakukan, “I may not always comes home, but I’m worth to be waited”. Jantan!

Sederhananya, jika setiap aktor memiliki segmen penggemarnya masing-masing, cukuplah terpuaskan melihat sang idolanya beraksi.

Oh, film ini mungkin ada satu yang bisa jadi catatan penting bagi para penikmat film laga, yaitu menyaksikan Arnold (Trench), Sly, dan Willis (Mr. Church) satu scene bareng. Ada informasi bahkan untuk syuting adegan dengan Arnold di dalamnya harus dilakukan di malam hari untuk menghindari penyelidikan dan pandangan negatif kepada Sang Governator. Dialog yang (cukup) lucu adalah ketika Trench mempersilahkan Rose mengambil tugas yang ditawarkan Mr. Church. “Give this job to my friend here. He loves playing in the jungle”. Rambo I, II dan IV yang dimainkan oleh Sly mengambil latar belakang hutan dan perang gerilya.

Overall, sekali lagi ini adalah film aksi. Jangan menaruh harapan menemukan adegan yang menguras air mata, membuat trenyuh, atau menginspirasi para pirsawan. Tapi mengharap adegan aksi yang pol, merupakan hal yang halal untuk dilakukan. ** (rief)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun