Mohon tunggu...
Arif Rahman Hakim
Arif Rahman Hakim Mohon Tunggu... -

Wong cilik yang hobi menulis, membaca, dan main pingpong

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Berwisata ke Papua New Guinea

23 April 2014   19:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:17 2543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kurang lengkap rasanya jika ke Kota Jayapura, Provinsi Papua, tidak berkunjung ke perbatasan RI –Papua New Guinea (PNG). Ketika mendapat kesempatan tugas ke Jayapura, tanggal 9 – 15 November 2011, aku mengutarakan keinginanku kepada teman-teman yang bekerja di Kantor Gubernur Papua untuk berkunjung ke PNG. Pada saat itu situasi politik memanas, di mana tiap hari terjadi aksi demonstrasi yang menuntut kemerdekaan Papua. Dalam situasi demikian aku dan teman-teman tetap memutuskan berangkat ke PNG.

Kamis (10/11/2011)pagi aku dan teman-teman naik mobil meluncur dari Jayapura menuju ke Kampung(Desa) Holtekamp, Distrik (Kecamatan)Muara Tami, Jayapura, untuk mengecek perkembangan pembangunansebuah proyek. Kampung Holtekamp bertetangga dengan Kampung Skouw yang berbatasan langsung dengan PNG. Setelah cukup lama berada di lokasi proyek, kami kemudian makan di sebuah warung yang tak jauh dari lokasi proyek. Saat kami tengah asyik-asyiknya menikmati makanan, tiba-tiba datang sejumlah aparat keamanan dan membawa kabar mengagetkan. Yakni, jalan menuju ke Kampung Skouw ditutup, karena terjadipenembakanpadatruk, dan kami dilarang menuju ke sana demi keselamatan jiwa kami.

Wah......aku sungguh kecewa. Aku dan teman-teman lantas balik ke hotel di Jayapura. Situasi masih mencekam dan aparat keamanan masihmenutup jalan menuju ke Kampung Skouw hingga berakhirnya kunjunganku di Jayapura, Selasa (15/11/2011). Aku kembali ke Jakarta sambil gigit jari.

Dua tahun kemudian, tepatnya tanggal 15 – 21 April 2013, aku mendapat kesempatan lagi berkunjung ke Jayapura. Kepada teman-temanku yang bekerja di Kantor Walikota Jayapura aku mengungkapkan ingin ke PNG. Rabu (17/4/2013) aku dan teman-teman berangkat menuju ke Kampung Skouw. Alhamdulillah, perjalanan berjalan lancar. Teman-teman mengurus izin kepada aparat keamanan yang bertugas di perbatasan RI – PNG, dan kami diizinkan menuju ke Kampung Wutung,PNG. Izin dari aparat TNI wajib dikantongi. Berbekal izin dari aparat keamananitulah wisatawan dapat masuk ke Wutung, tanpa menggunakan paspor.



Penulis di Kampung Wutung,Papua New Guinea, Rabu, 17 April 2013. (Foto: Dokumen pribadi ARH).

Setelah memperoleh izin dari aparat TNI, aku dan teman-teman yang mengendarai mobil melewati kantor imigrasi Skouw tanpa ditanya paspor. Sekitar 100 meter dari kantor imigrasi Skouw mobil berhenti. Terdapat tanah kosong yang cukup luas yang dipagar kawat, dan itulah tanah perbatasan Indonesia – PNG. Di pagar terdapat pintu khusus untuk pejalan kaki. Aku dan rombongan melewati pintu itu, lalu berjalan melewati kantor imigrasi Wutung tanpa diperiksa. Saat itu banyak warga PNG yang antri di kantor imigrasi Wutung yang mengurus izin masuk ke Jayapura. Untuk masuk ke wilayah Jayapura mereka tidak perlu menggunakan paspor, tapi cukup mendapat izin dari kantor imigrasi setempat berupa tulisan nama mereka di selembar kertas.

Aku bersyukur karena berhasil mewujudkan impianku menginjak kaki di bumi PNG. Tanpa kusadariaku meneteskan air mata. Air mata bahagia.

13982286241513803850
13982286241513803850

Di terminal Kampung Wutung, Kamis (18/4/2013). (Foto: Dokumentasi pribadi Arif RH)

Di dekat kantor imigrasi Wutung terdapat tanah kosong untuk parkir angkot. Warga PNG menggunakan angkot itu untuk berbelanja di Kampung Skouw. Hari pasar di Kampung Skouw adalah Selasa, Kamis, dan Sabtu. Pada hari-hari pasar tersebut banyak warga PNG yang berbelanja. Mereka harus berjuang ekstra keras karena berjalan kaki dari kantor imigrasi Wutung ke Skouw yang berjarak sekitar 1 km. Mereka mengangkut barang belanjaan dengan gerobak.

13982288091748889329
13982288091748889329

Penulis bersama warga PNG di Kampung Wutung. (Foto: Dokumentasi pribadi Arif RH).

Aku tak menyia-nyiakan berfoto di tempat parkir angkot. Setelah itu berjalan sekitar 50 meter ke arah warung yang berjualan suvenir, kaos, minuman,dan makanan khas PNG. Hari itu selain aku dan teman-teman dari Jayapura, banyak juga wisatawan dari berbagai daerah di Indonesia yang berwisata ke Wutung. Di belakang warung terdapat pemandangan laut dan gunung yang indah sekali.

Hampir dua jam aku dan teman-teman dari Pemerintah Kota Jayapuraberada di Wutung, lalu sore hari kembali ke Jayapura. Rasanya terlalu singkat waktu wisata ke Wutung. Keesokan harinya, Kamis (18/4/2013), aku kembali ke PNG. Kali ini bersama teman-teman yang bekerja di sebuah bank.

Abednego, salah seorang manajer di bank itu, mengatakan ia telah setahun bertugas di Jayapura, sebelumnya tugas di Jakarta. Selama di Jayapura ia belum pernah berwisata ke PNG. “Kita sengaja ajak Pak Arif ke PNG pada hari Kamis, karena ini hari pasar,” katanya.

13982297042056326295
13982297042056326295


Penulis (tengah) bersama teman-teman di depan warung di Kampung Wutung, PNG. (Foto Dokumen pribadi Arif RH).

Aku tak bercerita kepada Abednego dan teman-teman bahwa kemarin aku sudah mengunjungi PNG. Dalam kunjungan ke PNG kali ini yang mengurus perizinan pada aparat TNI adalah Abah Ahmed, pedagang di Pasar Skouw yang juga nasabah bank tempat Abednego bekerja. Rupanya bukan hanya Abednego saja yang belum pernah ke PNG, tapi juga beberapa temannya lainnya. Karena itu mereka terkagum-kagum ketika menginjak kaki di Wutung. Itu sama yang kurasakan kemarin. He he he.....

Sekitar sejam di Wutung, kami lalu balik ke Pasar Skouw untuk mengamati orang-orang PNG yang berbelanja. Abah Ahmed yang juga tokoh masyarakat yang berpengaruh di Pasar Skouw menuturkan, Pasar Skouw buka tiap hari dari pagi hingga sore hari. Namun, yang teramai pada hari pasar, yakni Selasa, Kamis, dan Sabtu. Pada hari biasa perputaran uang di pasar itu sekitar Rp 500 juta. Sedangkan pada hari pasar perputaran uang mencapai Rp 2 miliar – Rp 3 miliar/hari. Warga PNG berbelanja sembako, alat-alat pertanian, alat-alat perkantoran, dan lain-lain. Mereka memilih berbelanja di Pasar Skouw karena harganya murah dan lokasinya dekat. Mereka enggan berbelanja ke Port Moresby yang jauh jaraknya dan harus ditempuh sehari semalam dan harga barang jauh lebih mahal daripada di Pasar Skouw.

Di Pasar Skouw terdapat sekitar 1.000 pedagang yang berjualan aneka barang. Khusus penduduk pribumi berjualan pinang dan buah-buahan. Sedangkan penduduk pendatang dari Jawa, Makassar, Gorontalo, dan lain-lain berjualan sembako, pakaian, makanan, minuman, perabotan rumah tangga, alat-alat kantor, alat-alat pertanian, dan lain-lain. Meskipun berbeda suku para pedagang di Pasar Skouw hidup rukun. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun