Mohon tunggu...
Arif Fauriyuddin
Arif Fauriyuddin Mohon Tunggu... Guru - Guru Menulis

Penulis sebagai Pendidik/Fasilitator/Pelatih, Pengurus Jaringan Sekolah/Madrasah Belajar (JSMB) dan anggota Perkumpulan Penulis Pendidik Sumatera Utara (PPPSU).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gawat! Miskonsepsi Kurikulum Merdeka Merebak

12 Februari 2023   10:47 Diperbarui: 12 Februari 2023   10:51 1542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

(12/2): Sejak diluncurkannya Kurikulum Merdeka mulai dari sekolah penggerak sampai Implementasi Kurikulum Merdeka di satuan pendidikan melalui jalur mandiri sudah masuk tahun kedua. Meskipun Kurikulum Merdeka belum diwajibkan masih opsi pilihan satuan pendidikan. Namun kenyataannya ada yang mewajibkannya, miskonsepsi terjadi di lapangan yang membuat esensi Kurikulum Merdeka (Kurmer) menjadi kabur. 

Mengutip pernyataan Bapak Anindito Utomo, S.Psi, M.Phil. selaku Kepala Badan Standar Kurikulum Asesmen Pendidikan (BSKAP) bahwa ada 3 (tiga) hal yang penting dari Kurikulum Merdeka diberlakukan, pertama tujuannya memperbaiki kualitas pembelajaran sesuai keunikan dan kebutuhan satuan pendidikan, kedua mendorong dan memudahkan pembelajaran terdeferensiasi, dan ketiga menfasilitasi pengembangan karakter melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5).

Realitanya terjadi miskonsepsi atau salah pemahaman tidak hanya dikalangan awam seperi orang tua murid, bahkan pada tenaga pendidik , pengawas, dinas pendidikan sampai kepala daerahnya. 

Salah satu miskonsepsi yang banyak terjadi adalah tujuan perubahan kurikulum merdeka. Seyogyanya Kurmer untuk perbaikan kualitas pembelajaran ternyata membuat perubahan administrasi. Kepala sekolah, guru dan pengawas dituntut untuk memenuhi administrasi kurikulum merdeka. Dokumen kurikulum merdeka yang seabrak mulai dari Kerangka Satuan Operasional Pendidikan (KOSP), modul ajar, buku referensi, perangkat pendukung pembelajaran ( alat peraga) dan lain lain, menjadi hal yang harus dipenuhi.

Pemenuhan administrasi menjadi perhatian sampai-sampai intervensi pihak tertentu yang membuat resah guru dan kepala sekolah. Dan ironisnya pemenuhan administrasi ini mendapat persetujuan pihak terkait dengan alasan meningkatkan kualitas pendidikan.

Administrasi selalu menjadi tolak ukur keberhasilan Kurmer di daerah sehingga dinas pendidikan dan kepala daerah mendorong satuan pendidikan dan guru agar memenuhi administrasi ini. Kualitas pembelajaran yang menjadi tujuan akhirnya terkesampingkan.

Kurikulum merdeka mengakomodasi kebutuhan dan keunikan satuan pendidikan. Hal ini memberikan kemerdekaan kepada satuan pendidikan untuk membuat programnya sendiri. Apa kebutuhan dan program dilakukan setiap satuan pendidikan yang lebih tahu dan mengerti adalah satuan pendidikan itu sendiri.  Oleh karena itu, tidak bisa disamakan dan diseragam,  sekolah yang satu dengan yang lain. Namun kenyataannya masih banyak terjadi keseragaman yang dilakukan. Keseragaman ini bukan hanya administrasi bahkan sampai hal teknis. 

Contohnya program literasi, ada sekolah yang bukunya lengkap, ada sekolah yang bukunya tidak lengkap bahkan tidak ada, ada sekolah muridnya sudah bisa membaca , tapi ada sekolah yang muridnya tidak bisa membaca sama sekali. Bagaimana jadinya kalau program literasinya disamakan, bukannya menyelesaikan masalah bahkan bisa menambah masalah. Dan masih banyak kasus lain yang terjadi yang tidak mencerminkan bahwa Kurmer sesuai kebutuhan satuan pendidikannya 

Kurikulum Merdeka mengembangkan pendidikan karakter melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Diharapkan pembelajaran berbasis projek dapat membelajarkan murid sehingga menjadi berkarakter. Namun disayangkan P5 yang dilakukan hanya mengejar  hasil atau produk bukannya prosesnya. Bahkan murid terbebani dengan projek yang dilakukan. Pembelajaran tidak mengakomodasi kebutuhan murid dan permasalahan yang dihadapinya. Sehingga karekter yang diharapkan hanya sebatas tulisan di modul ajarnya saja.  P5 hanya menjadi ajang popularitas dan gengsi satuan pendidikan atau pendidiknya. Dan lebih mirisnya masih ada yang menentukan karakter murid dengan tes tertentu atau dalam bentuk ujian. 

Kurikulum Merdeka tidak menfokuskan pada hasil tapi pada proses pembelajaran dan dampak hasil pembelajaran pada murid. Pengembangan karekter tidak bisa seketika diperoleh atau dibuat secara instan, tapi butuh proses. Proses ini juga tidak bisa disamakan karena potensi murid tidak sama. Pengembangan karekter bukan hanya tampilan semata tapi karekter yang tumbuh dari diri murid itu sendiri.  (Arf)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun