Mohon tunggu...
Febri Guru Rimba
Febri Guru Rimba Mohon Tunggu... Guru - Si Penakluk Anak Rimba

Guru Kelas VI di SDN Kranggan 2...penulis buku catatan hariannya sendiri...Ibu muda dengan 2 orang anak...Selalu ingin belajar tentang hal-hal baru...menginspirasi lewat hati...menjadi guru untuk diri sendiri...Berbagi tulisan berharap bermanfaat bagi pembacanya.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Ciptakan Sirkuitmu Sendiri

23 November 2019   05:06 Diperbarui: 23 November 2019   05:36 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Berawal dari suami yang obatnya ketinggalan di rumah ibu. Karena suami datang lebih dulu daripada saya, alhasil saya yang diminta mengambil obatnya. Saya mengiyakannya, tapi dalam hati sudah terbayang jalan raya by pass yang lebarnya kurang lebih 9 meter dipenuhi mobil bus, truk-truk besar, dan sepeda motor yang semrawut. Wegah. Satu kata yang bisa mewakili perasaan hatiku saat itu.

Entah apa yang merasuki ku saat itu. Padahal jalan raya itu yang selalu kulewati setiap hari mulai dari tahun 2014-2018. Tak ada perasaan buncah saat melewatinya. Tak ada rasa keder sedikit pun saat berjalan berdampingan dengan truk tronton dan truk trailer sekali pun. Tapi kini kata wegah itu menghantuiku.

Awal bulan April di tahun 2018 saya memutuskan untuk pindah rumah di dalam kota. Lintasan jalan yang kulewati pun jauh berbeda. 

Jalan raya yang tiap hari kulalui saat berangkat dan pulang kerja saat ini memang berada dalam kota. Lebarnya tak lebih dari 5 meter, bahkan di gang-gang kecil itu harus bergantian saat ada mobil yang berpapasan. Kecepatan kendaraan yang melewatinya pun kisaran 40-70 km/jam. Tak ada kendaraan pengangkut barang yang super gede yang lewat di jalan itu. Biasanya hanya ada mobil truk pengangkut pasir dan batu, itu pun karena memang ada pembangunan dalam kota. Setahun lebih lamanya kulewati sepanjang jalan itu. 

Saat melewati jalan raya dalam kota yang menuju tempat kerjaku seakan saya bisa menikmati suasana sekitarnya. Tak ada kata tegang. Malah generasi milenial menyebutnya santuy.

Mungkin seperti itu pula lah yang terjadi pada diri kita saat kita merasa wegah untuk berbuat lebih dari kebiasaan kita. Keluar dari zona nyaman. Belum mulai sudah terbayang hal-hal yang menyulitkan diri kita sendiri. Padahal saat kita melewatinya, perasaan itu akan hilang seiring dengan pergerakan kita.

Menulis pun demikian. Menulis itu mudah. Jika ada yang bilang menulis itu susah, kalau menulis itu saya sering macet di tengah jalan, tidak ada ide yang bisa ku tulis, itu semua hanyalah alibi mereka untuk tidak menulis. Jadi, menulislah !

Semuanya memang tergantung pada diri kita masing-masing. Mau lewat jalan raya by pass atau jalan raya dalam kota. Yang jelas jika ingin sukses melebihi yang lain, ciptakan sendiri sirkuitmu !

Salam literasi !

Mojokerto, 23 November 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun