Tulisan ini merupakan hasil dari kegelisahan saya mengenai penggunaan bahasa Jawa di kalangan anak muda saat ini, sebelum kita mengulas mengenai hal itu ada baiknya kita mengetahui perkembangan bahasa Jawa saat ini. Bahasa jawa merupakan bahasa sehari-hari yang digunakan orang untuk berinteraksi dengan sesama terutama bagi mereka yang tinggal di Pulau Jawa.
Bahasa jawa sendiri merupakan bahasa yang masuk 10 besar bahasa ibu terpopuler di dunia, lumrah saja memang penduduk mayoritas masyarakat kita berasal dari suku Jawa. Bahkan bahasa Jawa sekarang sudah tersedia dalam layanan Google Translate sejak 24 Mei 2013 walau masih berstatus “Alpha” yang artinya masih dalam tahap pengembangan.
Di sisi lain, masyarakat Jawa terutama kalangan muda atau remaja saat ini, sudah tidak begitu akrab lagi dengan bahasa identitasnya yaitu bahasa Jawa, jangankan dengan bahasa Jawa bahkan kesenian Jawa seperti musik-musik tradisional seperti "Gamelan", pertunjukan "Pewayangan" sudah tidak begitu diminati oleh kalangan muda, mereka lebih tertarik dengan kebudayaan bangsa asing misalkan dengan budaya pakaian orang barat yang dikatakan “Fashionable” atau malah budaya musik modern dari Korea atau biasa disebut “K-pop”.
Kalangan muda saat ini dengan bangganya dapat dengan lancar menggunakan bahasa asing dan mendapat nilai yang cukup baik dalam bahasa asing namun dengan bahasa daerahnya sendiri mereka malah enggan menggunakannya karena terkadang takut dicap kuno oleh orang lain.
Pelajaran sekolah bahasa Jawa memang masih diberlakukan di beberapa sekolah namun, ironisnya beberapa anak didik banyak yang beranggapan bahwa bahasa Jawa merupakan bahasa yang sulit untuk dimengerti dan dipahami. Kalau dilihat lagi kebanyakan masyarakat kita memang masih dapat menggunakan bahasa jawa namun sayangnya saat ini apabila kita dapat melihat bahwa banyak dari mereka tidak dapat menggunakan aksara Jawa. Sangat sulit menemukan orang yang dapat menggunakan aksara Jawa saat ini.
Walau sudah diterapkan di Sekolah, masih banyak pula anak didik yang belum dapat mengimplementasikan bahasa Jawa dalam kehidupan sehari-harinya, mereka banyak mengesampingkan kaidah-kaidah penggunaan bahasa Jawa yang baik dan santun berkaitan dengan tata krama terutama dengan lawan bicaranya, seperti yang kita tau adanya levelisasi dalam bahasa Jawa yang terbagi menjadi Jawa ngaka (kasar), madya (biasa), krama (halus), krama inggil (halus sekali).
Biasanya menjadi acuan penggunaan bahasa Jawa untuk berbicara dengan orang yang lebih tua atau yang lebih muda. Kita dapat mengambil contoh seorang anak berbicara kepada bapak dan ibunya dengan anak yang berbicara dengan teman sebayanya sudah pasti berbeda.
Bahasa Jawa yang begitu indah ini akan sangat sayang jika harus tergerus oleh kemajuan globalisasi terutama di kalangan anak remaja. Di lain pihak justru bangsa asing sedang gencarnya melestarikan bahasa Jawa misalkan, Mahasiswa Australia yang membuat drama menggunakan bahasa Jawa sebagai tugas kuliah atau orang Belanda yang justru tertarik berlatih kesenian gamelan Jawa.
Oleh karena itu kita sebagai masyarakat yang notabennya berasal dari suku Jawa maka kita wajib untuk melestarikan bahasa Identitas sendiri terutama bagi kalangan muda sebagai penerus bangsa. Caranya dimulai dari diri kita sendiri dengan membiasakan penggunaan bahasa Jawa yang baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari, serta hal ini juga harus mendapat dukungan dari pihak-pihak lembaga pendidikan dengan cara seperti mengadakan sehari menggunakan bahasa daerah atau festival bertemakan kebudayaan daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H