Saat ini dalam keseharian kita sebagai manusia sosial, tentu kita tak bisa lepas dari yang namanya finansial atau keuangan. Terutama dalam lembaga keuangan, dari dulu hingga sekarang sudah kita kenal dan beritenteaksi dengannya, instansi atau lembaga yang berkaitan dengan masalah keuangan, yaitu Bank, tak hanya bank, seperti koperasi dan asuransi.
Tetapi jika kita berbicara tentang bank, apa yang terlintas dalam benak kita? Tentu uang yang berada dalam suatu rekening agar kita bisa menyimpan uang, mengambil uang dengan mudah di ATM kapan saja, dan tentu saja keamanan yang disediakan oleh pihak bank.
Hal ini yang menyebabkan kita percaya dengan bank untuk menjaga uang kita tetap aman, karena memang sebenarnya bisnis utama dari bank adalah bisnis kepercayaan. Jika suatu bank kurang atau bahkan tidak dipercaya oleh para nasabahnya apa yang akan terjadi? Tentu tidak akan digunakan dan akan berujung gulung tikar.
Berhubungan dengan yang namanya kepercayaan, kita sepakat bahwa nasabah percaya terhadap bank karena keamanan yang terjamin. Tetapi itu saja tak cukup karena setiap hal termasuk bank membutuhkan yang namanya pengawas agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti pembobolan rekening, hilangnya uang secara tak jelas, sampai dengan penyalahgunaan dana nasabah.
Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengawas untuk mengawasi jalannya bank dalam beroperasi dari hilir ke hulu, mungkin sebagian dari kita sudah mengenal pengawas untuk lembaga keuangan termasuk bank, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apa itu OJK? Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan. (Wikipedia)Â
Peran OJK di sini tentu sangatlah berperan penting untuk keberlangsungan lembaga keuangan agar berjalan dengan baik dan benar. Sesuai judul dalam tulisan kali ini, walau OJK termasuk pengawas dalam lembaga keuangan, tetapi tidak secara spesifik mengatur, mengawasi dan memeriksa lembaga keuangan syariah.
Seperti yang kita ketahui pada saat ini bahwa seiring perkembangan zaman, lembaga keuangan tidak hanya konvensional saja. Terdapat lembaga keuangan syariah dari berbagai sektor, seperti asuransi syariah, koperasi syariah dan termasuk bank syariah. Sebab hal itu perlu adanya lembaga keuangan yang sesuai dengan syariat dalam beroperasi.
Secara umum bentuk pengawasan syariah dibagi menjadi dua, yakni level mikro dan makro. Pada level makro, pengawasannya pada tingkat negara, sedangkan pada tingkat mikro pengawasannya pada tingkat kelembagaan. Di indonesia pengawasan syariah tingkat makro terdapat pada bank syariah berada di Dewan Pengawas Syariah (DPS), atau hanya dilakukan oleh DPS.
Di negara-negara GCC: Bahrain, Qatar, Kuwait, Arab Saudi, dan United Arab SSC Emirates (UEA) beroperasi baik di dalam maupun di luar bank sentral. Sedangkan yang mikro pengawasan syariah selain dewan pengawas syariah tetapi bisa dilakukan oleh penasehat syariah atau konsultan syariah.
Pengawasan Syariah pada Lembaga Keuangan Islam (LKI) atau Syariah dilakukan oleh DPS untuk menjalankan tugas nya sebagai pengawas syariah maka, Dewan Pengawas Syariah mempunyai peran penting dalam tugasnya, antara lain adalah mendeteksi kesalahan dengan menggunakan alat atau pendekatan yang tepat, memberikan solusi yang sah jika terdapat kesalahan pada lembaga keuangan, dan menyerahkan laporannya kepada pihak terkait.
Dari peran tersebut, maka secara garis besar pengawasan syariah memiliki empat aktivitas utama, antara lain merevisi anggaran dasar dan seluruh kebijakan internal, mengeluarkan keputusan agama (fatwa) sebelum peluncuran produk baru ke publik untuk memastikan kepatuhannya terhadap prinsip syariah, meninjau produk baru selama pelaksanaanya yang sesuai dengan prinsip Syariah, dan pelaporan kepada pihak terkait.Â