Mohon tunggu...
Arif Budi Utomo
Arif Budi Utomo Mohon Tunggu... Konsultan, Trainner, Therapis, Founder MoIS, Pemerhati Kesadaran -

Menyadari kekurangan, menyadari kekosongan, bersiap untuk mengisi. Menuliskannya kembali dari sebelah kanan. Semoga dalam ridho-Nya. Selengkapnya..di \r\n\r\nhttp://pondokcinde.blogspot.co.id/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Deparpolisasi, Sebuah Musibah atau Anugrah

12 Maret 2016   08:49 Diperbarui: 12 Maret 2016   09:39 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Deparpolisasi adalah sebuah fenomena menarik yang patut dicermati. Sebuah arah tren politik baru dalam ranah pergeseran kesadaran. Perlawanan atas sebuah status kemapanan pemikiran yang telah sekian lama membelenggu alam bawah sadar masyarakat. Upaya deparpolisasi adalah sebuah upaya untuk mengurangi jumlah parpol yang ada. Sehingga masyarakat tidak dipusingkan dengan banyaknya pilihan. Sebuah tujuan yang mulia. Benarkah? Deparpolisasi adalah upaya perlawanan? Ataukah justru sebuah startegy baru dalam ranah perseteruan politik dalam bentuk baru lainnya? Sebuah wacana yang akan membawa masyarakat dalam era pertempuran politik  model baru. Betapa tidak, melalui upaya penggalangan keterlibatan rakyat secara emosional, akan membawa dampak psikologis. Masyarakat akan dilibatkan langsung oleh para pemimpin untuk menjadi pelaku politik aktif. Simbol KTP yang diserahkan adalah sebuah simbol 'state mental'. Penyerahan KTP adalah wujud penyerahan jatidiri mereka. Apakah akibatnya? Sebuah aksi akan menimbulkan reaksi. Hukum aksi dan reaksi Newton akan bekerja dalam ranah jiwa manusia. Tulisan ini akan mencoba mencermati dari sisi ini.

Sebuah perang membutuhkan strategi. Kekuatan yang ada harus diimbangi dengan kekuatan lain yang sepadan atau bisa juga dengan penggunaan taktik lain, semua harus diupayakan demi memenangkan pertempuran. Apapun niatannya, jika sudah memasuki peperangan, hanya ada dua pilihan menang atau kalah. Bagaimana jikalau menang dan bagaimana jikalau kalah? Hal ini menarik kita kaji dari sisi kesadaran. Bagaimana masyarakat yang sudah dengan susah payah menyerahkan KTP mereka untuk para calon mereka? Apa yang terjadi dalam ranah kesadaran mereka jika mereka kalah atau jika mereka menang? Benarkah tidak terjadi apa-apa? Sebuah hukum pertentangan akan coba disandingkan disini untuk mencari model. Mengamati sisi kesadaran. Kesadaran yang akan diwariskan kepada genearasi penerusnya. Kesadaran yang akan mempengaruhi pola pemikiran manusia.

Hukum Newton mengatakan bahwa aksi akan sama dengan reaksi nya. Aksi sang kesadaran menyerahkan KTP akan menimbulkan beban psikologis. Beban psikologis ini akan sama besar dengan harapan mereka (aksi). Maka secara sederhana semakin besar harapan mereka terhadap calon yang dipilihnya akan semakin besar kekecewaan yang akan di timbulkannya. Butuh sebuah penelitian lainnya untuk mencari jawaban ini. Seberapa besar dampak psikologis yang akan masyarakat tanggung jika dibandingkan dengan model pemilihan biasa. (Yaitu) Model masyarakat tidak terlibat secara emosional langsung dengan menyerahkan KTP mereka. Penyerahan KTP disinyalir akan membawa beban bagi setiap individu. Maka apakah deparpolisasi ini sebuah anugrah ataukah justru musibah bagi bangsa. Mari kita lihat pada akhirnya nanti. Butuh penelitian untuk mengamati pergeseran kesadaran masyarakat setelah euphoria ini.

 

Salam, jabat erat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun