Disisi lain juga, pelaku usaha wajib untuk beriktikad baik dalam melaksanakan usahanya. Artinya jika konsumen membayar dengan nilai tukar yang telah disepakati, maka ketika konsumen membayar dengan uang, maka bentuk kembaliaannya juga harus berbentuk uang atau dalam satuan rupiah bukan berbentuk permen.
Jika seandainya permen tersebut dijadikan alat pembayaran dari konsumen kepada pelaku usaha, pasti pelaku usaha tidak bersedia menerimanya. Begitu juga sebaliknya, Ketika konsumen mendapatkan kembaliannya berupa permen konsumen pasti tidak terima.
Selain itu berdasarkan pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang. Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang wajib digunakan dalam setiap transaksi yang bermaksud untuk pembayaran atau penyelesaian  kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.
Bagi penjual atau pelaku usaha yang tidak menjalankan ketentuan pasal 21 ayat (1) bagi UU Mata Uang tersebut akan diancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa hukum kembalian dengan permen tidak diperbolehkan, baik dalam UU Mata Uang maupun UU perlindungan Konsumen. Selain karena pelaku usaha wajib beriktikad baik dan pembayaran harus dengan nilai tukar yang telah disepakati, tetapi uang kembalian ditukar permen juga bukan merupakan alat pembayaran sehingga apabila melanggar dapat diancam pidana kurung maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp200 juta. Â
       Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H