[caption id="attachment_377456" align="alignleft" width="300" caption="sumber gambar : iberita.com"][/caption]
Semua keputusan yang ditetapkan oleh Pemerintah selalu (dengan dalih) untuk kesejahteraan Rakyat, termasuk keputusan menaikkan harga BBM. Namun, dari sekian banyak kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah tersebut nyatanya malah membuat rakyat lebih sengsara. Mungkin bagi para pejabat dan pegawai Pemerintah yang "katanya" abdi rakyat dan bertugas untuk melayani rakyat, kenaikan harga apapun yang diakibatkan kenaikan BBM tidak akan terlalu terasa dengan penghasilan yang besar. Uniknya lagi, entah karena efek dari filosofi bahwa mereka adalah pelayan rakyat dengan penghasilan yang berkali-lipat dari dari kebutuhan primer manusia, ada kemungkinan mereka berpikir bahwa pelayannya saja sudah sejahtera, apalagi rakyat yang dilayaninya. :P
Yang jelas, apapun dalihnya kenaikan BBM yang diikuti dengan kenaikan harga yang lain telah menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat. Nyatanya penolakan terjadi disana-sini. Rasionya tidak mungkin ada penolakan yang begitu besar jika tidak ada efek besar yang akan timbul dari kebijakan tersebut.
Sayangnya negeri kita ini negeri yang lemah, bahkan terlalu lemah sehingga tidak mampu memberikan kesejahteraan bagi "setengah saja" rakyatnya. Tengok saja sebuah cerita dari 3 daerah yang berbeda yang sangat ironis dengan pernyataan dan jaminan 3 kartu sakti dari Presiden Jokowi.
Kesejahteraan hanya dapat dinikmati oleh mereka yang katanya "abdi negara alias pelayan rakyat". Sebenarnya kenaikan harga BBM tidaklah besar memang jika hitungann perliternya, rakyat kecil pasti setuju jika yang dinaikkan cuman 1 liter premium dan 1 liter solar. Dijamin gak bakalan ada yang keberatan, bahkan dinaikkan sampai Rp. 20.000/liter juga gak ada masalah asal yang belinya bapak Presiden. ;) Tapi permasalahannya di faktor kali-nya itu, yang artinya di seluruh Indonesia dimanapun berada harus naik dan pada gilirannya harga kebutuhan rakyat lainnya juga ikut naik.
Terlepas dari bagaimana sudut pandang para ekonom dan politikus menilai kenaikan BBM disaat harga minyak dunia turun dengan tren pertumbuhan ekonomi dunia yang juga turun, rakyat hanya mengharapkan keterjangkauan dalam harga, sehingga mereka memiliki daya beli.
Tapi apa boleh buat, rakyat hanya mampu berharap dan mengeluh dengan kenaikan harga BBM. Bahkan menyesal dengan kepemimpinan presiden baru yang belum genap seratus hari masa jabatannya, sudah tega menaikkan harga BBM bersubsidi dengan alasan yang tidak mampu menekan kenaikan harga-harga bahan pokok kebutuhan rakyat kecil.
Sudah tak diragukan lagi penyakit buta dan tuli para pemimpin di negeri ini, sehingga teriakan dan bahkan ejekan sudah tidak pernah terdengar di telinga mereka, apalagi jeritan hati rakyatnya yang hidup serba kekurangan tidak pernah sedikitpun jangankan terdengar, terbersitpun sepertinya tidak pernah dalam pikiran mereka. Tapi ya apa mau dikata semua sudah diputuskan.
BBM Naik? Ya Sabar lah ! Kita Kan Rakyat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H