Mohon tunggu...
arifany inas
arifany inas Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

eat, sleep, write and read

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Perbedaan Latar Belakang dan Budaya, Warna Warni Dalam Kehidupan Berasrama

30 November 2024   10:10 Diperbarui: 30 November 2024   10:10 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Komunikasi antar budaya melibatkan interaksi antara individu atau kelompok dari berbagai latar belakang budaya. Tujuannya adalah untuk memahami dan menghargai perbedaan budaya, serta membangun jembatan antar budaya untuk memperkuat hubungan dan saling pengertian. Komunikasi antar budaya erat kaitannya dengan komunikasi internasional, antar etnis, dan antar ras. Semua bentuk komunikasi ini adalah bagian dari komunikasi antar budaya yang lebih luas, dan saling terkait karena melibatkan interaksi antar individu atau kelompok dari latar belakang berbeda. Memahami prinsip-prinsip komunikasi antar budaya dapat memperkaya komunikasi internasional, antar etnis, dan antar ras secara lebih efektif dan harmonis.

Kehidupan bersama dalam sebuah asrama banyak memberikan pengalaman baru terutama dalam konteks komunikasi antar budaya. Mencoba memahami berbagai macam karakteristik orang, memberi pemakluman dan tentu saja berbagi cerita soal budaya masing-masing. Bukan jarang terjadi ketersinggungan, atau sebuah permasalahan yang terjadi sebab kesalahpahaman. Hal tersebut terjadi dapat disebabkan oleh tiga faktor seperti stereotip, prasangka ataupun etnosentrisme. Ketiga hal tersebut adalah hambatan dari komunikasi antar budaya, stereotip seperti menganggap teman seseorang yang santun dan lembut sebab daerahnya terkenal dengan sopan santunnya, atau prasangka seperti menganggap salah satu teman bersifat kasar dan keras hanya sebab berasal dari daerah tertentu kemudian menjauhinya, atau bahkan sikap etnosentrisme seperti merasa budaya milik kita lebih baik daripada budaya lain. 

Saat pertama kali datang ke asrama, saya sempat kebingungan harus apa. Usia saya belum genap 13 tahun saat pertama kali menginjakkan kaki di salah satu Islamic Modern Boarding School di Yogyakarta. Saya hanya duduk di depan lemari sambil menatap teman-teman yang berlalu-lalang. Mulai merasa kesepian sebab belum memiliki teman dan jauh dari orangtua. Dengan sedikit keberanian dan berbekal sifat ekstrovert saya mulai menyapa satu dua teman yang bersebelahan tempat tidur, mengajak bercerita tentang satu dua hal umum seperti asal rumahnya, asal SD nya, dan beberapa hal lain yang berkaitan. Satu hal yang saya tau sejak hari itu adalah, di asrama, mudah sekali membuka obrolan dengan cara berbagi makanan. Setelah hari pertama yang cukup menegangkan dan membentuk 'first impression' di depan teman yang lain, saya mendapatkan teman baik dan mulai menjalani hari-hari berikutnya di asrama bersama-sama mereka.

Enam tahun lamanya saya bersekolah dengan sistem asrama. Seperti banyak kutipan bahwa 'people come and go', saya menjalani enam tahun dengan berbagai karakteristik orang yang berbeda. Beberapa kali berteman dekat kemudian berselisih, berjauhan dan kemudian berbaikan kembali. Latar belakang dan budaya yang berbeda terkadang menjadi halangan sebab gagal memahami satu sama lain. Kebiasaan-kebiasaan yang berbeda, sifat yang bertolak belakang dan permasalahan lain memang seringkali memicu pertengkaran, namun pada akhirnya kami selalu bisa menemukan jalan keluar dan meleburkan ego masing-masing. Memahami karakteristik orang dengan budaya yang berbeda mungkin memang tantangan berat, namun kami terus berusaha memperbaiki diri dan menciptakan atmosfer asrama yang menyenangkan. Pagi hari mungkin kami akan bertengkar sebab berdebat tentang kebiasaan bawaan yang bertolak belakang, namun di siang hari nanti kami sudah tertawa bersama di kolam renang sekolah, atau sore hari kami sudah duduk makan semeja sambil menonton kuda-kuda asrama yang sedang di urus oleh pengurus stable. Sebuah bukti nyata bonding yang kuat sebab kebersamaan.

Pernah saya menyaksikan pertengkaran hebat antara dua teman saya sebab perbedaan pandangan mereka soal cara makan nasi padang. Mungkin pemicunya masalah kecil, namun kemudian tersulut menjadi besar sebab keduanya memiliki sifat dan sikap dalam mengendalikan emosi yang berbeda. Sekecil kebiasaan berbicara dengan nada tinggi ataupun rendah juga bisa memantik perkelahian sebab berujung kepada kesalahpahaman. Dalam kehidupan asrama, pertengkaran sebab perbedaan bukan hal yang jarang. Dari situlah urgensi untuk saling memahami dan mengerti satu sama lain terbentuk, menciptakan warna warni dalam kehidupan berasrama yang mungkin memang tidak selalu indah. 

Mempelajari tentang komunikasi antar budaya, atau cara berkomunikasi yang baik dengan budaya lain sangat penting, apalagi ketika kita berminat menjadi seorang jurnalis. Dengan kecakapan kita dalam bidang komunikasi antar budaya, memudahkan kita untuk berinteraksi dengan budaya lain yang belum kita kenal. Kita dapat mempelajari budaya lain lewat obrolan santai yang tidak menyinggung dan tentu menyenangkan. Tanpa berbekal ilmu komunikasi antar budaya, kita akan kebingungan ketika menghadapi pembicaraan dengan orang yang memiliki budaya sangat berbeda dengan kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun