SBY atau Najib Yang Lecehkan Indonesia…?
Matahari tetap akan bersinar
walau rembulan tak muncul malam ini
Perseteruan Malaysia dan Indonesia, masih saja memanas dan memunculkan pro-kontra di masyarakat tentang opsi terbaik penyelesaian masalah bilateral, dua Negara yang masih serumpun ini. Harapan kita secara prinsip adalah model penyelesaian masalah bilateral dengan tetap menjaga kehormatan masing-masing Negara.
Ketika hubungan dua Negara memanas, maka prinsip standar diplomasi pemerintah mulai berjalan, di mana masing-masing Negara yang berseteru, berusaha menyakinkan posisi negaranya, menurut dimensi terbaik untuk kepentingan negaranya. Hal ini sangat penting, mengingat pernyataan resmi pemerintah-di era informasi seperti sekarang ini, akan menjadi konsumsi public, bukan hanya rakyatnya sendiri, termasuk pemerintah dan masyarakat Negara yang diajak berseteru, bahkan di dengar masyarakat internasional. Sehingga efek positif-negatif dari sebuah penyataan resmi pemerintah, otomatis akan menjadi ukuran tersendiri bagi masyarakat dunia tentang posisi Negara tersebut dalam menjaga kehormatan negaranya.
Untuk itu, mari kita lihat penggalan penyataan dari pemerintah Indonesia dan Malaysia, dalam meresponi desakan rakyat masing-masing, di mana rakyat kedua Negara, memiliki respon yang sama, yaitu masalah kehormatan Negara yang mereka cintai. Jadi rakyat kedua Negara, memiliki nasionalisme yang sama-sama kuat.
“Pemerintah Indonesia harus bertindak cepat atau menghadapi risiko munculnya murka warga Malaysia”, ultimatum Najib, disampaikan dalam keterangan resmi pemerintah kepada Media di Malaysia, seperti dikutip harian The Star edisi Minggu 29 Agustus 2010
Pernyataan PM Malaysia di atas, dikeluarkan untuk menjawab desakan rakyatnya atas munculnya reaksi berlebihan rakyat Indonesia di sejumlah kota, apakah itu berupa pembakaran bendera-simbol Negara, pelemparan kotoran di kantor dubes Malaysia, sampai penyataan kutukan dan ancaman “Ganyang Malaysia”. Pernyataan Najib ini, pada satu sisi berhasil mengamankan spirit nasionalisme rakyat Malaysia, dan sisi lannya khususnya kepada masyarakat dunia, bahwa negaranya di atas angin ketika berhadapan dengan Indonesia.
Coba kita simak baik-baik, pernyataan resmi SBY pada 1 Sepetember 2010, Presiden RI yang sama-sama kita cintai:
“Malam ini, saya ingin memberikan penjelasan kepada rakyat Indonesia mengenai hubungan Indonesia – Malaysia. Marilah kita mengawalinya dengan melihat perkembangan dan dinamika hubungan kedua negara, salah satu hubungan bilateral Indonesia yang paling penting.
Hubungan Indonesia dan Malaysia memiliki cakupan yang luas, yang semuanya berkaitan dengan kepentingan nasional, kepentingan rakyat kita.
Pertama, Indonesia dan Malaysia mempunyai hubungan sejarah, budaya dan kekerabatan yang sangat erat - dan mungkin yang paling erat dibanding negara-negara lain, dan sudah terjalin selama ratusan tahun. Kita mempunyai tanggung jawab sejarah, untuk memelihara dan melanjutkan tali persaudaraan ini.
Kedua, hubungan Indonesia dan Malaysia adalah pilar penting dalam keluarga besar ASEAN. ASEAN bisa tumbuh pesat selama empat dekade terakhir ini, antara lain karena kokohnya pondasi hubungan bilateral Indonesia - Malaysia.
Ketiga, ada sekitar (2) juta saudara-saudara kita yang bekerja di Malaysia – di perusahaan, di pertanian, dan di berbagai lapangan pekerjaan. Ini adalah jumlah tenaga kerja Indonesia yang terbesar di luar negeri. Tentu saja keberadaan tenaga kerja Indonesia di Malaysia membawa keuntungan bersama, baik bagi Indonesia maupun Malaysia.
Sementara itu, sekitar 13,000 pelajar dan mahasiswa Indonesia belajar di Malaysia, dan 6,000 mahasiswa Malaysia belajar di Indonesia. Ini merupakan asset bangsa yang harus terus kita bina bersama, dan juga modal kemitraan di masa depan.
Wisatawan Malaysia yang berkunjung ke Indonesia adalah ketiga terbesar dengan jumlah 1,18 juta orang, dari total 6,3 juta wisatawan mancanegara.
Investasi Malaysia di Indonesia 5 tahun terakhir (2005-2009) adalah 285 proyek investasi, berjumlah US$ 1.2 miliar, dan investasi Indonesia di Malaysia berjumlah US$ 534 juta. Jumlah perdagangan kedua negara telah mencapai US$ 11,4 Miliar pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan ekonomi Indonesia – Malaysia sungguh kuat.
Namun, hubungan yang khusus ini juga sangat kompleks. Hubungan ini tidak bebas dari masalah dan tantangan. Ada semacam dalil diplomasi, bahwa semakin dekat dan erat hubungan dua negara, semakin banyak masalah yang dihadapi.”
Implikasi pidato SBY di atas, menjelaskan begitu tingginya ketergantungan Indonesia terhadap Malaysia, khususnya dalam bidang ekonomi. Dari dimensi ekonomi, mungkin saja kita semua bisa maklumi, dan rakyat Indonesia memang sangat membutuhkan itu semua. Tetapi ketika dihubungkan dengan masalah kehormatan sebuah Negara berdaulat , seperti Indonesia, maka hal itu tentu saja melemahkan posisi bargaining dalam diplomasi. Dampak paling parah, adalah penyataan itu dikeluarkan menjelang dilakukannya pertemuan bilateral tentang masalah perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Selain itu, dukungan masyarakat dunia terhadap Indonesia, khususnya menyangkut klaim perbatasan menjadi sangat lemah, karena mereka melihat Pemerintahnya kalah sebelum bertanding.
Kalau kita sandingkan pernyataan resmi dua Pemerintah di atas, bisa kita kalkulasi, pemerintah mana yang menjaga kehormatan negaranya dan mana yang melecehkannya. Jadi, Najib yang melecehkan Indonesia, atau SBY sendiri?
Pihak Indonesia, wajar saja kalau berhati-hati dalam menghadapi Malaysia, selain menyangkut ketergantungan ekonomi, Malaysia juga masuk dalam Persekutuan Commonwealth, di mana interpensi Negara sekutu Malaysia mutlak akan terjadi, jika salah satu Negara anggota persekutuan dapat masalah, termasuk perang. Penyelesaian masalah perbatasan antara Malaysia dan Indonesia, adalah salah satu ujian terberat kepemimpinan SBY, seperti background SBY adalah TNI, di mana NKRI adalah harga mati.
Disadari bahwa penyelesaian masalah Indonesia-Malaysia, bukanlah masalah sederhana, tetapi apapun opsi yang mau dilakukan SBY, seyogyanya bukan dengan mengabaikan kehormatan Bangsa Indonesia. Ketakutan tidak mesti dengan mengorbankan kehormatan.
Semoga Bermamfaat