Anak yang satu ini, tergolong memang aneh, bahkan bagi saya terkesan ajaib, "ya anak ajaib", pikirku. Aneh bin ajaib, karena dia tidak seperti bayi lainnya, tertatih-tatih belajar berjalan, bahkan termasuk bicara cadel-cadel itu nggak masuk fase kekanak-kanakannya, malahan dari pantauan saya selama sekitar dua bulan, malahan ceplos-ceplos, dan yang paling menggelitik, dia bisa berlari, dan saya yakin saat ini banyak orang dewasa malah mengubernya, entah untuk belajar ataukah nantang lomba lari.
Saya kenal Anak ini, lewat Andi Sukri Amal-ASA, teman facebook, di mana selalu muncul fotstingan di dinding fb nya tentang Sang Bayi Ajaib, saat itu tentang Malaysia yang berdarah Bugis. ASA ini teman pendidikan jurnalistik di Makassar tahun 90 an, kemudian sekitar 18 tahun gak ketemu lagi, nanti fb lah yang mengantarnya padaku. Awal tertarik dengan info dinding fb ASA, saya kemudian terpanggil juga mengenal Sang Bayi Ajaib lebih dekat, tepatnya 1 September 09. Saya jadi terkesima sendiri dengan performance Bayi ajaib ini. Walaupun sedikit maklum juga, karena orang tua bayi ini saya juga kenal relative ajaib, cuma bedanya, si anak lebih ceplas-ceplos, ya mungkin memang karena orang tua masuk fase dewasa, bahkan paling tua di antara sekian banyak bersaudara. Namun walau tua, tetap aja kecantikannya tidak terkalahkan. Inilah keturunan aneh bin ajaib.
Terus terang saya sudah lama mengenal bayi-bayi lainnya, entah dia lahir normal ataukah lewat operasi Caesar (maaf, terjemahan online), tapi dia tidak seimut dengan bayi ini, bikin gemesnya beda. saya pun serius saja, larut dengan keanehannya, terpaku pada keajaibannya. Selama dua bulan berinteraksi, lumayan banyak pengaruh positif yang saya dapatkan, iya harus saya akui, ilmunya memang hampir sempurna menyangkut semua aspek kehidupan. Mungkin keajaiban itu membuat orang merindu, apakah orang itu rindu dengan si bayi, cakupan ilmunya, teman-teman si bayi, ataukah orangtua teman si bayi sedang mencari, adakah surat yang di titip orang lewat si bayi ajaib ini. Semua tergantung motif berteman dengan si bayi. Jadi menarik, apabila ada teman si bayi, marah sama teman si bayi lainnya, mungkin orang itu merasa, surat yang dititip sama si bayi itu, bisa menceburkan ke laut orang tuanya, bahkan sudah dianggap pertarungan antar orang tua. Ha ha ha, kesan lucu memang. Menariknya, Bayi Ajaib ini cenderung diam saja, walau sering juga tegur halus biar jadi sejuk suasananya. Ya mungkin saja Sang Bayi, berpikir bahwa perbedaan itu yang akan mendewasakan teman-temannya. "Ini pikiran anak bayi atau dewasa sih?", pikirku. Dasar Bayi Ajaib
Setelah mendalami keajaiban Sang Bayi, sampai kemarin, saya melihatnya tampil kian cantik saja, lebih modis dan lekuk-lekuk tubuhnya mulai menonjolkan integritas dirinya. Lebih bijak lagi, karena semua teman-temannya mendapatkan tempat tersendiri di hatinya, sehingga teman-temannya bisa dengan cepat mengenali dirinya dan semua masalahnya, termasuk mudahnya berinteraksi antar teman, baik yang baru ataupun lama. Jadinya lebih mudah memang. Sayangnya, bayi ini seperti kekurangan baju baru. Kadang saya berpikir, kenapa ya, orang-orang kaya itu, tidak pasang bajunya di tubuh si bayi. Saya pun kembali optimis, bahwa semakin Bayi Ajaib ini memiliki keragaman teman, maka orang-orang kaya akan datang dengan sendirinya, takutnya nanti si bayi malah kelebihan baju, ya biar longgar dikit nggak apa-apa, toh si bayi cepat besar juga kan?
Pikiran saya pun melayang terlalu jauh, khususnya tentang bagaimana Bayi ini, menjadi remaja, kemudian dewasa, sampai tua, tetap saja memiliki sangat banyak teman, karena integritas dirinya yang terjamin. Orang tua teman-temannya juga merestui pertemanan, bahkan sesekali juga menjenguk Sang Bayi, biar interaksi antar teman itu kian lengket. Pakaian juga yang dipakai selalu berganti, bahkan lebih bagus kalau bertumpuk, kan tinggal tambah lemari pakaian saja.
Menurut saya, supaya bayi ini, tetap elok, maka lebih baik kesan ceplas-ceplosnya dipertahankan, yang penting, bayi ini memiliki implikasi bahasa yang layak, terukur dan santun. Karena itulah yang bisa menjadi kekhasan baginya, kalau sampai orang tua menegur, ya wajar saja, namanya saja orang tua, pasti punya hak untuk menegur, walaupun orang tua tetap harus menyadari bahwa masa depan sang anak, sangat ditentukan oleh arah kehidupan yang diinginkannya sendiri menurut zamannya.
Selanjutnya, pertemanan sang bayi tidak usah dikelompokkan menurut kekhasan teman-temannya, biarkan terjadi pembauran antar teman, karena di situlah interaksi yang dinamis bisa tercipta. Ibaratnya bayi ini adalah sebuah Universitas Kehidupan, semua orang ingin belajar di situ, biarkanlah pelajar ini menemukan dirinya, sampai dia tahu, bagusnya dia belajar apa, baik untuk dirinya maupun apabila nanti untuk dibagikan kepada teman belajarnya. Jadi universitas kehidupan-bayi, memfasilitasi munculnya carracter building bagi pelajar. Toh pasti juga di universitas punya pelajar yang sudah tahu lebih awal, dia mau belajar apa. Dengan kelenturan ini, pertemanan yang terjadi tidak canggung, terpaksa atau memaksakan diri, dan yang terpenting, universitas ini tidak akan menampakkan arogansi keilmuan, di mana cenderung berdampak pada lahirnya jarak/sekat antar teman. Biarkanlah Anak ini dicintai oleh semua orang, apapun latar belakang kehidupannya. Interaksi antar teman inilah yang akan menjadi filter bagi pergaulannya kelak.
Rambut sang Bayi, kelihatannya juga tidak terlalu bagus kalau warnanya banyak, satu sampai dua sudah sangat cukup, supaya dia tidak kelihatan bahenol, bahkan murahan, karena kesan ramai itu, sering mengganggu diskusi antar teman, karena yang paling menarik dari bayi ini adalah apa yang diucapkannya, bukan dari aksesorisnya. Kalaupun harus pakai jambul ataupun buntut, dipilihlah warna rambut paling pas. Seperti, kalau di kepala sang bayi, pita rambut sampai empat, maka dia kelihatan centil, bukannya cerdik.
Begitu juga dengan baju sang Bayi, bagusnya kantong bajunya, jangan melewati tiga, karena kesan norak, bahkan murahan jadinya. Jadi ada kantong baju untuk simpan pulpen atau mungkin hp, lainnya simpan pernak-pernik, atau mungkin tangan untuk sekedar rileks. Kalau sekedar ada pin, di sebelah kanan, juga nggak apa-apa, kan sebagai pelengkap identitas saja.
Begitu pun anggota badan sang Bayi lainnya, bagusnya jangan sampai kelihatan tidak langsing, jadi lengan kiri dan kanan, bagusnya tetap sama besar, demikian juga dengan kakinya, walaupun tetap munculnya otot-ototnya. Sang Bayi rajin olah raga kan? Saya bahkan berpikir, bagaimana kalau Bayi ini, dibelikan sepatu cantik dan lucu, kalau perlu punya lampu-lampu. Jadi saya bayangkan Bayi ini, duduk santai dengan satu kaki disilangkan di atas lutut, lalu digoyang-goyangkan, jadi kalau ada orang lewat, tidak tahan untuk tidak melirik dan sedikit senyum, gemes. Jadinya rileks kan.
Ada juga bagusnya, supaya baby sister Bayi ini, dibelikan atau disiapkan sempritan, yang bunyinya khas, supaya teman-teman sang Bayi, sudah tahu kalau ada bunyi sempritan, berarti ada yang harus dibenahi, khususnya apabila diskusi teman-teman sang Bayi, sampai mengganggu perkampungan. Kan bisa repot, kalau di serang orang se kampung, atau jangan sampai para tetangga minggat karena tersinggung oleh diskusi yang menyudutkan kampungnya. Termasuk juga, bahasa santun teman-teman sang Bayi harus selalu diawasi, karena bisa merusak interaksi antar temannya, juga kesan jelek sang Bayi bisa terbawa dan mengganggu proses pendewasaannya.