Permasalahan UKT ini bukan hanya tentang angka, tetapi tentang hak akses terhadap pendidikan. Pendidikan merupakan hak fundamental bagi setiap manusia, tanpa terkecuali. Namun, tingginya UKT telah menjadi hambatan bagi banyak orang untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Dampak dari tingginya UKT pun tak terelakkan. Banyak mahasiswa terpaksa bekerja keras sambil kuliah untuk meringankan beban orang tua. Hal ini tentu mengganggu proses belajar mereka dan berakibat pada penurunan kualitas pendidikan.
Lebih parah lagi, tak jarang mahasiswa terpaksa menunda studi mereka, bahkan putus kuliah, karena tidak mampu membayar UKT. Mimpi dan cita-cita mereka terkubur dalam jeratan biaya pendidikan yang tak terjangkau.
Lantas timbul pertanyaan, apakah Negara benar-benar hadir untuk masyarakatnya?
Padahal menurut UUD Pasal 31 ayat 1 dan 2 :
(1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Pemerintah, institusi pendidikan, dan seluruh elemen masyarakat harus bahu membahu menjembatani kesenjangan akses pendidikan. Beasiswa yang adil dan merata, subsidi biaya pendidikan, dan regulasi yang berpihak pada rakyat miskin adalah langkah awal untuk mewujudkan cita-cita mencerdaskan bangsa tanpa diskriminasi.
Mari kita hentikan ironi ini. Mari kita bangun negeri ini dengan fondasi pendidikan yang kokoh, di mana setiap anak, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk meraih mimpi dan mengabdikan diri bagi kemajuan bangsa. Setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk menggapai masa depan yang gemilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H