Mohon tunggu...
arifah wulansari
arifah wulansari Mohon Tunggu... Administrasi - lifestyle blogger

Menulis untuk belajar. Kunjungi blog saya di www.arifahwulansari.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Biodiesel Jelantah dan Partisipasi Masyarakat untuk Indonesia Mandiri Energi

30 Desember 2015   22:18 Diperbarui: 31 Desember 2015   06:58 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Gebyar Energi Pertamina. Sumber Foto : Koleksi Pribadi"][/caption]Masih terngiang di telinga saya, kalimat sambutan yang disampaikan oleh Direktur Utama Pertamina, Bapak Dwi Soetjipto dalam gelaran acara Gebyar Energi Pertamina pada peringatan HUT Pertamina yang ke-58 di Atrium Plaza Ambarukmo Jogjakarta beberapa waktu lalu. Kala itu beliau menyampaikan bahwa saat ini PT Pertamina Persero sedang berupaya mengembangkan sumber energi alternatif untuk mencegah terjadinya krisis energi akibat semakin berkurangnya sumber daya migas. Beliau juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi negara penghasil sumber energi baru dan terbarukan. Namun sayangnya hingga saat ini potensi ini belum benar-benar bisa dimanfaatkan secara optimal. Sebagai contoh adalah potensi energi geothermal yang saat ini baru dimanfaatkan sebesar 5% padahal potensinya masih sangat banyak dan berlimpah. Dalam kesempatan tersebut, Pak Dwi Soetjipto secara terbuka juga mengutarakan harapannya, agar masyarakat juga bisa ikut aktif memberikan ide dan masukan kepada pertamina tentang bagaimana cara mengoptimalkan potensi sumber energi baru dan terbarukan, sehingga Indonesia bisa tumbuh jadi negara yang mandiri energi dan tidak tergantung lagi pada sumber daya migas yang kian lama ketersediaannya semakin berkurang dan hampir habis.  [caption caption="Dirut Pertamina Bapak Dwi Sutjipto menyampaikan sambutannya. Sumber Foto : Koleksi Pribadi"]

[/caption]
Paparan yang disampaikan oleh pak Dwi Soetjipto tersebut memang benar adanya. Potensi Indonesia sangat besar untuk jadi negara penghasil sumber energi baru dan terbarukan. Kita punya negara beriklim tropis dimana sinar matahari berlimpah ruah sepanjang tahun dan bisa dimanfaatkan sebagai sumber energi surya. Kita punya banyak pantai dan daerah pesisir dimana angin dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bayu. Kita juga punya jumlah penduduk sangat besar, yang setiap hari menghasilkan sampah. Sampah ini juga bisa diolah jadi sumber energi biomassa. Bahkan kita juga punya sumber energi terbarukan yang paling besar potensinya yaitu sumber energi yang berasal dari panas bumi atau geothermal. Sebenarnya negara kita adalah surganya sumber energi baru dan terbarukan. Masalahnya mungkin hanya terletak pada SDM. Kita sendiri kadang tidak tahu bagaimana cara memanfaatkan potensi tersebut secara optimal. Karena selama berpuluh tahun lamanya kita terlanjur merasa nyaman dan dimanja dengan penggunaan sumber energi fosil seperti minyak bumi. Selama ini masyarakat umum juga terbiasa diposisikan pada tingkatan konsumsi saja. Yang diketahui oleh masyarakat kebanyakan hanyalah sebatas membeli, menggunakan dan menghabiskan energi. Tapi sangat jarang untuk diajarkan tentang bagaimana cara mengolah dan menghasilkannya? Padahal jika masyarakat ikut terlibat aktif tentu rasa penghargaannya terhadap sumber-sumber energi yang ada juga akan jadi makin besar sehingga tidak lagi dengan mudahnya kita membuang energi secara percuma. Lalu terbersit tanya dalam benak saya, bisakah masyarakat umum diajak untuk ikut berpartisipasi dalam proses pengelolaan energi, terutama energi baru dan terbarukan?

Pertanyaan ini jadi terjawab manakala saya membaca sebuah artikel tentang sumber energi baru dan terbarukan yang berasal dari jelantah. Orang indonesia khususnya yang tinggal di pulau jawa pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah jelantah. Jelantah merupakan minyak goreng bekas yang sudah digunakan untuk menggoreng sebanyak 2 atau 3 kali dan warnanya sudah keruh. Hampir semua rumah tangga di Indonesia pasti pernah memproduksi jelantah, mengingat pola makan kebanyakan masyarakat kita menyukai makanan yang digoreng. Jelantah ini jika dimanfaatkan lagi untuk menggoreng maka bisa meningkatkan resiko terjadinya kanker, sehingga saat sudah tidak dimanfaatkan lagi biasanya jelantah ini akan dibuang. Apabila jelantah dibuang begitu saja ke selokan atau ke tanah, tentu akan menimbulkan masalah baru yaitu berupa pencemaran lingkungan. Itulah yang kebanyakan terjadi saat ini di masyarakat kita, karena tidak semua orang tahu bahwa jelantah ini bisa diolah jadi biodiesel sebagai pengganti solar yang berfungsi untuk bahan bakar kendaraan.

Adalah seorang peneliti UGM bernama Prof. Ir. Arief Budiman, M.S, D.Eng yang telah melakukan penelitian terhadap biodesel selama 10 tahun terakhir menemukan fakta bahwa jelantah bisa diolah menjadi biodiesel pengganti solar. Hal ini terilhami dari banyaknya pedagang kaki lima di Jogjakarta yang per hari bisa menghasilkan 10-15 liter jelantah yang hanya dibuang begitu saja. Pada tahun 2014 yang lalu, bersama dengan tim pusat studi energi UGM dan didukung dana dari USAID maka dijalankanlah program "bisnis" energi baru terbarukan yaitu biodiesel bersumber dari jelantah dengan menggandeng para pedagang kaki lima di Jogja. Minyak jelantah merupakan bahan baku biodiesel untuk campuran solar sehingga bisa menghasilkan biosolar. Dengan komposisi tambahan 15 % prosentase biodiesel maka produk ini kemudian dinamakan Biosolar B15.

[caption caption="Biosolar B15 dari minyak jelantah. Sumber Foto : ugm.ac.id"]

[/caption] Para pedagang kaki lima diberikan pendampingan dan diajarkan tentang cara mengolah jelantah menjadi biodiesel yang kemudian hasilnya ditawarkan pada pengusaha bis kota, agar biodiesel ini bisa digunakan untuk mensubstitusi solar dari bis kota. Dalam program ini UGM bekerjasama dengan APKLI. Awalnya UGM membeli jelantah dari APKLI untuk diproduksi menjadi biodiesel. Namun kemudian ilmu ini ditularkan ke APKLI agar mereka juga bisa memproduksi biodiesel sendiri secara mandiri dan tidak tergantung lagi pada UGM. Hasilnya tentu akan memberi manfaat ekonomis bagi para pedagang kaki lima di Jogjakarta.

Cara pengolahannya juga sangat sederhana, yaitu dengan cara mencampur jelantah dengan metanol yang disertai katalis. Campuran ini kemudian dipanaskan dengan suhu diatas 70 derajat celsius. Setelah lebih dari satu jam, hasil campuran itu akan menghasilkan dua lapisan yakni biodiesel dan gliserol. Satu liter jelantah bisa menghasilkan 90 persen biodiesel dan sisanya berupa gliserol.

Sebelum diujikan ke kendaraan, pada Biosolar B15 ini juga sudah dilakukan uji laboratorium, uji mesin dan telah diuji sesuai dengan standar Nasional Indonesia (SNI). Hasil olahan biodiesel ini terbukti lebih ramah lingkungan jika dibandingkan dengan solar. Emisi CO dan CO2nya jauh lebih rendah. Berdasarkan hasil pengujian di laboratorium, biodiesel yang berasal dari jelantah ini juga memberikan efek dingin pada mesin kendaraan sehingga asap yang dihasilkan jadi lebih jernih. Dari segi harga, juga jauh lebih murah ketimbang solar. Jika solar dijual dengan harga 7.500/liter maka untuk biodiesel ini dijual dengan harga sekitar 6.000/liter. Hitungan ini didapat dari hitungan harga jelantah yang dinilai sekitar 2.000/liter dan harga bahan kimia yang digunakan ditaksir senilai 4.000/liter.

Hasil penelitian biodiesel jelantah oleh PSE UGM ini tentu saja menjadi harapan baru untuk mengembangkan produksi energi terbarukan berbahan jelantah hingga menjadi program "bisnis" yang lebih luas lagi. Misalnya merambah ke tingkat rumah tangga. Bukankah setiap rumah tangga di Indonesia pasti juga menghasilkan jelantah dalam aktivitas domestiknya sehari-hari. Kenapa tidak dibuat semacam Bank Jelantah di tingkat RT atau RW atau desa seperti halnya Bank Sampah yang bisa dikembangkan jadi semacam UKM? Apabila masyarakat secara luas juga dilatih dan diperkenalkan tentang bagaimana cara mengolah jelantah menjadi biodiesel dan program ini dapat dijalankan secara massal dan terkoordinasi tentu hasilnya akan lebih optimal dalam mendukung program pemerintah untuk mengembangkan energi baru dan terbarukan di Indonesia.

Disisi lain pemerintah juga harus turut ambil bagian dalam memberikan dukungan, terutama dalam pembuatan regulasi misalnya dengan membuat aturan tentang larangan penggunaan jelantah untuk konsumsi ulang atau jelantah tidak boleh dibuang sembarangan namun harus dimanfaatkan sebagai bahan biodiesel serta peraturan agar perusahaan armada bus atau angkutan umum yang berbahan bakar solar bisa beralih menggunakan biodiesel untuk kegiatan operasional sehari-hari.

Sudah saatnya masyarakat kita diajak berpartisipasi aktif dalam upaya pengembangan energi baru terbarukan. Disini pertamina bisa mengambil peran melalui program CSR nya sehingga semakin banyak masyarakat yang bisa belajar tentang cara memanfaatkan jelantah sebagai sumber energi baru masa depan. Pertamina sendiri juga sudah memproduksi Biosolar sejak tahun 2009. Biosolar Pertamina merupakan campuran Solar dengan FAME (Fatty Acid Methyl Ester). FAME merupakan hasil akhir dari proses transesterifikasi antara minyak nabati (minyak kelapa sawit atau minyak pohon jarak) dengan methanol dan ethanol dengan katalisator soda api. FAME ini kemudian di-blending dengan solar murni sehingga menghasilkan biodiesel yang siap pakai.Untuk Biosolar jenis B-5 yang dijual saat ini mengandung 5 persen campuran FAME. Mungkin kedepannya nanti pertamina juga bisa berperan jadi produsen biodiesel berbahan jelantah. Disatu sisi masyarakat umum juga bisa ikut berperan aktif sebagai penyedia/suplier jelantah. Maka akan terjalin hubungan timbal balik yang saling menguntungkan antara pertamina dan masyarakat umum. Bisa sajakan?  [caption caption="Kemandirian Energi Untuk Indonesia Mendunia. Sumber gambar : pertamina.com"]

[/caption]
Biodiesel dari jelantah ini hanya merupakan salah satu contoh sederhana potensi energi terbarukan yang dapat dioptimalkan di Indonesia. Di sisi lain masih banyak potensi sumber energi baru dan terbarukan seperti energi surya, bayu, hidropower, biomassa, geothermal, mikroalga dan lain sebagainya yang saat ini juga sudah mulai dikembangkan oleh pemerintah Indonesia di beberapa daerah. Saat ini pertaminapun juga sedang gencar untuk mengembangkan sumber energi terbarukan untuk masa depan. Harapannya nanti sumber energi baru dan terbarukan bisa menjadi sumber energi utama untuk menggerakkan perekonomian bangsa dan bahkan mampu mewujudkan cita-cita kemandirian energi Indonesia yang mendunia.

Intinya keterlibatan dan keperdulian dari pemerintah dan seluruh komponen masyarakat sangat penting dalam rangka pengembangan energi baru dan terbarukan ini. Dengan semangat kemandirian dan gotong royong yang kini digaungkan oleh pemerintah maka diharapkan semua pihak dapat turut berkontribusi dalam rangka mensukseskan pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Akhir kata semoga tulisan sederhana ini bermanfaat. Selamat ulang tahun yang ke 58 untuk Pertamina. Semoga Pertamina tumbuh jadi perusahaan nasional yang semakin maju dan mendunia. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun