Mohon tunggu...
Arifah nurhaliza
Arifah nurhaliza Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa universitas sriwijaya

Membahas ilmu hubungan internasional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perang Teluk II yang Menggambarkan Perspektif Realisme

14 Maret 2020   09:09 Diperbarui: 10 April 2020   21:27 4272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Realisme klasik adalah teori hubungan internasional yang dicetuskan pada era pasca-Perang Dunia II untuk menjelaskan bahwa politik internasional adalah hasil dari sifat manusia. Pemikiran Hubungan Internasional tentu sudah ada jauh sebelum ilmu Hubungan Internasional menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Salah satu pemikir Hubungan Internasional yang muncul jauh sebelum Hubungan Internasional itu sendiri ada adalah Thucydides.

Thucydides  (lahir 460 SM --  wafat 395 SM) adalah seorang sejarawan Yunani dan penulis dari Alimos (sebuah daerah di wilayah Yunani). Bukunya yang berjudul Sejarah Perang Peloponnesia (The History of Peloponnesian War) menceritakan perang abad 5 sebelum masehi antara Sparta dan Athena. Melalui bukunya tersebut, Thucydides telah dijuluki bapak "sejarah ilmiah".

Sebagai seorang teoretikus realisme dalam Hubungan Internasional, Thucydides memberikan empat kategori mengenai realisme.
1. Sifat manusia adalah titik awal untuk realisme dalam hubungan internasional. Realis melihat manusia sebagai dasarnya egois dan mementingkan diri sendiri sejauh kepentingan pribadi mengatasi prinsip-prinsip moral.
2.  Kaum Realis secara umum percaya bahwa tidak ada pemerintah dan kondisi hubungan internasional selalu dalam kondisi anarkis,
3. Karena kondisi hubungan internasional selalu dalam kondisi anarkis, untuk mencapai keamanan, negara berusaha meningkatkan kekuasaan mereka dan terlibat dalam kekuasaan-balancing untuk tujuan menghalangi agresor potensial. Perang ini dilancarkan untuk mencegah negara peserta dari menjadi lebih kuat secara militer
4. Realis umumnya skeptis tentang relevansi moralitas dalam politik internasional. Hal ini menyebabkan mereka mengklaim bahwa tidak ada tempat bagi moralitas dalam hubungan internasional, atau bila ada ketegangan antara tuntutan moralitas dan tuntuan aksi politik yang amoral maka negara boleh bertindak sesuau dengan moralitas mereka sendiri yang berbeda dari moralitas yang secara umum dianut.

Seperti yang dikatakan Thucydides katakan dalam bukunya, Perang Peloponnesia adalah hasil dari perubahan sistematis yang disebabkan oleh meningkatnya kekutan Negara-kota Athena yang mencoba untuk melibihi kekutan dari Negara- kota Sparta. Realisme Thucydides berdampak abadi pada cara analisis kontemporer dalam memandang Hubungan Internasional


Realisme lebih mengutamakan power politics daripada kerjasama internasional. Hans J. Moergenthau (dalam Booth 1991, 528) menjelaskan politik internasional sebagai struggle for power. Realisme menekankan sisi kompetitif dan konfliktual dalam interaksi antara negara, dan melihat kebijakan luar negeri sebagai upaya untuk mencapai kepentingan nasional, yang didefinisikan sebagai power. Hal ini didasarkan pada asumsi realis yang melihat bahwa setiap negara memiliki kapabilitas kekerasan dan kapasitas material yang mempengaruhi perilaku negara dan bukan tidak heran perang adalah jalan utama untuk mencapai kepentingan nasional

Invasi Irak ke Kuwait atau yang lebih dikenal sebagai perang teluk II merupakan suatu contoh kasus nyata yang menggambarkan perspektif Realism. kemerosotan ekonomi Irak setelah Perang Delapan Tahun dengan Iran dalam perang Iran-Irak. Irak sangat membutuhkan petro dolar sebagai pemasukan ekonominya sementara rendahnya harga petro dolar akibat kelebihan produksi minyak oleh Kuwait serta Uni Emirat Arab yang dianggap Saddam Hussein sebagai perang ekonomi serta perselisihan atas Ladang Minyak Rumeyla sekalipun pada pasca-perang melawan Iran, Kuwait membantu Irak dengan mengirimkan suplai minyak secara gratis. Selain itu, Irak mengangkat masalah perselisihan perbatasan akibat warisan Inggris dalam pembagian kekuasaan setelah jatuhnya pemerintahan Usmaniyah Turki. Penyelesaian perang ini adalah Dewan PBB mengeluarkan Resolusi No 660 tahun 1990 dan memerintahkan Irak keluar dari Kuwait sampai batas tanggal 29 November 1990. Irak tidak melaksanakan perintah tersebut, maka pada tanggal 15 Januari 1990 USA melalui Hak Veto Dewan Keamanan PBB bersama kelompoknya Inggris dan Perancis menyerang Irak. Dengan cara tersebut akhirnya Irak menerima syarat yang diajukan Dewan Keamanan PBB.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun