“Itu kan tadi. Sekarang ya beda lagi. Kalau pun nanti sedih lagi, ya urusan nanti,” terangnya.
Mereka pun mengambil jatah makanan di dapur pesantren. Seperti biasa, menu makanan pagi itu sayur bayam dan tempe goreng. Di aula lantai dua, mereka menyantap hidangan itu dengan penuh semangat hingga butir nasi terakhir.
“Ta, tadi pas aku buat status foto kita, ada yang menanyakan kamu,” ujar salah Lina.
“Ya jawablah,” cetus Areta.
“Dia itu teman kuliahku dulu. Anaknya baik banget. Pokoknya berjiwa-jiwa pemimpinlah. Kayaknya cocok sama kamu.”
“Bisa jadi.”
“Ya sudah, nomormu aku kasih ke dia ya.”
“Kasih saja, paling juga nggak aku respons,” cetus Areta.
“Kamu itu kenapa sih Areta, selalu menolak kalau ada yang mau ta’aruf.”
“Memang harusnya seperti ini,” tukasnya.
Areta memang tidak pernah merespons jika akan lelaki yang mencoba mendekatinya. Ia pernah hampir dijodohkan sama dosennya. Tapi tidak pernah ada yang berhasil meluluhkan hatinya. Bahkan ada dosen yang ingin menjadikannya istri kedua ketika ia masih kuliah di strata satu.