"Adelia, sekarang giliranmu maju, hari ini latihan terakhir, jadi tampillah dengan maksimal," ujar pak Handi.
Meskipun dengan hati yang mengganjal, Adelia tetap berusaha untuk berpidato dengan maksimal. Ia tidak ingin mengecewakan gurunya yang dengan tulus melatihnya. Namun, di tengah pidatonya, ia terhenti, dan tidak dapat melanjutkan rangkaian kalimat tersebut. Dadanya sesak oleh beban. Ia tidak dapat membendung air mata, dan tangisnya pun pecah.
"Saya tidak bisa mengikuti perlombaan ini," ujar Adelia dengan sesenggukan.
Semua tertegun dan terkagetkan oleh perkataan Adelia tersebut. Ia menceritakan keadaan sebenarnya. Lalu, pak Handi pun berusaha memotivasinya.
"Adelia, jangan berhenti di sini. Siapa yang akan menggantikanmu? Tunjukkan kamu bisa! Obati luka orang tuamu dengan prestasi-prestasi yang baru!" jelasnya.
Latihan hari itu pun berakhir. Pak Hendi memberi waktu untuk Adelia berpikir.
"Besok, hari tenang buat kalian. Tidak ada latihan," tambahnya.
***
Tingtung .... Tingtung ....
Handpone Adelia berbunyi.
"Nduk, hari ini berangkat ke Malang kan? hati-hati di kota orang, Ibu doakan semoga lancar dan mendapatkan hasil yang terbaik," nasihat ibu Adelia.