***
Teeet.... teeet....
Suara bel pulang. Semua murid berjalan tertib keluar kelas. Namun Adelia masih sibuk menulis ulang catatannya yang belum rapi. Setelah selesai, ia pun keluar dan berjalan pulang. Dilihatnya beberapa siswa berbaris mengenakan pakaian serba hitam, dilengkapi kain berwarna putih, hijau, atau merah muda melingkar di pinggangnya.
Sampai di gerbang, terlihat dari jauh, sosok laki-laki mengenakan baju serba hitam, dengan kain putih yang dililitkan pinggang berjalan. Matanya tertuju pada Adelia, dan ia berjalan sangat lambat, begitu juga Adelia. Tatkala jarak semakin dekat, ia pun tersenyum kepada gadis mungil itu dan ia membalasnya. Wajahnya memerah tersipu malu. Mereka pun berlalu tanpa satu kata pun.
***
Adelia dan beberapa murid yang terpilih sebagai perwakilan sekolah pun dipanggil ke ruang kepala sekolah untuk bersama bapak Handi sebagai koordinator pembimbing untuk diberi pengarahan dan motivasi. Mereka pun dibagi sesuai bidang masing-masing untuk mengikuti bimbingan beberapa guru yang telah ditugaskan.
Hari-hari berjalan begitu cepat. Semakin dekat pula hari menuju perlombaan. Latihan pun semakin digentarkan. Adelia sangat tertegun dengan semangat pak Handi yang tak kenal rasa lelah melatihnya dan tak bosan mendengar rangkaian kalimat yang sehari hampir sepuluh kali diucapkan di depannya. Bahkan mungkin beliau juga hafal kalimat tersebut.
Tak hanya di depan pak Handi, setiap hari Adelia juga berpidato di depan dewan guru, di podium ruang guru tepatnya. Bukan untuk menggurui mereka, namun untuk melatih keberanian dan kepercayaan diri. Beberapa guru pun juga memberi kritik dan saran. Tak jarang juga, Ia diminta berlatih di depan kelas-kelas yang saat itu diajar pak Handi. ia sangat bersyukur karena diberi kesempatan emas untuk mengembangkan diri.
***
"Adelia, ini ada titipan dari kak Roy," ujar doni, sembari memberi secarik kertas.
"Kak Roy? terimakasih ya Don."