Ada yang tahu Sempolan?..
Kalo “kempol” itu betis, kalo “kompol” itu pangkat di kepolisian, kalo “ngompol” itu mungkin hobi sampeyan yang belum hilang sampe sekarang..he..heh..he..
Sempolan adalah nama desa di Jember. Letaknya sekitar 25 an km dari Jember ke arah utara sebelum Gunung Gumitir. Jalan Raya Sempolan merupakan jalur utama ke Banyuwangi dan Bali.
Hari Sabtu awal Agustus kemarin saya pulang dari sambang anak saya yang lagi mondok di Gontor Lima Banyuwangi. Pulang dari pondok sekitar jam sembilan pagi dengan menumpang bis RESTU.
Selepas dari Gontor sampai Gunung Gumitir, perjalanan lancar jaya. Kendaraan besar belum terlalu banyak yang lewat, mungkin karena hari Sabtu, hari santai.
Sesaat sebelum masuk Sempolan, mulai terlihat antrian mobil yang berjejer panjang. Terdengar beberapa orang di luar mengatakan bahwa ada karnaval di Sempolan. Bis RESTU pun bergeser sedikit demi sedikit.
Jalan Raya Sempolan, yang biasanya untuk dua arah, pada hari Sabtu tersebut harus berbagi dengan para karnavalers. Akhirnya polisi menerapkan sistem buka-tutup.
Dari jendela bis RESTU terlihat serombongan karnavalers berpakaian seperti JFC. Dengan pakaian yang aneh, menjuntai, berjalan di jalan raya di siang hari. Dengan diiringi lagu-lagu house music yang dimuntahkan dari perangkat sound system yang segede gajah yang diangkut oleh truk.
Dan perjalanan Banyuwangi-Jember tersebut macet tiga jam....
***
Kita beralih ke Turen...
Turen bukanlah nama kota di Itali ,markas klub sepakbola Juventus ataupun lokasi pabrik mobil FIAT.
Turen terletak di sebelah selatan kota Malang. Kurang lebih 25 km dihitung dari nol kilometer Kota Malang. Tugu nol kilometer Kota Malang terletak di depan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan.
Mulai awal Agustus kemarin, sampai akhir September besok, tiap hari Minggu ada karnaval agustusan.
Acaranya selalu meriah. Anak-anak, laki-laki perempuan, tua muda, pedagangan bakso, cilok, tahu campur, sermiler, orem-orem, dan lain sebagainya tumplek bek pada melihat karnaval.
Dari beberapa karnaval yang saya lihat, sepertinya polanya hampir seragam. Berlomba-lomba gede-gedean sound system, lagu pengiringnya dangdut sagita-an, menampilkan joget massal sambil berjalan sepanjang jalan, ada yang macak banci bahkan ada yang bencong beneran, pakaian ala JFC-an, dan tak ketinggalan banthengan.
Ada yang gak tau banthengan ya?...heh..heh..heh..
Banthengan ini seperti kuda lumping. Kalo kuda lumping kan pake properti seperti kuda, lah kalo banthengan propertinya seperti banteng. Ada yang seperti barongsai tapi berbentuk banteng, ada juga kepala banteng biasanya disebut caplokan.
Yang bikin miris banthengan adalah kalo ada yang kesurupan.
***
Kalo jaman kejayaan Pak Harto dulu, acara agustusan biasanya adalah diadakan lomba-lomba, baik tingkat RT,RW, Kelurahan, Kecamatan, Kotamadya. Lombanya macam-macam. Ada olah raga, kesenian, hiburan. Puncaknya adalah panggung gembira di Kelurahan sampai Balaikota.
Saya tidak dalam kapasitas sebagai penilai, dalam artian saya tidak akan menilai bahwan jaman sekarang adalah jaman “latah” atau jaman Pak Harto dulu acara agustusan lebih macho.
Tiap jaman memiliki keunikan masing-masing.
Dan setelah kemeriahan karnaval agustusan, sebagian besar dari peserta karnaval akan kembali kepada “penjajahan”.
Saya Arif Wibowo, selamat merdeka!!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H