Mohon tunggu...
Arif Wibowo
Arif Wibowo Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di DJP.

ASN di DJP yang belajar menuliskan hal receh dan konyol sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cicak atau Semut

19 November 2023   18:33 Diperbarui: 19 November 2023   18:45 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masih ingat pada tahun 2009 muncul pernyataan dari Susno Duadji, mantan Kabareskrim Polri, tentang Cicak melawan Buaya. Kasus tersebut adalah perseturuan antara KPK yang di analogikan dengan Cicak, melawan Polri yang di analogikan dengan Buaya. Cicak melambangkan pihak yang lemah, sedangkan buaya melambangkan pihak yang kuat. Seperti sinetron, Cicak Melawan Buaya sampai tiga episode.

Dalam sejarah kemerdekaan Republik Indonesia, pernah tercatat nama pasukan Semut Ireng. Pada tanggal 7 -- 9 Agustus 1949 di Solo, pasukan Semut Ireng yang dibentuk oleh Kolonel Gatot Subroto, sebagai pasukan penjaga Istana Mangkunegaran, berperang melawan Belanda. Akhirnya pada 10 Agustus 1949, terjadi gencatan senjata.

Cicak dan semut, keduanya adalah melambangkan pihak yang tidak diperhitungkan karena kecil, kurus, dianggap lemah tak berdaya.

Alkisah, pohon-pohon besar diseluruh negeri ditebang, dikumpulkan selama 30 hari 30 malam, ditempatkan disuatu lapangan seluas 20 x 36 meter persegi, untuk dijadikan kayu bakar.

Api telah dinyalakan, tidak akan padam selama tujuh hari tujuh malam, berkobar-kobar setinggi langit, panas menjalar kemana-mana, bahkan ketika burung lewat diatasnya akan terpanggang hidup-hidup.

Namrud, raja yang lalim durjana yang memerintah negaranya dengan sewenang-wenang,suka merampas hak orang lain, melecehkan tanpa perikemanusiaan, memerintahkan bala tentaranya untuk melemparkan Ibrahim ke tengah-tengah api yang panas membara.

Seekor cicak, merayap pelan mendekati kobaran api. Sekuat tenaga menahan panasnya api yang menjilat kesana kemari. Ditiupnya api yang telah berkobar-kobar selama berhari-hari tersebut.

Diseberang cicak, ada seekor semut yang dimulutnya ada setetes air. Dengan susah payah, tanpa menghiraukan panasnya api yang mengenai tubuhnya, dia mendekati pinggir lapangan dimana Ibrahim dibakar hidup-hidup. Setetes air tersebut digunakannya untuk memadamkan api agar Ibrahim selamat.

Cicak dan semut, dua binatang lemah, sama-sama melakukan sesuatu yang sia-sia. Tiupan cicak tidak akan merubah api yang telah panas membara menjadi lebih membara. Setetes air dimulut semut, mustahil bisa memadamkan api yang berkobar-kobar tujuh hari tujuh malam.

Gerakan jari jemari selemah apapun, hanya untuk menegaskan dipihak mana kita berdiri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun