Hingga kini, tujuh bulan lebih, kita masih berada dalam situasi pandemi. Walau begitu, polemik sudut pandang perihal pandemi ini tensinya belum juga mereda.
Ribut-ribut dimulai soal Menkes Terawan yang awalnya menganggap remeh virus korono. Kemudian pertengkaran 'rebutan' mobil PCR antara walikota Surabaya Risma dan Gubernur Jatim Khofifah. Juga kegaduhan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal PSBB jilid 2. Belum lagi unjuk penundaan soal penyelenggaraan Pilkada serempak di tengah pandemi.
Baru-baru ini beredar kabar cukup meresahkan masyarakat perihal dugaan oknum rumah sakit yang mengkoronakan pasien dan memainkan angka kematian covid 19 untuk mengunduh anggaran covid 19 yang begitu besar.
Di medsos banyak netizen berkesah mengenai jenazah yang dikuburkan secara protokol covid-19, ternyata setelah hasil tes swabnya keluar menunjukkan hasilnya negatif covid-19. Ditambah kabar orang yang meninggal karena kecelakaan didefinisikan kematian covid-19. Tentu kasus semacam ini memicu kemarahan terutama dari pihak keluarga duka.
Gubernur Jateng Ganjar Pronowo dan Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko pun angkat bicara soal santernya kabar pencoronoan pasien dan soal kesahihan data angka kematian covid-19.
Menurutnya perlu adanya pendefinisian ulang terkait kematian covid-19 agar setiap kematian tidak selalu dikaitkan dengan korona. Artinya secara tidak langsung Ganjar Pranowo dan Moeldoko tidak manafikan fakta pengkoronoan angka kematian di tengah pagebluk. Meski begitu ungkapan kedua penjabat publik tersebut bertendesi buruk pada otoritas kesehatan.
Artinya jika pemerintah tidak tepat dalam mengomunikasikan masalah ini, memungkinkan banyak masyarakat akan membelakangi otoritas kesehatan. Publik bisa kehilangan kepercayaan terhadap nakes.
Akibatnya masyarakat akan takut memeriksakan keluhan kesehatannya ke rumah sakit, karena takut dikoronakan.
Selain itu ditengah simpang siur informasi mengenai pandemi ini, memungkinkan masyarakat akan mudah termakan informasi hoaks, teori konspirasi, tidak mau divaksin karena diisukan vaksinnya diinjeksi chip yang bertujuan untuk memantau dan mengendalikan perilaku massa secara global.
Kiranya isu-isu yang beredar semacam itu tidak dipandang sebelah mata. Sebab banyak komentar verbal mereka menunjukkan sikap remeh dan apatis terhadap virus korono.
***