Mohon tunggu...
Arif Rahman Hakim
Arif Rahman Hakim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Biasa-biasa saja

Lelaki kelahiran Pati Jawa Tengah suka memancing, sesekali membaca buku dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Burung Liar, Burung Sangkar

17 September 2020   07:08 Diperbarui: 17 September 2020   07:10 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Lihatlah burung-burung itu
Mereka bebas hinggap di ranting-ranting pohon
Mengepak sayap sekehendaknya
Kicaunya menyiratkan irama kehidupan
Sesekali tampak bercumbu
Memadu dengan belahan jiwa
Menyusun sarang
Beranak pinak
Mencari nafkah, mengasihi, menyayangi
Menjaga dan membesarkan

Namun apa yang terjadi
Jika kedua induk burung tertembak pemburu? Atau tertangkap oleh jebakan
Lalu dikurung ke dalam sangkar?

Bayangkan anak-anak burung yang baru belajar mengepak-ngepak sayap sembari bercuit-cuit
Berhari-hari kelaparan dan terancam mati bukan?

Meski induknya hidup tetapi bak makan hati berulam jantung
Tidur tidak nyenyak
Makan apalagi
Sekalipun diberi makanan paling lezat
Tidak berselera sama sekali
Naluri kebetinaan dan kejantanan tidak bisa dimungkiri

Namun, seiring berjalannya waktu
Sekawanan burung tertangkap

Dikurung dalam sangkar. Ia beradaptasi di dalam kehidupan "baru" yaitu sangkar

Lama-lama sepertinya nyaman
Semua keperluan dipenuhi
Dari mandi, makan, buang hajat, berjemur dilayani bak raja
Lalu apakah bahagia?
Tanyakan saja padanya!
 
Seandainya ia sudah sangat lama menghuni sangkar
Kemudian dilepas di alam bebas
Burung-burung itu tampak kebingungan
Alam yang dulu pernah ia akrabi jadi asing
Seakan ia takut, khawatir dengan dunia 'baru' yang dulu pernah dijalani

Seakan dia lupa bagaimana mencari makan
Lupa bagaimana berkawan
Lalu ia mecoba kembali ke dalam sangkar
Seakan dunia dipersepsi sebatas dalam sangkar saja, jiwanya sebesar, selebar sangkar yang mengkurungnya

Burung kembalilah engkau kepangkuan habitatmu
Sangkar yang engkau huni sekian lama itu hanyalah ilusi, percayalah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun