Hidup ini selalu menuntut hati tuk berperan tak lebih sebagai badut. Entah kapan para mereka menyadari dan lekas peka akan para jiwa yang tak lebih selalu ditekannya. Mengasingkan segenap hasrat yang dimiliki hati yang tak mampu berontak ketika hasrat itu harus ditekannya. Mungkin para mereka akan meronta-ronta sesal dalam tangisannya ketika para jiwa itu pergi bersama kebesaran hatinya yang selalu mengutamakan senyuman para mereka hingga yang dinginkannya harus dikorbankan demi satu kepuasan tawa darinya.
Para mereka tak pernah tahu apa yang dilakukan para jiwa malam ketika berdiri di atas cekaman malam. Kedangkalan tahu para mereka akan menjadi sebuah air mata yang tak akan henti-hentinya mengalir ketika setan-setan pengumbar penyesalan dengan angkuhnya memberikan segenap rasa yang mereka miliki.
Dan teryakinkanlah kepada tabiat para mereka yang akan menurunkannya kepada generasi-generasi yang akan nanti kelak. Karna bulu-bulu sang burung akan selalu ikuti lekuk tubuh sang burung, dan tak pernah terjadi tubuh sang burung mengikuti bulu-bulu yang tumbuh. Karna bibir akan selalu ikuti suasana rasa hati, tak pernah terdengar suasana hati ikuti gerak yang tengah diciptakan bibir.
Bersyukurlah bagi para mereka yang memahami semua garis besar dalam hidup ini. Yang perlahan terbangun dari kebutaannya yang panjang. Yang baru menyadari bahwasanya kaki-kakinya telah salah melangkah yang terlanjur berjalan dalam lumpur yang hidup.
Jangan salahkan hati dan jiwa yang lebih peka ataupun lebih lemah daripadanya. Karna semua para jiwa itu terpastikan membuahkan karya yang lebih mulia dan lebih membubung tinggi derajatnya daripada arti hidup para mereka yang mencela, memaki, ataupun menghujat sekalipun. Hingga karya-karyanya itu akan selalu direnungkan baginya dan membuat mereka merasa bersalah dalam keangkuhannya yang mulai memudar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H