Mohon tunggu...
Arif Budiman
Arif Budiman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Seorang pribadi yang selalu gelisah, seorang pribadi yang mencoba untuk mendalami gagasan-gagasan pemikir kiri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Komunisme: Atheis atau agamis?

23 Desember 2024   18:04 Diperbarui: 23 Desember 2024   18:04 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Istilah Komunisme semestinya menjadi biasah dalam perbincangan kita. Susilo Ananta Toer misalnya mendefinisikan Komunis sebagai orang atau kelompok orang yang berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan kekuatan sendiri. Mengeksploitasi dirinya sendiri. Tetapi, terminologi Komunisme menjadi luar biasa dikala ia diendapkan pada dimensi pikiran. Bukan hanya karena menyimpan gagasan yang besar, namun Komunisme juga memiliki peran besar yang dapat merubah keadaan. Hal ini tak terlepas dari pencetus ideologi Komunisme, Karl Marx dalam Theses On Feuerbach (1845) mengatakan : Para filsuf hanya menafsirkan dunia dengan berbagai cara, yang jadi soalnya adalah mengubahnya.

Sejak peristiwa G30SPKI 1965 masyarakat Indonesia terjebak pada dogmatisme yang salah kaprah, Komunisme selalu diidentikkan dengan Atheis, tidak manusiawi dan anti tuhan. Fenomena tersebut, disamping menunjukkan minimnya pemahaman masyarakat atas pluralitasnya model pikiran, juga menunjukkan fakta bahwa masyarakat Indonesia pikirannya masih terlalu mudah untuk di manipulasi dan gampang dibentuk pola pikir dikotomis yang berlatar belakang pada ketakutan terhadap peristiwa masa lampau. Hal ini bertujuan agar Komunisme sebagai sebuah Ilmu Pengetahuan tidak dipelajari orang, tidak dikenal dan pada akhirnya masyarakat tergiring untuk menerima bahwa Komunisme adalah sebuah kesalahan berpikir.

Apakah Komunis Atheis?

Jika merujuk berbagai literatur, Karl Marx seorang bapak Komunisme ia merupakan seorang Yahudi yang dipaksa berpindah agama agar bapaknya dapat menjadi seorang pengacara. Marx sering kali dianggap seorang atheis tak lain karena dalam karyanya yang berjudul "A contribution to the critique of Hegel's philosophy of right" ia mengatakan bahwa "Religion is the opium of the people" atau "Agama adalah candu bagi masyarakat" selain alasan itu, Marx dicap seorang atheis karena dalam berbagai karyanya ia menggunakan dasar Filsafat Materialisme. Namun, seluruh alasan tersebut tidak dapat untuk menarik kesimpulan bahwa Komunis adalah seorang Atheis.

Mengapa Marx Mengatakan Agama adalah Candu?

Dalam hemat penulis, penulis mencoba untuk menafsirkan perkataan Marx tentang Agama adalah candu bagi masyarakat, kurang lebih sebenarnya Marx mengibaratkan Agama seperti sebuah pedang bermata dua. Pada satu sisi agama dapat membawa manusia agar terbebas dari penindasan, pada sisi yang lain agama juga dapat menjadi alat yang pada akhirnya menjauhkan manusia dari tanggung jawab sosialnya. Misal, dalam sejarah kita, Aceh dikenal dengan militansi kaum agamisnya, bahkan aceh menjadi satu-satunya wilayah yang sulit untuk dikuasai Belanda. Dalam berbagai cerita yang beredar, Snouck Horgonje seorang peneliti menyimpulkan bahwa Ajaran Agama memiliki kekuatan dan semangat untuk melawan penjajahan. Tidak hanya di Aceh, Hari Santri yang setiap tahun diperingati juga merupakan contoh dari tafsiran pertama. Namun, pada tafsiran kedua, Agama juga dapat menjadi alat yang pada akhirnya menjauhkan manusia pada tanggung jawab sosial, dapat kita ibaratkan dengan seorang yang dianggap Jiwa dan Ruhnya telah menyatu dengan tuhan, sehingga membuatnya berorientasi hanya kepada dunia akhir, lebih jelasnya contoh kedua dapat kita baca melalui buku Tan Malaka yang berjudul Madilog. 

Apakah Komunis agamis?

Tentu sangat sulit untuk membuat suatu kesimpulan persoalan ini, hal ini dikarenakan tidak seluruh tulisan Marx dapat kita kaitkan dengan nilai-nilai agama. Hanya saja aspek keadilan, kesetaraan dan anti penindasan memiliki kesamaan dengan spirit agama. Dalam berbagai tulisan pemikir kiri, hampir tidak pernah luput untuk mengkritik persoalan Akumulasi Kapital yang dapat menimbulkan ketimpangan sosial. Hal ini sejalan dengan surat Az Zariyat yang menyinggung bahwa dalam harta kita terdapat hak orang lain, atau surat At Takasur & Al Balad misalnya yang hampir tidak menyinggung persoalan berhala namun lebih kepada persoalan reformasi sosial. Begitu pula jika kita melihat sejarah Islam, hampir sebagian nabi dan rasul membawa misi yang sama yakni reformasi sosial. Misalnya, Nabi Ibrahim melawan raja Namrud, Nabi Musa melawan keserakahan dan ketamakan Firaun, atau Nabi Muhammad yang membebaskan seorang budak bernama Bilal bin Rabah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun