Mohon tunggu...
AW Kristianto
AW Kristianto Mohon Tunggu... Insinyur - Pemerhati tata air dan lingkungan

Water Resources Engineer

Selanjutnya

Tutup

Nature

Dari Jakarta, Kita Belajar Normalisasi dan Naturalisasi Sungai (Part 1)

9 Januari 2020   14:17 Diperbarui: 9 Januari 2020   14:21 425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Peralihan tahun 2019 ke tahun 2020 ditandai dengan beberapa kejadian yang mencolok baik yang bersifat isu  internasional maupun skala nasional. Mulai dari kasus pembunuhan seorang jendral kharismatik Iran oleh Amerika Serikat yang dikhawatirkan menyulut terjadinya perang dunia 3, kamp etnis Uighur di China, Konflik  kepulauan Natuna antara ndonesia dengan China, bangkrutnya PT. Asuransi Jiwasraya, tertangkapnya penyiram penyidik KPK Novel Baswedan, hingga bencana alam banjir yang menerjang beberapa daerah di Indonesia yang salah satunya terjadi di Ibukota Negara kita tercinta Jakarta. Serta banyak isu lainnya yang tidak kalah penting tetapi secara porsi berita  kalah hits dibandingkan dengan yang tersebut di atas. Semua isu tersebut menarik untuk diikuti perkembangannya. Salah satu yang sangat menarik adalah tentang Normalisasi dan Naturalisasi Sungai.

Dalam pengelolaan sumberdaya air khususnya sungai, istilah normalisasi lebih dahulu dan lebih sering kita dengar.  Di tingkat kementerian maupun di tingkat pemerintahan daerah baik itu provinsi maupun kabupaten/kota istilah normalisasi sudah ada sejak belasan bahkan puluhan tahun yang lalu. Sedangkan istilah naturalisasi, secara umum di Indonesia  memang baru booming dan sering kita dengar atau kita baca  sekitar 3 atau 4 tahun ini, baik itu di media cetak, elektronik dan media online.

Nomalisasi berasal dari kata dasar normal. Berdasarkan kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), normal artinya menurut  aturan atau menurut pola yang umum; sesuai dan tidak menyimpang dari suatu norma atau kaidah; sesuai dengan keadaan yang biasa. Berdasarkan  referensi dari website badanbahasa.kemdikbud.go.id, penambahan akhiran (sufiks) "isasi" artinya sama dengan penambahan pe_an. Sehingga normal_isasi sama artinya dengan pe_normal_an atau membuat kembali menjadi normal. Lantas, apakah yang dimaksud dengan normalisasi sungai atau penormalan sungai? Terlepas dari artinya yang mungkin bisa berbeda, kita bisa melihat kegiatan fisik normalisasi itu sendiri, khususnya yang dilaksanakan di sungai-sungai di Indonesia, yang diantaranya adalah sebagai berikut:

  • Pengerukan sungai untuk memperlebar dan memperdalam sungai
  • Pemasangan sheet pile atau batu kali untuk pengerasan dinding sungai
  • Pembangunan sudetan berupa sungai baru yang lurus dengan lintasan terpendek menuju laut
  • Pembangunan tanggul dengan timbunan tanah atau dinding beton memanjang di daerah-daerah rawan banjir.
  • Menjaga kebersihan/kualitas air sungai

Dari contoh kegiatan  tersebut, dapat kita simpulkan bahwa normalisasi yang dimaksud adalah bertujuan agar sungai normal sesuai dengan keinginan manusia. Dalam konteks ini sungai dianggap sebagai saluran drainase, dikelola dengan prinsip  sistem drainasi, yaitu mengalirkan/membuang air secepat dan seefektif mungkin ke laut agar tidak menimbulkan genangan/banjir di daratan yang mengganggu kehidupan dan aktifitas manusia.

Naturalisasi  berasal dari kata natural, merupakan kata serapan dan kata sifat yang artinya alamiah atau sesuai dengan alam. Penambahan sufiks  isasi setelah kata natural menjadikannya kata kerja yang artinya me_natural_kan atau membuatnya alamiah. Kegiatan naturalisasi sungai di Indonesia diantaranya dilakukan dengan:

  • Mengembalikan fungsi bantaran sungai sebagai daerah resapan air,
  • Pembuatan kawasan hijau, dan
  • Mengembalikan ekosistem sebagaimana kondisi alamiahnya lagi

Serupa dengan naturalisasi, dalam beberapa referensi asing ditemukan istilah de_naturalisasi yang artinya membuat kembali natural/alamiah. Dari artinya, istilah de_naturalisasi sungai mirip dengan istilah restorasi sungai. Sebuah situs resmi di Jerman menceritakan kegiatan restorasi sungai yang mereka lakukan di sungai Ruhr yang terletak di Negara Federal Northrhine-Westfalia, di daerah kota Arnsberg. Digambarkan bahwa sebelum restorasi, sungai tersebut mengalir secara monoton, lebar sungainya sempit dan terbatas pada tepian sungai dengan riprap. Tujuan utama  kegiatan restorasi adalah mengembalikan kondisi hidromorfologi sungai yang lebih alami, membangun kembali konektifitas longitudinal yang menghasilkan keragaman morfologi dan biologis yang lebih tinggi. Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan nilai estetika sungai dan untuk meningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keanekaragaman hayati dengan mengembalikan alam yang lebih nyata. Beberapa hal yang bisa kita bandingkan sebelum dan sesudah kegiatan restorasi adalah sebagai berikut:

Sebelum Restorasi:

  • Tepian sungai stabil/monoton (dengan riprap)
  • Aliran sungai diluruskan

Setelah Restorasi:

  • Pembongkaran bangunan tetap untuk memungkinkan terjadinya erosi alami di tepi sungai
  • Terciptanya daerah rawan banjir/genangan
  • Pelebaran dasar sungai
  • Perubahan struktur dasar dan tepi sungai dengan penambahan sedimen
  • Penanaman pohon kayu besar

Sebagai tambahan informasi, Sungai Rurh di Jerman ini mempunyai tipologi Sungai Gunung Berukuran Sedang, ketinggian 153 m dpl, dengan daerah tangkapan air seluas 1.050 km2 dan panjang sungai yang direstorasi adalah 4,5 km. 

(Dirangkum dari berbagai sumber)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun