Desa indah yang jarang tercatat dalam lembar media nasional bahkan provinsi ini sedang ramai diperbincangkan. Pesona perdesaan pinggir sungai yang asri dengan pemandangan jembatan serta rumah panggung terbuat dari kayu ulin bersusun rapi memanjakan mata setiap yang melihatnya.
Desa Jantur itulah sematan untuk desa dipenghujung Kabuaten Kutai Kartanegara, Provisi Kalimantan Timur. Daerah di mana kita tidak akan menemukan sampah yang berserakan, polusi udara dan macet karena banyaknya akibat kendaraan yang berlalu lalang.
Untuk sampai ke Desa Jantur setidaknya memerlukan waktu kurang lebih 5 jam dari ibu kota Provinsi, Samarinda. Jika mengulas sedikit tentang sejarah Desa Jantur, daerah ini pada mulanya adalah hutan belukar yang dikelilingi oleh danau dan rawa yang merupakan cabang dari induk sungai Mahakam.
Karena posisinya yang strategis, maka desa ini berpotensi menghasilkan ikan air tawar. Dengan potensi ikan yang melimpah tersebut pada awal mulanya datanglah orang-orang Banjar dalam skala kecil, hanya beberapa anggota keluarga untuk mencari ikan di daerah ini.
Setelah itu, beberapa anggota keluarga ada yang kembali ke Banjar dan menceritakan bahwa di daerah Borneo ada sebuah wilayah yang dapat dijadikan sebagai tempat tinggal untuk mencari ikan. Hal ini terjadi pada zaman kerajaan Antasari di Banjar, Kalimantan Selatan.
Hingga akhirnya terjadi ruralisasi dari Banjar provinsi Kalaimantan Selatan ke desa Jantur yang sekarang merupakan bagian dari wilayah Provinsi Kalimantan Timur dan tepatnya Kabupaten Kutai Kartanegara.
Karena potensi ikan yang sangat besar, maka mereka memutuskan untuk menetap di desa Jantur dan mulai membuat bangunan tempat tinggal berupa rumah panggung dan rakit-rakit apung.
Dalam penetapan nama desa, mulanya berawal dari musyawarah orang-orang Banjar yang sudah menetap di desa tersebut, hingga terjadi kesepakatan bersama yang diambil berdasarkan nama penduduk yang mendiami daerah ini pertama kali yaitu nenek Jantur. Namun, banyak juga yang berpendapat bahwa nama Desa Jantur merupakan singkatan dari "Jagalah Agamamu Nanti Tuhanmu Ulurkan Rahmatnya".
Seiring dengan berjalannya waktu, desa ini mengalami perkembangan yang signifikan, terlebih dalam jumlah penduduknya yang semakin bertambah. Hingga sekarang Desa Jantur terus mengalami perkembangan kearah yang lebih baik, hal tersebut dapat di lihat dari mulai terpenuhinya fasilitas-fasilitas penunjang kegiatan masyarakat baik berupa sarana seperti Kantor Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Jalan Umum, Langgar dan Masjid, Sekolah, Balai Desa, Puskesmas bahkan sudah ada Rumah Sakit, dan berbagai sarana lainnya.
Desa Jantur merupakan wilayah administrasi Kecamatan Muara Muntai. Yang sekarang sudah terbagi menjadi 3 desa yakni, Desa Jantur, Desa Jantur Selatan dan Desa Jantur Baru. Desa Jantur atau kerap dikenal dengan Jantur Induk memiliki luas wilayah 52,28 km2 dengan jumlah penduduk 2001 jiwa, 589 Kepala Keluarga.
Desa Jantur selatan memiliki luas wilayah 53,50 Km2 dengan jumlah penduduk 1985 jiwa, 677 Kepala keluarga. Sementara Desa Jantur Baru memiliki luas wilayah 43,30 Km2 dengan jumlah penduduk 1845 jiwa, 360 Kepala Keluarga. Setidaknya dari Desa Jantur memerlukan lebih kurang satu jam untuk menuju kekecamatan yang jarak tempuhnya 20 km menggunakan kapal ces. (BPS Muara Muntai, 2017)
Wilayah Desa jantur secara geografis merupakan daerah rawa-rawa yang diapit dua danau besar yakni danau Jempang dan danau Jantur yang merupakan pemukiman masyarakat disepanjang tahun.
Mayoritas penduduknya berprofesi sebagai nelayan dan pengolah ikan asin hasil tangkapan para nelayan. Saat kondisi musim penghujan atau banjir produksi ikan cenderung menurun. Produksi hasil tangkapan ikan berlimpah saat air sedang surut atau musim kemarau.
Hasil tangkapan nelayan berupa ikan sepat, biawan, pepuyuh, toman, haruan/gabus, jelawat, patin bahkan udang dapat memenuhi pasar lokal Tenggarong, Samarinda, Balikpapan, Bontang, hingga Banjarmasin. Terlebih lagi hasil produk ikan asin yang sudah menembus pasar di pulau jawa bahkan di eksport keluar negeri.
Untuk menjaga kelestarian dan kesinambungan produksi ikan air tawar tersebut yang sekaligus merupakan ikan endemik kalimantan. Sejatinya, perlu dilakukan upaya budidaya produktif air tawar baik dari masyarakat sendiri maupun pemerintah setempat.
Tidak hanya sebatas potensi ikan air tawar, desa Jantur menyugukkan pemandangan perdesaan yang sangat menawan. Desa ini kerap dijuluki wisata jembatan ulin, karena disepanjang desa terdapat jembatan ulin sebagai lajur utama para pejalan kaki dan aktifitas masyarakat sehari-hari.
Hal unik lainnya terlihat dari indahnya rumah panggung yang sebagian besar juga terbuat dari kayu ulin bersusun indah disepanjang pinggir sungai, Selain itu desa ini menawarkan berbagai kebudayaan yang masih dilestarikan seperti acar-acara besar dengan surungan, tradisi Bailang, tradisi usung dan baarak pengantin serta masih banyak yang lainnya.
Tulisan ini dipersembahkan untuk tempat tinggalku tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H