Mohon tunggu...
Arif Agung Prasetya
Arif Agung Prasetya Mohon Tunggu... Lainnya - Pembimbing Kemasyarakatan Pertama

Pembimbing Kemasyarakatan Pertama pada Balai Pemasyarakatan Kelas I Semarang

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Diversi Sebagai Jalur Penyelamat bagi Masa Depan Anak Berhadapan dengan Hukum

10 November 2021   11:58 Diperbarui: 10 November 2021   12:28 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anak menurut bahasa adalah keturunan kedua sebagai hasil antara hubungan pria dan wanita. Dalam konsideran Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, dikatakan bahwa anak adalah amanah dan karuni Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa anak adalah tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Children are the living messages we send to a time we will not see (anak adalah pesan hidup yang kita kirim untuk masa yang tidak kita lihat), begitulah John W Whitehead dalam Lenny N. Rosalin menggambarkan pentingnya anak sebagai generasi penerus sekaligus asset terbesar untuk masa depan.

Anak adalah generasi penerus yang akan datang. Baik buruknya
masa depan bangsa tergantung pula pada baik buruknya kondisi anak saat ini. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlakuan terhadap anak dengan cara yang baik adalah kewajiban kita bersama, agar ia bisa tumbuh berkembang dengan baik dan dapat menjadi pengemban risalah peradaban bangsa ini. Berkaitan dengan perlakuan terhadap anak tersebut, maka penting bagi kita mengetahui hak-hak anak dan kewajiban anak. Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 18 UU No .35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak disebutkan ada 19 hak anak yang harus diperoleh anak.

Apabila anak melakukan tindak pidana diatur dalam hal peradilan pidananya diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Anak di bawah umur adalah anak yang telah berumur 12 tahun tetapi belum berumur 18 tahun Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dan membedakan anak yang terlibat dalam suatu tindak pidana dalam tiga kategori: Anak yang menjadi pelaku tindak pidana (Pasal 1 angka 3 UU SPPA), Anak yang menjadi korban tindak pidana (Anak Korban) (Pasal 1 angka 4 UU SPPA) dan Anak yang menjadi saksi tindak pidana (Anak Saksi) (Pasal 1 angka 5 UU SPPA).

Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan segala unsur sistem peradilan pidana yang terkait di dalam penanganan kasus-kasus ABH. Polisi, Kejaksaan dan Pengadilan serta Pembimbing Kemasyarakatan atau Balai Pemasyarakatan, Advokat atau pemberi bantuan, Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), Lembaga Penempatan Anak Sementara (LPAS) dan Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (LPKS)sebagai institusi atau lembaga yang menagani ABH mulai dari anak bersentuhan dengan sistem peradilan, menentukan apakah anak akan dibebaskan atau diproses ke pengadilan anak hingga tahapan ketika anak akan ditempatkan dalam pilihan-pilihan, mulai dari dibebaskan sampai dimasukkan dalam institusi penghukuman dalam koridor keadilan restoratif

Dalam peradilan Pidana anak, dikenal dengan istilah Diversi yakni pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, yang bertujuan untuk Mencapai perdamaian antara korban dan Anak, Menyelesaikan perkara Anak di luar proses peradilan, Menghindarkan Anak dari perampasan kemerdekaan, Mendorong masyarakat untuk berpartisipasi; dan Menanamkan rasa tanggung jawab kepada Anak. 

Diversi dilaksanakan dalam bentuk Musyawarah antara pihak yang melibatkan Anak dan orang tua/wali, korban dan/atau orang tua/walinya, Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional, perawakilan dan pihak-pihak yang terlibat lainnya untuk mencapai kesepakatan diversi melalui pendekatan keadilan restorative dan juga diikuti oleh fasilitator dari tingkatan peradilan pidana (Polisi, Jaksa, dan Hakim). Syarat dilakukan diversi adalah Diancam pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun, dan bukan pengulangan tindak pidana. Selanjutnya selain ketentuan tersebut, berlaku pula terhadap anak yang didakwa melakukan tindak pidana yang diancam pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan didakwa pula dengan tindak pidana yang diancam pidana penjara (tujuh) tahun atau lebih dalam bentuk dakwaan subsidiaritas, alternatif, kumulatif maupun kombinasi (gabungan) (Pasal 7 PERMA Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak)).

Pembimbing kemasyarakatan memiliki peran untuk mendampingi ABH tersebut selama proses peradilan Pidana dan membuat Laporan Penelitian Kemasyarakatan untuk Diversi Bagi ABH, guna meneliti latar belakang anak melakukan tindak pidana dan merumuskan program yang tepat guna memberikan rekomendasi bagi ABH saat musyawarah Diversi dilakukan. Pada saat melakukan pendampingan, para Aparat hukum tidak mengenakan Pakaian Dinas agar anak tidak menjadi trauma dan takut dengan proses peradilan tersebut.

Berikut merupakan beberapa hasil dari kesepakatan Diversi yaitu perdamaian dapat berupa: dengan atau ganti kerugian, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikut sertaan dalam pendidikan/pelatihan dilembaga pendidikan atau LPKS, pelayanan masyarakat. Dalam hal kesepakatan tercapai, maka setiap pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan diversi untuk diterbitkan penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, penghentian pemeriksaan perkara dan bilamana tercapai maka proses pemeriksaan dilanjutkan. Selanjutnya dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam waktu yang ditentukan maka pembimbing kemasyakatan segera melaporkan kepada pejabat untuk menindaklanjuti proses pemeriksaan. Dan apabila tidak terjadi kesepakatan pada musyawarah Diversi di tiap tingkatan peradilan (Penyidikan, penuntutan dan peradilan) maka ABH menjalani persidangan.

Terkadang Diversi disalah artikan sebagai Kartu AS bagi anak untuk melakukan Tindak Pidana, padahal bukan itu yang diinginkan. Diversi merupakan sarana sebagai penyembuh perilaku Jahat Anak sehingga dapat disembuhkan dan menjadi baik lagi, berkelakuan sesuai dengan norma masyarakat. Di Balai Pemasyarakatan Kelas I Semarang, beberapa hasil dari kesepakatan Diversi berakhir dengan baik dan bisa merubah perilaku anak menjadi lebih baik tidak melakukan pengulangan tindak pidana lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun