Dengan bangga ku letakan sebuah foto yg baru saja selesai kucetak, fotoku saat menemani pacarku dalam acara Graduation Universitas Bina Nusantara di Assembly Hall JCC beberapa bulan yg lalu. Namun kepercayaan diriku runtuh malam itu tatkala pembantuku masuk ke kamar untuk menyapu dan menyeletuk:
"emang sudah yakin jodoh toh? mbak saja dulu pacaran bertahun-tahunnya sama siapa eh nikahnya sama siapa.." jelasnya sambil kemudian ngeloyor pergi. Dan tinggalah aku yg terdiam ternganga sambil dalam hati membenarkan perkataannya.
Kalau melihat banyaknya pengalaman orang-orang terdekat, terutama sahabat-sahabat ku yang akhirnya memilih untuk mengakhiri jalinan hubungan mereka yg telah bertahun-tahun bersama dan kemudian secara spontanitas justru memutuskan merapatkan pelabuhan terakhirnya pada sosok yg hanya butuh waktu sebentar untuk berlanjut pada jenjang yg lebih serius, yakni pernikahan.
Bahkan ada juga yang baru sadar bahwa kenyamanan yg selama ini mereka cari justru ada di dekat mereka, tapi selama ini tidak pernah mereka sadari (biasanya orang-orang yg memutuskan menikah dengan sahabat atau teman yg sudah dikenalnya lama, padahal pacaran bertahun-tahunnya sama orang lain).
Aku kurang mengamati perkembangan seputar gosip artis, namun bekerja di media online membuatku mau tidak mau akhirnya tau juga berita hangat seputar para artis tersebut. Bisa diambil contoh aktor Iko Uwais yang memutuskan menikahi Audy yg baru di kenalnya beberapa bulan dan melepaskan mantan kekasihnya Jane yg telah mendampinginya sekitar 2 tahun. Atau Donna Agnesia yg memilih menikah dengan Darius padahal hubungannya saat itu dengan Okan sudah mencapai tahap yg serius. Dan tentu saja berita paling hangat baru-baru ini, Vino yg keren itu menikah sama Marsha Timothy, padahal selama ini Marsha wara wiri di infotaimentnya sama Fachri Albar.
Pro dan Kontra pasti ada, tapi kalau memang sudah jodoh siapa yg mau di salahkan? Ada saatnya kita menjadi perantara, dan ada saatnya kita menjadi pelabuhan terakhir bagi seseorang. Posisi Jane, Okan maupun Fachri tentunya disini hanya sebagai perantara, jelas mereka bukan pelabuhan terakhir. Tapi aku yakin selalu ada sebab di belakang akibat, lambat laun mereka pasti dapet hikmah dari kejadian ini. Aku bilang kaya gini, karena aku pun pernah berada di posisi perantara.
Tapi akhirnya justru jadi bersyukur, kalo dulu ga gitu ya mungkin sekarang ga akan bisa jadi kaya begini.. bisa seperti ini ... Bukankah setiap manusia punya alasan atas apa yg menjadi tindakan dan pilihan mereka.
Aku ingat di masa putih abu-abu, ketika aku berjuang keras belajar supaya keterima di PTN. Saat itu yang ku dampingi tentu bukan pacarku yg sekarang. Dan dia pun lulus keterima di PTN. Tapi lihat kan sekarang, wanita yg justru mendampingi dirinya saat foto di acara wisuda sarjana, bukan aku tapi pacarnya. Dan di waktu yang sama, aku juga mendamping pacarku yg sekarang dalam acaranya wisudanya.
Disitulah aku belajar, rasanya menjadi perantara dan pelabuhan terakhir dalam waktu yg bersamaan (eh belom pelabuhan terakhir sih, masih Insya Allah, ga mau takabur ah hehe). Dan mungkin di dalam kisah hidup pribadi pacarku yg sekarangpun, dia juga sebagai perantara bagi orang lain.
Ada yg lucu juga nih, temanku dulu bahkan sudah menyiapkan nama-nama anak mereka kelak, padahal saat itu masih kuliah di semester 4. Dan kenyataannya, sekarang pacarnya itu sudah menikah dengan orang lain dan punya dua orang anak. Begitu juga dengan dia yg sudah punya kehidupan baru lagi.
Atau ada lagi tetanggaku yg udah sebar undangan, bahkan sudah bayar DP rumah bersama calonnya di salah satu perumahan tidak jauh dari rumahku. Tapi karena suatu hal, pernikahan itu gagal. Tak lama kemudian tetanggaku itu pun menikah dengan orang lain dan melanjutkan membayar cicilan rumah itu bersama pasangan barunya.