Karena pada dasarnya, kita memiliki roda takdir…
Aku tak pernah takut meskipun sekarang kau bisa mentertawakanku
Meremehkan karena ketidakmampuanku
Aku tidak pernah takut
Selama aku masih memiliki penguasa takutku,
Selama aku masih memiliki apa yang disebut dengan keyakinan
Selama aku masih bersama Tuhan, tak ada yang perlu kutakutkan
Sebaliknya, kau yang seharusnya takut
Adakah Tuhan disisimu?
Kau yang dengan mudah menyeringai pada hal yang tak kau sukai
Apapun yang tidak berjalan sepertimu akan selalu kau benci
Kau salah satu orang yang tak mungkin bisa menghargai orang lain
Kau hanya memikirkan dirimu sendiri
Dan menganggap semua yang tidak sepertimu sebagai ‘kerikil’
Ah betapa kasihannya engkau
Kau seharusnya bersyukur dengan apa yang kau miliki
Bukan sibuk meremehkan orang lain dan membandingkannya denganmu
Bukan sibuk iri pada orang lain yang memiliki hal lebih darimu
Kau seharusnya lebih banyak berterimah kasih pada Tuhan
Ah betapa ibanya aku pada orang sepertimu
Terus menerus mengejar dunia yang penuh dengan mimpi-mimpi semu
Terus menerus menumpuk emas dan permata demi harga diri
Padahal semuanya bukan apa-apa dihadapan Tuhan
Kau adalah orang yang paling dikasihani olehku
Andai kau tahu…
Orang yang paling tidak bisa bersyukur dan menghargai orang lain,
Kusebut dengan emas yang seperti sampah,
Dirimu dibutakan dengan sesuatu yang disebut dengan kesombongan
Kau sama sekali tidak bisa melihat ‘kebaikan’ dan ‘ketulusan’
Sayangnya,
Aku ini tidak pandai berkata-kata
Sehingga, terpaksa kau harus membacaku
Kuharap perasaan ini bisa tersampaikan padamu
Suatu ketika,
Ketika roda takdir itu berputar
Dan kemudian kau berada di ‘ketidakmampuan’
Kau akan menjilat ludahmu sendiri
Dan itu tentu saja sebelum kau membaca tulisanku ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H