Mohon tunggu...
aries nalu
aries nalu Mohon Tunggu... -

saya lahir di Betun, Kabupaten Belu tapi saya tumbuh dan besar di manggarai. saya memulai pendidikan saya, 1997-2003 : SDI Wae Nakeng,Lembor,Manggarai barat, NTT 2003-2006 : SMPN 1 Lembor, Manggarai Barat, NTT 2006-2009 : SMK Stella Maris, Labuan Bajo, Manggatai Barat,NTT 2010-sekarang : Mahasiswa di Universitas Dwijendra, Denpasar.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen

12 April 2012   13:17 Diperbarui: 6 Juli 2015   15:42 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

TRAGEDI DI BALIK KEPERCAYAAN

Oleh: aries nalu

Rumor yang beredar acapkali meresahkan warga.Rumor itu menjadi bahan pembicaraan yang hangat di desa yang berada di kaki gunung Poco Rutang. Usaha mengungkap hal itu terus diupayakan warga setempat. Namun hasilnya sia-sia belaka. Warga pun memutuskan untuk tidak menghiraukannya.

Seminggu berlalu, warga digemparkan lagi oleh kejadian aneh. Sehari setelahnya, terjadi hal yang sama pula. Kejadian itu semakin membuat seluruh warga desa ketakutan. Rumor mengenai hal tersebut kini mulai terdengar kembali. Merasa bertanggung jawab terhadap keamanan desanya, orang nomor satu sekaligus orang yang sangat dipercaya di desa itu angkat bicara.

“ bapa/ibu, saudara/saudari, semua pasti tahu tentang kejadian yang sedang melanda desa kita. Kejadian ini merupakan kejadian yang tidak biasa dan tidak wajar bagi kita semua. Saya mohon kepada semuanya agar tetap tenang dan jangan menyimpulkan kejadian ini yang macam-macam sebelum kita tahu pelakunya karena itu akan semakin membuat kita resah. Satu hal lagi mulai malam ini sampai seterusnya kita adakan ronda malam secara bergantian. Malam ini saya percayakan kepada Pak Tian bersama 5 orang lagi untuk beronda. Bagi warga yang tidak meronda harap menyalakan lampu depan rumah.” tutur Pak Alfred.

“ Pak kepala, perlengkapan ronda seperti kopi, rokok, serta makan selama beronda, siapa yang siapkan?”sahut Pak Tian.

“ Huuuuuuuu…,” teriak warga.

“ Setelah ini, kamu temui aku di rumah.”

“ Baik Pak ! “ (sambil tersenyum)

Warga kembali dengan tertib ke rumah masing-masing. Ada pun sebagian yang masih bertahan untuk bercakap-cakap mengenai kejadian aneh itu.

Pukul 18.00,Pak Tian bersama ke lima warga lain sudah stand by di tempat ronda. Mereka asyik bersenda gurau sambil menghisap sebatang rokok yang sudah disiapkan.

“ Menurut kalian kejadian apa yang sudah terjadi di desa kita ini,” kata Pak Tian, membuka percakapan sambil meneguk kopi.

“ Saya kira ini perbuatan binatang buasyang memakan mangsanya.” UjarAndri.

“ kalau ini perbuatan binatang tentunya akan meninggalkan jejak kan?”

“ Ia juga ya…, terus perbuatan siapa ? “

“ kalau menurut saya, ini semacam pengalihan perhatian warga.” Tambah Hendra.

“ maksud kamu bagaimana Dra….” Sahut Pak Tian.

“ Maksud saya, kejadian ini sengaja diciptakan oleh seseorang atau sekelompok orang untuk menakut-nakuti warga agar kegiatan mereka tidak diketahui sehingga dapat berjalan mulus.”

“ Tapi… siapa yang tega melakukan itu?” lanjut Pak Tian.

“ Hmmmm… saya juga belum tahu, pak.”jawab Hendra.

“ Ada benar perkataanmu Dra. Saya dengar informasi bahwa ada beberapa warga yang kehilangan anjing peliharaan mereka dan sampai detik ini belum kembali. Mungkin ada kaitannya dengan kejadian ini.” Tambah Andri, yang dari tadi mendengar perbincangan Pak Tian dan Hendra. “

“ Maksud kamu… darah yangditemukan kemarin itu adalah darah anjing…? Lanjut Hendra dengan penuh semangat.

“ Hmmmm… maybe yes maybe no.”

“ Sebelum kita memastikan itu darah anjing, ada baiknya kita selidiki dahulu kejadian ini.” Pak Tian menimpali.

“Setuju pak !” sahut Andri dan Hendra kompak.

Ketika asyik bercakap-cakap, kira-kira pukul 21.30 muncul Pak Alfred menghampiri mereka. Saat yang sama Pak Tian, Andri serta Hendra tiba di pos ronda. Sementara ketiga teman yang lain sudah tertidur dan tak menghiraukan gigitan nyamuk sedikit pun. Tampaknya mereka sangat kelelahan.

“ Dari tadi pak?” kata Pak Tian.

“ Baru saja Pak Tian.” Sahut Pak Alfred. “ Habis keliling kampung ya? “ lanjutnya.

“ Ia pak.”

“ Bagaimana situasinya?”

“ Aman terkendali pak.”

“ Baguslah. Oh… iya, rokok kalian masih ada?

“ masih ada… ta…pi tdk cukup buat bertiga pak!

Pak Alfred tahu apa maksud ucapan Pak Tian sehingga beliau langsung menyodorkan sebungkus rokok gudang garam dari dalam sakunya.

“ Terima kasih pak.” “ Oh ya pak, saya masih penasaran dengan kejadian yang meneror desa kita ini. Pada saat berkeliling tidak ada sesuatu yang mencurigakan. Apa mungkin ini suatu permainan yang coba-coba menakuti warga?” lanjut Pak Tian mencoba meminta tanggapan dari Pak Alfred.

“ Sa…sa…saya juga tidak mengerti tapi bapak jangan kuatir karena semua masalah pasti ada solusinya.” Maaf ya pak, kapan-kapan kita lanjutkan perbincangannya. Sudah larut malam. Saya harus pulang sekarang. Esok pagi-pagisaya harus ke kabupaten.” Sahut Pak Alfred mengalihkan pembicaraan.

“ Okelah pak.”

Mendengar jawaban yang dilontarkan Pak Alfred tadi membuat pikirannya tak berhenti berputar. Jawaban itu seakan sebagai pengalih atas pertanyaan yang Pak Tian tujukan padanya. Apalagi sewaktu mendengar pertanyaan itu, wajah kepala desa itu memerah dan suaranya saat menjawab pun terbata-bata seperti ada sesuatu yang ia sembunyikan. “Mungkinkah kejadian ini ada kaitannya dengan beliau?” Tanyanya dalam hati.

Pagi hari, warga kembali dihebohkan oleh penemuan darah yang di tempat yang sama pula tetapi yang membedakan adalah darahnya lebih banyak dari sebelumnya. Warga pun berkerumun ingin melihat darah itu. Diantara sekian banyak warga yang berkumpul, tampak kelihatan Pak Tian, Andri dan Hendra. Mereka tak berbicara satu sama lain dan sepertinya sedang berpikir tentang ada maksud apa di balik kejadian ini. Karena geram, Andri tak dapat menahan emosi dan amarahnya pun meledak.

“ Bangsat ! Terkutuk ! Saya tidak akan membiarkan orang yang tega melakukan ini hidup secara normal !

Kata-kata itu bagaikan bola api yang membakar hati seluruh warga.

“ Bunuh saja ! “ sahut seorang warga diikuti seluruh warga. “ Bunuh…! “ Bunuh…!” “Bunuh…!”

Di rumah Pak Kades, di ruang tamu Pak Alfred bersama dua orang yang lebih muda darinya sedang serius berkomunikasi. Dua orang yang muda itu adalah Yan dan Feri. Mereka adalah kaki tangan dari beliau.

“ Informasi apa yang hendak kalian sampaikan.” Ucap Pak Alfred.

“ Semalam ketika beronda, kami mendengar percakapan antara Pak Tian, Andri dan Hendra. Mereka mengatakan, “ kalau kejadian ini sebagai pengalihan perhatian masyarakat.” Tutur Feri.

“ Mereka juga berniat untuk menyelidiki kasus ini pak.” Tambah Yan.

“ bagaimana reaksi warga dengan darah anjing yang kalian sebarkan tadi?”

“ sebagian warga nampak ketakutan dan sebagian lagi merasa geram pak. Mereka pun berniat membunuh pelakunya. Kita harus bagaimana pak? “

“ Kalian jangan kuatir. Tetap bekerja seperti biasa dan jangan lupa tetap berhati-hati serta jangan sampai menimbulkan kecurigaan dari warga.”

“ Oke pak. Kalau begitu, kami mohon pamit.”

“ Oh iya, satu hal lagi… besok kita berangkat ke sana dan jangan lupa tetap sebarkan darah itu.”

“ Iya pak.”

Keesokan harinya sementara warga disibukan oleh bercak-bercak darah yang kini bukan pada satu tempat lagi namun menyebar di ujung kampung dan yang paling banyak di tengah kampung. Pak Alfred bersama kedua orang kepercayaannya itu menuju suatu tempat yang mereka janjikan kemarin. Beliau paling depan diikuti anak buahnya. Namun perjalanan mereka sedang diperhatikan oleh tiga pasang bola mata dari semak-semak. Hal ini tak disadari oleh Pak Alfred.

“ Itukan Si Yan dan Feri. Untuk apa mereka bersama Pak Alfred ya ?” Tanya Andri keheranan.

“ Iya betul Dri.” Sahut Hendra menyakinkan.

“ Sudah-sudah. Kita ikuti saja kemana mereka pergi.” Kata Pak Tian.

Betapa terkejutnya Pak Tian bersama Andri dan Hendra ketika mereka melihat sebuah lahan yang cukup luas yang penuh ditanami tumbuhan ganja. Mereka juga melihat para buruh yang kira-kira berjumlah delapan orang dan semuanya laki-laki. Di sana pun kelihatan Pak Alfred sedang berbincang-bincang dengan salah seorang buruh.

“ Benar yang kamu katakan Dra.” Bisik Pak Tian.

“ Saya tak menyangka pak, kalau beliaulah dalang dibalik kejadian yang selama ini meneror desa kita” sahut Hendra.”

“ Ternyata selama ini teror yang meresahkan warga itu hanya untuk menutupi kegiatan mereka belaka. Dasar bedebah!” geram Pak Tian.

“ Kita telpon polisi saja pak.” Saran Andri.

“ Iya betul. Ini saat yang tepat agar desa kita tidak diteror lagi pak.” Pinta Hendra.

“ Tunggu apalagi, Dra… hubungi sekarang.” Kata Pak Tian yang juga setuju dengan saran mereka.

Tak lama kemudian, sekompi polisi pun tiba. Pak Tian menjemput polisi sedangkan Andri dan Hendra tetap memperhatikan aktifitas Pak Alfred bersama orang-orangnya. Sesampainya di sana, polisi langsung mengepung areal terlarang itu. Pak Alfred sangat terkejut dan berusaha melarikan diri tetapipeluru panas telah lebih dahulu bersarang di kaki kanannya. Dengan tangan terbogrol, Pak Alfred bersama dua orang kepercayaannya dibawa ke tengah kampung.

Masyarakat tak menyangka kalau beliau yang selama ini sangat dipercaya dan juga dihormati tega melakukan hal itu. Bermacam-macam kata-kata kotor pun terlontar dari mulut warga. Karena malu dan merasa bersalah Pak Alfred tak berani melihat warganya. Pak Tian pun angkat bicara.

“ kejadian yang selama ini meneror desa kita ini adalah kejadian yang sudah dirancang untuk maksud tertentu. kejadian itu ada kaitannya dengan ketiga orang yang ada dihadapan kita sekarang. Salah satu diantara mereka adalah seseorang yang selama ini kita percayai untuk memberi perubahan, menjadi teladan bagi kita semua ternyata selama ini dia menggunakan topeng yang telah mengelabui banyak orang. Kini kedoknya telah terbongkar. Saya yakin kita semua sudah bisa menebak siapa dalang dibalik kejadian ini. “Dialah yang telah mengancam serta meneror kita dengan darah seekor anjing.”

Mereka pun dibawa menuju kantor polisi sedangkan tanaman ganja dimusnahkan oleh aparat dibantu warga.

THE END

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun