Setelah dirundung pandemik hampir setahun ini, kita patut sedikit berlega hati. Bahwasannya, Vaksin yang disebut-sebut menjadi penangkal merebaknya pandemik Covid-19 mulai minggu ini siap untuk disuntikkan.Â
Sebagai warga negara yang patuh, saya dan keluarga, juga kompasianer pasti turut menyiapkan diri. Mulai dari mencermati efektivitas vaksin yang telah mulai diberikan di beberapa negara, mempelajari potensial problem yang ditimbulkan serta kemampuannya dalam mencegah merebaknya virus mutasi dari Covid-19.Â
Sebagai Pribadi yang berlogika, harus saya akui bahwa tak mudah bagi saya untuk mencerna semua pertanyaan di benak terkait vaksin.Â
Pertama, apakah hanya menerima vaksin sekali saja (tanpa memperoleh booster pada beberapa bulan berikutnya) akan benar-benar mampu meningkatkan daya tahan tubuh terhadap pandemik? Sebab sama halnya dengan vaksin-vaksin sebelumnya yang saya terima sepanjang umur saya, terdapat sistim booster yang menjadi penguat setelah vaksin pertama diberikan. Â Â
Kedua, apakah setelah vaksin maka kehidupan kita akan berjalan normal seperti saat sebelum terjadi pandemik? Ataukah kita harus mampu hidup berdampingan dengan pandemik? Dua pertanyaan ini tak mudah untuk dijawab. Ada begitu banyak kalangan yang memilih untuk merenung ketika pertanyaan tersebut sontak mengundang asa.
Saya pun memberanikan diri bertanya pada seorang kolega yang tengah tinggal di wilayah asal pandemik. Meskipun kini ia memilih untuk pindah ke daerah lain namun jawabannya atas pertanyaan saya sungguh di luar harapan.Â
Terkait vaksin, dengan polos ia mengatakan bahwa tidak semua orang dapat memperoleh kesempatan untuk divaksin. Itu berarti bahwa tanggung jawab dalam meningkatkan daya tahan tubuh untuk menghadapi pandemik serta ancaman mutasi virus Masih menjadi ranah tanggung jawab pribadi dan keluarga.Â
Maka baginya, menegakkan protokol kesehatan seperti rajin mencuci tangan dengan air bersih dan sabun yang higienis, memakai masker saat beraktivitas di luar rumah seta menjaga jarak khususnya ketika harus berada di suatu kerumunan merupakan hal yang terutama. Ia pun masih menambahkan makan makanan yang bergizi serta berolah raga secara teratur merupakan tuntutan rutinitas baru.Â
Saya tertegun ketika ia mengungkapkan bahwa kemandirian dalam menghadapi pandemik ini merupakan hal yang terutama. Dengan nada bijak, ia mengatakan bahwa bisa jadi moment ini merupakan pembelajaran hidup yang terbaik bagi seseorang, untuk mengutamakan keselamatan diri dan keluarganya serta tidak terlalu bergantung pada pihak lain.
Mendengar semua testimony tersebut saya menjadi lebih bersyukur akan apa yang selama ini kita alami. Setidaknya komitmen pemerintah dalam memberikan vaksin pertama ini secara gratis akan menjadikan bangsa kita lebih kuat dalam menghadapi pandemik.Â
Namun satu pernyataan kolega saya tadi yang menjadi pedoman ke depan adalah 'pentingnya kemandirian dalam menghadapi pandemik'. Dengan jumlah penduduk mencapai 260 juta jiwa lebih, akan terdapat risiko (walau mungkin sangat kecil peluangnya) bagi sebagian dari kita yang luput dari program ini. Maka kesadaran diri jualah yang akan menghantar kita untuk memperoleh vaksin secara Mandiri. Setidaknya prinsip itulah yang saya tekankan pada keluarga kecil saya.Â