Hari ini tren penambahan jumlah kasus positif Covid-19 secara nasional belum meunjukkan tanda-tanda penurunan. Angka kasus positif di tingkat nasional bahkan telah menembus 5.000, dengan 50% di antaranya terjadi di Ibu Kota Jakarta. Praktis dunia bisnis terguncang habis.Â
Sejumlah pakar mulai memprediksi bahwa lonceng krisis telah menyala dan semua pihak diharapkan untuk bersiaga. Beberapa bahkan meyakini bila hempasannya akan lebih hebat dari krisis moneter di tahun 1998 silam. Situasi inilah yang membuat sisi kepemimpinan kita diuji.
Subuh pagi tadi, salah satu sahabat saya Ahip mengirimkan pesan melalui WhatsApp. Kali ini diluar kebiasaannya. Ia dikenal sebagai pribadi yang periang, optimis dan sangat pandai.Â
Betapa tidak, saat menyelesaikan pendidikan tertingginya dua tahun lalu di luar negeri, waktu studi total yang seharusnya dilewati selama 11 tahun dapat ia selesaikan hanya dalam waktu 3 tahun 8 bulan.Â
Tak ayal prestasi ini telah membuatnya berhasil memperoleh posisi yang sangat bagus di dunia ketrampilannya. Namun karena rasa cinta pada tanah air, maka ia memutuskan untuk kembali ke Indonesia dan berkarir di Jakarta.
Kalimat pertama yang muncul di handphone saya adalah "Bro....maaf aku tidak bisa tidur semalam. Boleh bicara?", Jujur cukup berat bagi saya untuk membuka mata dengan lebar, namun karena merasakan sense of urgencies, maka spontan saya membalasnya, "Boleh Bro, ada apa?".
Cukup lama saya menunggu balasannya sembari bertanya-tanya ada apa gerangan? Sekitar 10 menit kemudian muncullah percakapan yang tampak seperti sebuah pesan yang dilanjutkan (baca; diforward). Begini isinya:Â
"Ahip. Selamat pagi. Setelah Anda sakit selama 1 bulan dan melihat perkembangan yang ada, maka diputuskan bahwa mulai 1 Mei nanti Anda tidak lagi berada pada posisi struktural. Tks ya".Â
Sejenak saya tertegun membaca pesan tersebut. Bayangkan jika Anda bangun di pagi hari, lalu pimpinan tertinggi di perusahaan menyampaikan pesan singkat terkait pelepasan jabatan yang disampaikan melalui WhatsApp. Seakan tak mau serta merta menghakimi, saya mengajak Ahip untuk merunut setiap peristiwa yang ada.Â
Sekitar akhir Februari lalu, ia terserang virus yang tengah menjadi pandemi saat ini. Ia tertular dari rombongan turis China saat menjalankan tugas di luar kota.Â
Bagi saya, dengan pengetahuan peraturan ketenaga kerjaan yang saya pahami, kondisi tersebut dapat dikategorikan sebagai kecelakaan kerja.Â