Ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang untuk aku anakmu. ibuku sayang masih terus berjalan walau telapak kaki penuh darah penuh nanah. seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas, ingin kudekat dan menangis dipangkuan mu sampai kutertidur bagai masa kecil dulu, lalu doa-doa baluri sekujur tubuh, dengan apa ku membalas.. IBU.
Kutipan syair diatas memang tidak asing lagi, yaa.. sebuah syair yang diciptakan oleh musisi nomor wahid Indonesia yaitu kang Iwan Fals. tepat di hari ibu ini sipenulis akan menceritakan kisah kasih dia bersama ibunya dan orang-orang yang dia sayangi.
Ibu, bibirmu pintu surga menuju bahagia dan ciuman adalah cara membukanya. meskipun tak ada lagi sesosok ayah didalam keluarga ini setidaknya doa ini melepuh dalam kepala, meluncur damai lewat sepasang matamu. ohh Tuhan yang maha puitis, doa ini aku tulis sebagai harapan untuk seseorang yang hari ini meninggalkan puisinya, lapangkanlah. dalam doaku untuk ibu tak kuminta hidup yang panjang, tapi hidup yang kau cintai sampai (setelah) mati.
Ibu, jam dinding ini berdetak pelan dan takdir mengaminkan doa-doa yang dirapal bibirku disepanjang tubuhmu. mari kita berbagi satu tugas sederhana, aku memanjatkan doa-doa untuk kita dan engkau mengaminkannya.sebagai api aku aku hanya ingin menyala dan padam dimatamu saja, ketuk lah pintu hati ini ibu sebelum rindu dikutuk waktu. pesan rinduku sedang menyamar menjadi bulu mata yang jatuh dipipimu, telah disabdakan oleh waktu bahwa pertemuan adalah awal dari perpisahan. maka, aku mencintaimu dengan hati-hati.
.
Tentang kata, tentang bahagia, pertemuan adalah puisi cinta. kunamai engkau mesin mimpi, ibu. sebab yang tiada padaku menjadi ada karenamu, dan yang hilang dari diriku kutemukan dalam dirimu. barangkali hanya didalam doa ini dapat kupeluk engkau, tanpa perlu mencemaskan hal buruk akan jatuh dan menghapumu. sebab tuhan maha mengetahui kucinta kau tanpa sembunyi.
Kopi  ini menandai perjalanan yang tak ingin kita tempuh, diteguk terakhir kudengar suara itu lagu sedih dan langkah menjauh. aku menulis sajak untuk melawan lupa, untuk mereka yang teraniaya sebagai pemberontakan nurani terluka. telah kutahan dengan keras, tapi rindu ini adalah bunga kecil yang berjuang tumbuh di sela-sela batu cadas. aku merindukan suara hujan dalam telefon genggam, yang ketika dimatikan akan selalu bergetar. aku tak pernah bosan berkaca dimatamu, meski kadang buram ia selalu membukakan pintu. biar tangan ini merawat kesedihanmu, tentang kebahagiaan biar hatimu yang mencari tahu.
Buat ibuku, kirana nur aeni, buat ibu Muati, dan juga buat sipenulis " Ditanjakan Cinta yang basah dengan air mata, engkau pendaki gunung yang kuat membawa beban luka "
Sumber : ariesdjuan.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H