Mohon tunggu...
Arie Saptaji
Arie Saptaji Mohon Tunggu... -

Penulis serabutan, peternak teri, dan tukang nonton. Ia juga aktif menerjemahkan, menyunting naskah, mengerjakan ghostwriting, dan mengadakan pelatihan menulis dengan metode ART. Untuk bekerja sama, silakan menghubungi ariesaptaji@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Perjalanan Iman Orang Majus

23 Desember 2010   02:34 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:28 432
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12930716011238491640

Baca: Matius 2:1-12 Mereka gigih mencari Dia

  • Mereka berasal dari tanah yang jauh. ‘Timur’ diperkirakan berada di Babel (sekarang Irak), ratusan kilometer jaraknya dari Yerusalem, melewati medan gurun pasir yang berat. Mereka disebut kaum Majus (Magi), sarjana dan orang bijak pada masanya, penelaah perbintangan, yang bekerja di istana sebagai penasihat raja.
  • Dan, orang-orang bijak itu mengambil keputusan yang bijaksana dengan tidak menunda-nunda keberangkatan mereka. Mereka tidak menunggu raja itu menjadi dewasa dan tampil sebagai sosok yang termashyur, dan baru mendatanginya. Tidak, mereka langsung bersiap-siap melakukan perjalanan jauh untuk mencari Dia, meninggalkan pekerjaan dan kehidupan sehari-hari mereka.
  • Seberapa gigih kita mencari Dia? Seberapa besar kerinduan kita untuk mengenal Dia, mengembangkan hubungan personal dengan Dia, mencari dahulu Kerjaan Allah dan kebenaran-Nya? Ataukah, kita terlalu sibuk dengan aktivitas ‘penting’ kita? Adakah lebih suka menunda-nunda menunggu waktu yang kita anggap lebih baik? Padahal, kita bahkan tidak tahu apa yang bakal menimpa kita esok!

Mereka mengenali Dia sebagai raja

  • Ketika melihat bintang itu, mereka melihat sesuatu yang istimewa---tanda kelahiran seorang raja. Kemungkinan mereka telah membaca nubuatan purba mengenai kelahiran Dia yang Dirindukan oleh Segala Bangsa. Semula mereka mencarinya di istana, tempat yang lumrah untuk mencari raja yang baru lahir. Nyatanya, tidak ada bayi raja yang lahir di istana saat itu. Ketika akhirnya mereka menemukan bayi Yesus hanya di sebuah rumah biasa, dari orangtua yang rakyat jelata, hal itu tidak menggoyahkan keyakinan mereka. Mereka bersukacita!
  • Betapa berbeda dengan respon penduduk Yerusalem. Sudah sekitar dua tahun Yesus berada di tengah mereka. Yang menyambut Dia hanya para gembala, kemudian Simeon dan Hana. Berita kelahiran Yesus tidak bergaung lebih luas. Dan, ketika Herodes dan penduduk Yerusalem mendengar pencarian orang Majus, bukannya bersukacita, mereka malah terkejut. Toh, hanya Herodes yang bereaksi keras atas berita itu. Merasa terancam oleh kehadiran bayi raja ini, ia pura-pura mencari tahu dan menyatakan ingin menyembah-Nya, padahal ia justru hendak membunuh-Nya!
  • Apakah kehadiran Yesus sungguh-sungguh mendatangkan sukacita bagi kita? Ataukah kita merasakan kehadiran-Nya sebagai gangguan, atau bahkan ancaman, bagi kehidupan kita? Apakah kita condong memprioritaskan Dia, atau malah berusaha menyingkirkan Dia di tengah kepadatan jadwal kita?

Mereka menyembah Dia

  • Mereka memberikan apa yang patut diterima oleh seorang raja: Penyembahan. Setelah perjalanan yang jauh dan meletihkan itu, mereka sujud menyembah di hadapan Sang Bayi.
  • Persembahan yang mereka sampaikan menegaskan pengenalan dan pengakuan mereka akan siapa sesungguhnya Bayi yang mereka sembah itu. Emas: pengakuan bahwa Dia itu Raja; kemenyan: pengakuan bahwa Dia adalah Tuhan; mur: rempah untuk kematian, pengakuan bahwa Dia adalah Juruselamat yang akan mati untuk menebus dosa manusia.
  • Karena Dia itu Raja, Tuhan, dan Juruselamat, Dia layak menerima yang terbaik dari hidup kita. Apakah kita menyembah Dia karena Dia adalah Tuhan dan Allah? Atau kita mengharapkan Dia yang mendatangi kita, menjelaskan diri-Nya, membuktikan ketuhanan-Nya, menolong dan memberkati kita? Apakah Dia seperti motor yang menggerakkan dan mengarahkan kehidupan kita, atau lebih mirip dongkrak yang baru dikeluarkan ketika masalah muncul? Apakah kita hidup bagi Dia, atau hidup sendirian secara egois? Apakah kita memuliakan Dia, atau sibuk mengejar ambisi pribadi kita?

Mereka taat untuk mengubah jalan hidup mereka

  • Mereka menerima perintah yang berlawanan dengan perintah Herodes, penguasa setempat, dan mereka menaati perintah itu. Mereka lebih memilih untuk menaati Tuhan daripada menaati manusia.
  • Mereka membayar harga untuk taat. Mereka taat kepada Tuhan dengan mempertaruhkan keselamatan mereka sendiri.
  • Kalau kita benar-benar pernah bertemu dengan Yesus, kehidupan kita tak ayal akan berubah. Sejauh mana Tuhan Yesus mengubah dan memengaruhi kita? Maukah kita menaati-Nya meskipun keadaannya justru akan menyulitkan kita? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun