Mohon tunggu...
Alexander Arie
Alexander Arie Mohon Tunggu... Administrasi - Lulusan Apoteker dan Ilmu Administrasi

Penulis OOM ALFA (Bukune, 2013) dan Asyik dan Pelik Jadi Katolik (Buku Mojok, 2021). Dapat dipantau di @ariesadhar dan ariesadhar.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

[Review] Cahaya dari Timur: Beta Maluku

18 Juni 2014   18:11 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:15 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
10378003_1442631622660445_7170772361984751093_n

Kemaren saya menghadiri penayangan perdana film “Cahaya Dari Timur: Beta Maluku” di Plaza Senayan, sekaligus baru tahu kalau pas premier itu ternyata banyak artis berseliweran. Selayang pandang ada Rio Dewanto dan Atiqah Hasiholan, Dion Wiyoko, Laudya Chyntia Bella, Erwin Gutawa, Harvey Malaiholo (saya hampir saya mendatangi dia kan bertanya kenapa CF nggak lolos 5 besar Golden Voice tujuh tahun yang lalu), Pandji, dan artis-artis lainnya yang saya tidak kenal, dan tentu saja nggak kenal saya, apalagi kenal OOM ALFA.

Ah, sudahlah, tanpa berpanjang-panjang mari kita mulai review-nya.

Film ini mengambil sudut pandang Sani Tawainela, seorang tukang ojek–nantinya diperankan oleh Chico Jericho. Ya, sebenarnya bukan tukang ojek biasa karena di masa remajanya dia pernah memperkuat tim nasional pelajar Indonesia yang berlaga di Brunei. Laga sepakbola di tengah hujan, ketika Sani menjadi antagonis karena menjadi pemain-pengganti-yang-malah-bikin-penalti, adalah awal dari film ini. Sejatinya, memang banyak anak-anak yang di masa kecilnya jago bola tapi kemudian tidak bisa meneruskan kariernya di lapangan hijau karena aneka alasan.

Scene kemudian lompat ke tahun 2000 ketika konflik Ambon. Siapa yang tidak ingat salah satu konflik terparah di era modern negeri Merah Putih itu? Sutradara Angga Sasongko mengambil sisi Sani sebagai orang Tulehu yang pergi ke Ambon untuk mencari terigu. So simple. Sani lantas terjebak di tengah konflik sebelum kemudian diselamatkan oleh TNI. Ada bagian bagus ketika Sani dan figuran TNI berdialog singkat tentang ‘terima kasih’ dan ‘sama-sama’, tidak ada kesan TNI garang. Cool.

Sani melihat bahwa anak-anak tidak seharusnya ada di tengah konflik dan kemudian mencoba menggunakan sepakbola sebagai distraksi anak-anak tersebut. Dia kemudian mengajak eks rekan satu tim-nya, Rafi, untuk mengajak anak-anak itu berlatih. Sembari melatih, Sani juga mengumpulkan anak-anak berbakat, salah duanya dalam diri Kasim dan Salembe. Konflik Ambon tidak terlalu mengemuka sejak bagian ini karena yang lebih menonjol adalah konflik rumah tangga Sani dan Haspa karena Sani lebih memilih untuk melatih sepakbola (gratisan) daripada ngojek.

Buat penggemar sepakbola lokal, pasti akan merasa familiar dengan dialog yang menyebut nama. Pada dialog ketika Sani memanggil nama-nama seperti Alfin Tuassalamony, Rizky Pellu, dan Hendra Adi Bayaw, mestinya penggemar sepakbola akan berpikir ‘oh ternyata begitu to’. Ya, seperti yang dibilang di segala promosi film ini, diangkat dari kisah nyata sehingga pemain-pemainnya ya nyata semua. Hal bagus untuk sebuah film sepakbola bagi saya karena memang lebih seru menonton film jenis ini yang diangkat dari kisah nyata. Itu dia kenapa kisah Goal tidak menarik perhatian saya.

Konflik di dalam film ini memainkan amplitudo tersendiri. Naik turun konflik dimainkan seolah lurus setidaknya dalam 1 jam pertama. Kalau kita tidak menikmati sisi lain film berupa dialog dalam bahasa Maluku, kemungkinan untuk kabur setengah jalan bisa saja terjadi.

Ada satu tokoh yang menarik perhatian saya dalam film ini, namanya Pangana. Sosoknya sudah ada sejak era Sani tobat main bola sampai pada akhirnya. Jika menonton film ini, perhatikan sosok Pangana, dan kalian akan tertawa hingga terharu melihatnya. Pangana adalah salah satu nilai plus dari saya untuk film ini.

Konflik Ambon pada dasarnya digunakan sebagai dasar film ini saja, karena separo berikut dari film adalah jatah konflik pertemanan, sepakbola, dan rumah tangga. Terkadang jadi membingungkan karena konflik-konflik itu digabung dalam satu plot yang berdekatan. Semoga anak-anak masih bisa mencerna konflik itu karena bagaimanapun film ini REKOMENDASI BAGUS untuk disaksikan oleh anak-anak dalam liburan sekolahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun