Bicara mengenai stasiun Kereta Api yang melayani KRL, kita tentu ingatnya yang happening saja, semacam Palmerah nan tampak sangat kekinian pasca renovasi. Demikian juga dengan Stasiun Juanda dan sederet jalur layangnya, yang memang sudah sangat menampilkan aspek modernitas. Namun kalau mau sesekali melihat ke sejarah, kiranya perlu menghitung Stasiun Kramat dan Gang Sentiong sebagai si pemilik jalur nan sarat sejarah, terlepas dari fakta bahwa yang lebih punya nilai adalah Stasiun Salemba dan industri opium di jaman Belanda.
[caption caption="Sumber: http://heritage.kereta-api.co.id/?p=2358"][/caption]
Letak Stasiun Kramat dan Gang Sentiong sendiri tidak segampang Stasiun Palmerah atau Grogol. Agak tersembunyi dari jalur utama Jalan Percetakan Negara. Apalagi Stasiun Kramat terbilang melakoni jalur 'sepi' KRL karena masuk loop kuning Jatinegara-Bogor/Depok via Kemayoran, Kampung Bandan, Tanah Abang, dan Manggarai. Stasiun ini juga terbilang mungil karena peronnya hanya dapat memuat lima gerbong saja. Seorang pemula yang turun di Stasiun Kramat dan berada di gerbong 6, bakal kecele karena begitu pintu dibuka, peron tidak terlihat. Bahkan yang namanya atap, belum hitungan tahun ada di Stasiun Kramat. Kalau Stasiun Gang Sentiong masih agak dikenal sebagai tempat untuk balik ke Stasiun Senen kalau dari arah Tanah Abang, Kampung Bandan, Kemayoran. Turun di Sentiong, nyeberang jalur lalu naik KRL arah kembali ke Senen.
Kedua stasiun ini umumnya digunakan oleh mahasiswa yang beraktivitas di sekitar Salemba maupun Kramat Raya, maupun para PNS/CPNS/Honorer yang bekerja di Kementerian Kesehatan dan Badan POM yang memang punya kantor berjejer di sepanjang Jalan Percetakan Negara. Selain itu, tidak banyak lagi karena tempat di sekitar Stasiun Kramat dan Gang Sentiong sudah kategori matang, tidak ada lagi tempat yang cukup untuk hunian-hunian baru. Beda kasus dengan Cisauk dan sekitarnya yang memang area domisili berkembang. Dari kedua stasiun ini yang tampak adalah rumah-rumah nan mepet-mepet. Padat sekali.
Rupa-rupanya, meski mini, namun Stasiun Kramat dan Gang Sentiong memegang sejarah kereta listrik di Indonesia. Sejak trem diperkenalkan pada 1869 dan mulai menggunakan mesin uap pada 1881, jalur milik Stasiun Kramat dan Gang Sentiong sudah digunakan karena rute yang ditempuh adalah dari Pasar Ikan ke Gajah Mada, sambung Harmoni-Pasar Baru-Lapangan Banteng dan via Kramat, Salemba, dan Matraman menuju Meester Cornelis. Tujuan akhir ini yang kita kenal sekarang sebagai Jatinegara. Menurut website PT. KAI, Stasiun Kramat termasuk 1 dari 3 titik pengisian bersama Batavia Lama dan Kampung Melayu. Cuma, saya gagal menemukan sumber bahwa Kramat yang dimaksud adalah Kramat yang sekarang ini, mengingat bekas-bekasnya juga tidak terlalu tampak kalau memang ada.
[caption caption="Sumber: http://thinknortop.blogspot.co.id/2012/09/sejarah-trem-indonesia.html"]
Dari gambar tampak bahwa jalur Senen ke Jatinegara itu memang sudah ada untuk elektrische tram. Sementara jalur yang lain ada untuk hal yang berbeda. Ini warisan menarik, sebenarnya, karena ternyata di Asia, Batavia adalah pemilik moda via rel yang terelektifikasi pertama. Lucu hingga kemudian kita tertinggal dari bangsa lain, padahal warisannya sudah sedemikian memadai. Tapi, ya sudah, sudah terjadi.
Salah satu yang juga cukup khas dari Stasiun Gang Sentiong adalah pemukiman mepet rel, terutama ketika mengarah ke Stasiun Pasar Senen. Tidak hanya yang mepet rel, lepas dari pagar lahan KAI-pun, sepanjang jalur kereta ada banyak rumah-rumah pemulung. Suatu hal yang untuk jalur loop kuning ini tidak asing. Yah, sampai ke Kampung Bandan pun kita kan menyaksikan pemandangan yang serupa.
Stasiun Kramat sendiri lokasinya berdekatan dengan Apartemen Salemba Residence, satu-satunya apartemen yang menjulang di Salemba bagian sekitar Percetakan Negara. Kalau Salemba Raya, sekarang sudah ada Capitol yang lebih menjulang. Kalau mau kuliner-kuliner ringan, ada cukup banyak tempat makan di sekitar Stasiun Kramat. Yang cukup terkenal adalah makanan Jawa Timur Weas, ada juga Lele Lela. Kalau sekadar pecel lele, setidak-tidaknya ada 3 yang dekat.
Bagi saya sendiri, Stasiun Kramat penting karena dekat dengan kos-kosan. Pun terbilang dekat dengan Halte Busway Pasar Genjing. Jadi kalau ingin transit hingga Pulo Gadung cukup berjalan kaki barang 10 menit untuk mencapai Halte Pasar Genjing tersebut. Walau agak sembunyi, Stasiun Kramat ini cukup strategis. Hanya memang tidak menyediakan parkiran sepeda motor, plus tarif ojeknya yang kadang-kadang bikin geleng-geleng kepala. Pernah saya nawar sekali, jawabannya?
"Naik angkot aja deh, Mas, kalau segitu. Noh, deket, noh."